Minggu, 06 Maret 2016

helicopters and artificial intelligence

Helikopter

  Hasil gambar untuk membuat baling baling helikopter
Helikopter adalah pesawat udara yang lebih berat dari udara, bersayap putar yang rotornya digerakkan oleh mesin[1]. Helikopter merupakan pesawat udara yang mengangkat dan terdorong oleh satu atau lebih rotor (propeller) horizontal besar. Helikopter diklasifikasikan sebagai pesawat bersayap putar untuk membedakannya dari pesawat bersayap tetap biasa lainnya. Kata helikopter berasal dari bahasa Yunani helix (spiral) dan pteron (sayap). Helikopter yang dijalankan oleh mesin diciptakan oleh penemu Slovakia Jan Bahyl.
Dibandingkan dengan pesawat bersayap tetap , helikopter lebih kompleks dan lebih mahal untuk dibeli dan dioperasikan, lumayan lambat, memiliki jarak jelajah dekat dan muatan yang terbatas. Sedangkan keuntungannya adalah gerakannya; helikopter mampu terbang di tempat, mundur, dan lepas landas dan mendarat secara vertikal. Terbatas dalam fasilitas penambahan bahan bakar dan beban/ketinggian, helikopter dapat terbang ke lokasi mana pun, dan darat di mana pun dengan lapangan sebesar rotor dan setengah diameter. Landasan helikopter disebut helipad

Prinsip kerja Helikopter

Helikopter bisa terbang karena gaya angkat yang dihasilkan oleh aliran udara yang dihasilkan dari bilah-bilah baling-baling rotornya. Baling-baling itu yang mengalirkan aliran udara dari atas ke bawah. Aliran udara tersebut sedemikian deras sehingga mampu mengangkat benda seberat belasan ton. Teorinya sebenarnya cukup sederhana namun praktiknya rumit.

Airfoil

Pada dasarnya, prinsip dasar terbang dari pesawat bersayap tetap (fixed wing) dengan helikopter yang dikenal juga pesawat bersayap putar adalah sama. Kunci pembedanya ada pada dua kekuatan besar yang bekerja terpadu secara vertikal untuk menghasilkan gaya angkat dan daya dorong yang besar.
Pada pesawat bersayap tetap Kekuatan pertama dihasilkan oleh aliran udara di permukaan sayapnya yang membentuk sudut datang tertentu dengan flap yakni sayap kecil di belakang sayap yang posisinya ditegakkan. Sehingga aliran udara mengalir deras ke belakang bisa diarahkan balik ke atas. Udara yang mengalir di permukaan sayap bagian bawah menekan permukaan sayap yang relatif datar itu ikut menekan ke atas menimbulkan gaya angkat dan menyebabkan pesawat terangkat ke atas. Paling kurang 15 persen dari seluruh gaya yang dihasilkan, dipergunakan untuk mengangkat badan pesawat ke atas.
Kekuatan besar lainnya adalah gaya dorong yang dihasilkan aliran udara yang ada di permukaan sayap bagian atas yang bentuknya relatif lengkung. Ketika aliran udara yang dihasilkan oleh mesin mengalir ke belakang dan melalui sayap utama maka aliran udara itu terpecah. Aliran udara yang mengalir di atas permukaan sayap bagian atas lebih deras dari aliran udara yang menerpa di permukaan sayap bagian bawah. Tetapi tekanan udara yang mengalir deras di atas permukaan sayap atas, relatif lebih kecil dibanding dengan tekanan udara di permukaan sayap bagian bawah yang justru alirannya kurang deras. Perbedaan tekanan udara ini yang menyebabkan sayap pesawat terangkat ke atas. Untuk membayangkan seberapa besar gaya angkat itu, secara teori menyebutkan bahwa perbedaan tekanan udara sebesar 2.5 ounce per inci persegi dapat menghasilkan gaya angkat 20 pound per kaki persegi ( 1 kaki = 20 cm). Bisa dihitung, kalau luas sayap pesawat 1000 kaki persegi maka gaya angkat yang dihasilkan akan mencapai 10 ton.
Pada helikopter, fungsi sayap digantikan oleh baling-baling yang setiap baling-balingnya meski berukuran lebih kecil dari sayap pesawat biasa, namun ketika diputar, curvanya relatif sama dengan sayap pesawat. Untuk mendapatkan gaya angkat, baling-baling rotor harus diarahkan pada posisi tertentu sehingga dapat membentuk sudut datang yang besar. Prinsipnya sama dengan pesawat bersayap tetap, pada helikopter ada dua gaya besar yang saling memberi pengaruh. Aliran udara yang bergerak ke depan baling-baling menekan baling-baling sehingga bilah baling-baling terdorong balik ke belakang menghasilkan suatu gaya angkat kecil. Tetapi ketika ketika aliran udara bergerak cepat melewati bagian atas dan bawah bilah-bilah baling-baling, tekanan udara yang besar di antara baling-baling otomatis akan mengembang ke seluruh permukaan yang bertekanan lebih rendah, menyebabkan baling-baling terdorong ke atas dan helikopter pun terangkat. Yang perlu diingat, meski bilah-bilah baling-baling itu hanya beberapa lembar, namun dalam keadaan berputar cepat, ia akan membentuk suatu permukaan yang rata dan udara yang menekannya ke atas menimbukan tekanan besar yang akhirnya menghasilkan gaya angkat yang besar pula. Prinsip ini sama dengan fungsi propeler pada pesawat bermesin turboprop dan sama pula dengan "kitiran" mainan anak-anak itu.
Beberapa helikopter yang digunakan dalam perang, seperti Mi-26 Hind misalnya dilengkapi dengan sayap kecil yang disebut canard, fungsi pertamanya untuk meringankan beban rotor utama dan yang kedua untuk meningkatkan laju kecepatan dan memperpanjang jangkauan jelajah. Fungsi lain adalah sebagai gantungan senjata, rudal dan lain-lainnya. Dengan menambahkan sayap pendek ini, maka perbedaan fungsional antara pesawat tetap dengan helikopter menjadi samar. Pesawat bersayap tetap juga ada yang mampu terbang-mendarat secara vertikal (Vertical Take-off Landing/VTOL). Contonya, Harrier dari jenis Sea Harrier atau AV-8 Harrier.
Kelebihan pesawat bersayap tetap, terutama soal terbangnya karena pesawat berjenis ini memiliki platform yang lebar sehingga relatif lebih stabil saat melakukan penerbangan. Soal menerbangkannya, itu persoalan mengatur kemudi guling pada sayap dan stabilizer tegak dan datar yang ada pada ekornya. Tetapi pada Helikopter tidaklah demikian. Ketika bilah-bilah baling-baling rotornya menghasilkan gaya angkat rotornya sendiri sendiri bekerja memindahkan udara di atasnya ke bawah sebanyak banyaknya. Disaat itu berat udara yang dipindahkan mengurangi berat helikopter sehingga helikopter itu terangkat. Dan bila helikopter itu terangkat, berarti terjadi keseimbangan berat antara udara yang dipindahkan dari atas ke bawah dengan bobot helikopternya. Untuk mengoperasikan helikopter itu ada alat kemudi yang biasa disebutcollective pitch dan cyclic pitch masing-masing berfungsi sebagai pengatur gaya angkat dan pendorong helikopter untuk melaju ke depan. Begitu sederhana cara kerjanya, tetapi mentransformasikannya dalam sebuah teknologi sungguh pekerjaan yang sangat rumit.

Tail rotor

Begitu pula halnya dengan konfigurasi rotor, bukan hanya sekadar bisa berputar lalu terbang dan mengambang. Sebab setap baling-baling diputar akan selalu menimbulkan tenaga putaran yang disebut dengan istilah umum torque. Untuk menghilangkan atau menangkal tenaga putar yang bisa menyebabkan badan helikopter itu berputar, maka perlu dipasang antitorque.
Antitorque ini dapat berupa tail rotor atau rotor ekor yang dipasang pada ekor pesawat yang juga berfungsi sebagai rudder. Konfigurasi ini dapat dilihat pada helikopter umumnya seperti Bell-412, Bell-205 atau UH-1 Huey, atau NBO-105, dan AS-330 Puma atau AS-335 Super Puma, AH-64 APACHE atau Mi-24 HIND. Selin menggunakan tail rotor, masih ada beberapa desai yang lain. Misalnya yang menggunakan sistem tandem seperti yang digunakan pada helikopter Boeing CH-47 Chinook atau CH-46 Sea Knight. Kedua rotor tersebut yang bersama-sama berukuran besar masing-masing ditempatkan di depan dan di belakang badan helikopter. Keduanya simetris namun memiliki putaran yang berlawanan arah . Maksudnya untuk saling meniadakan efek putaran yang ditimbulkan satu sama lain, intermesh dalam bahasa populernya. Cara lain adalah dengan konfigurasi egg-beater. Konfigurasi rancang bangun seperti ini digunakan pada helikopter Ka-25 Kamov buatan Rusia atau Kaman HH-43 Husky. Kedua baling-baling yang sama besarnya itu diletakkan dalam satu poros, terpisah satu sama lain di mana yang satu diletakkan di atas rotor lainnya. Keduanya berputar berlawanan arah. Maksudnya untuk menghilangkan efek putaran atau torque.
Selain ketiga cara di atas, dibuat juga konfigurasi tanpa rotor ekor. Helikopter ini desebut NOTAR (No Tail Rotor) ini memiliki sistem yang sedikit berbeda dengan sistem yang ada di mana memanfaatkan semburan gas panas dari mesin utama yang disalurkan melalui tabung ekor. Contohnya adalah helikopter MD-902 Explorer.

Rotor Aktif atau Tilt Rotor dan Sayap Aktif atau Tilt Wing

Tinggal landas dan mendarat ala helikopter tetapi berkarakter terbang macam pesawat bersayap tetap merupakan konsep yang dianut oleh helikopter jenis ini. Cara paling mudah adalah menggabungkan konsep kerja pesawat helikopter dengan pesawat bersayap tetap dalam satu wujud.
Prinsip kerjanya secara teknis bila rotor utama diarahkan ke atas maka gerakan vertikal yang dilakukan helikoter dapat dilakukan sedangkan saat rotor diarahkan ke depan atau ke belakang (sebagai pursher atau pendorong) maka karakter terbang seperti pesawat tetap dapat diperoleh. Gerakan rotor seperti ini tidak perlu melibatkan sayap.
Sebenarnya pengembangan rotor aktif ini masih diliputi kegamangan, masalahnya adalah sistem tadi bisa saja disebut pesawat bersayap tetap karena memiliki sayap yang berlumayan besar, sekaligus memiliki ekor pesawat yang berkonfigurasi dengan pesawat bersayap tetap biasa. Akhirnya konsep ini disebut dengan konsep hybrid. Contoh helikopter ini adalah V-22 Osprey. Selain konsep rotor aktif, ada pula konsep sayap aktif, di mana yang digerakkan bukanlah rotor seperti pada rotor aktif melainkan sayap pesawatnya. Sementara mesin tetap pada kedudukannya. Contoh helikopter ini adalah TW-68 yang dirancang oleh Ishida Corporation, Jepang, Rancangan ini disebut-sebut sebut sebagai memiliki rancangan yang lebih ringkas dibandingkan dengan rotor aktif hanya sayangnya keberlanjutannya tidak begitu terdengar.

Kursi Lontar pada Helikopter

Dibandingkan pada pesawat biasa khususnya pesawat tempur, pesawat helikopter umumnya tidak dilengkapi dengan kursi lontar. Hal ini disebabkan karena masalah menghadapi rotor helikopter saat meluncurkan kursi lontar sekaligus umumnya helikopter terbang lebih rendah sehingga lebih rentan. Namun demikian pada helikopter Rusia, Kamov Ka-50 Hokum yang menggunakan kursi lontar yang dirancang khusus seperti Zvesda K-37-800. Langkah kerjanya adalah ketika kursi lontar diaktifkan, maka rotor diledakkan dan lepas dari kedudukannya, kemudian kedua sisi atas kaca kokpit membuka dan roket penarik aktif yang menarik pilot dan kursinya keluar dari badan heli. Meski dirasa rumit, Helikopter masa depan akan dilengkapi dengan kursi lontar

Penemuan Helikopter

Sebenarnya, perjalanan helikopter menjadi bentuk yang dikenal pada saat ini memakan kurun waktu yang cukup panjang. Dalam perjalanannya, juga melibatkan perkembangan teknologi dan juga para penemu serta pengembang helikoter.
Helikopter pertama yang menerbangkan manusia adalah Helikopter Breguet-Richet, tahun 1907. Heli ini terbang di Douai, Perancis pada 29 September 1907. Helikopter ini masih memperoleh bantuan dari empat orang yang memegangi keempat kakinya. Upaya ini tidak memperoleh catatan baik sebagai helikopter pertama yang terbang bebas. Walaupun demikian, helikopter ini membuktikan keberhasilan teori terbang vertikal yang saat itu masih dianggap sebagai teori. Ini merupakan mesin pertama yang bisa terbang dengan sendirinya membawa seorang pilot secara vertikal sebagai akibat daya angkat sayap putarnya. Heli ini menggunakan mesin Antoinette berkekuatan 50 hp.
Terbang heli sesungguhnya dilakukan oleh Paul Cornu menggunakan heli bermesin ganda Antoinette 24 hp di Lisieux, Perancis pada 13 November 1907. Penerbangan berlangsung 20 detik hingga ketinggian 0,3 Meter. Sedangkan Helikopter berjenis Gyroplane pertama diraih oleh C4 Autogiro buatan Juan de la Cierva. Autogiro terbang pertama pada 9 Januari 1923. Rahasia sukses pada pengadopsian sistem flapping hinges joint the blades to the rotor head. Sementara helikopter yang sukses terbang pertama dilakukan oleh jenis Fock Wulf FW-61 berotor ganda yang didesain oleh Professor Heinrich Focke pada tahun 1933-1934. Helikopter ini melakukan terbang perdananya pada 26 Juni 1936 dan ditenagai oleh mesin Siemens-Halske Sh 14A bertenaga 160 hp. Heli ini diterbangkan oleh Ewald Rohlfs. Heli ini mencatat rekor terbang sejauh 122,35 km dan lama terbang satu jam 20 menit 49 detik. Pada waktu lain ia terbang hingga ketinggian 3427 meter dan rekor kecepatan 122 km/jam.  

Teori Intelegensi Buatan Gabungan  

 Pada periode 50an sampai 60an, para peneliti intelegensi buatan (IB) mencoba untuk mengungkap proses berpikir. Namun ternyata proses itu lebih kompleks dari yang pernah dibayangkan. Sejak saat itu para peneliti intelegensi buatan malahan mengandalkan probabilitas yaitu pola statistik yang dapat dimengerti komputer dari kumpulan data latihan.

Pendekatan probabilistik telah menghasilkan hampir keseluruhan kemajuan di bidang intelegensi buatan, seperti berbagai sistem pengenalan suara atau voice recognition systems, atau pun sebuah sistem yang merekomendasikan film bagi para langganan Netfix. Akan tetapi Noah Goodman, seorang peneliti MIT di bagian Otak dan Ilmu Kognisi tapi laboratoriumnya Ilmu Komputer dan Intelegensi Buatan, berpikir bahwa IB kehilangan sesuatu yang berharga dengan tidak meneliti proses berpikir. Dengan mengkombinasikan sistem proses berpikir lama bersama sistem probabilistik baru, Goodman menemukan jalan untuk memetakan pikiran yang memberikan dampak luas bagi IB maupun ilmu kognitif.

Para peneliti IB terdahulu melihat proses berpikir sebagai kesimpulan logika: jika anda tahu bahwa burung bisa terbang dan dikatakan bahwa sayap yang terbuat dari lilin adalah seekor burung, maka anda bisa menyimpulkan bahwa sayap lilin itu bisa terbang. Salah satu dari penelitian IB pertama adalah pengembangan bahasa matematis yang mirip dengah bahasa komputer di mana para peneliti bisa menyandikan atau mengkodekan pernyataan seperti "burung bisa terbang" dan "sayap lilin adalah burung". Jika bahasa itu dulunya cukup tepat, algoritma komputer bisa menyisir pernyataan yang tersimpan dan mengkalkulasi semua kesimpulan logika yang sah. Setelah mereka mengembangkan bahasa seperti itu, para peneliti IB mulai menggunakan bahasa itu untuk mengkodekan banyak pernyataan berdasarkan akal sehat, yang disimpan di basis data yang sangat besar.

Masalah yang dihadapi dengan pendekatan ini yaitu bahwa tak semua burung bisa terbang. Lagi pula di antara burung yang dapat terbang, ada perbedaan antara rajawali dalam sangkar dan rajawali yang patah sayap, dan berbagai perbedaan lain antara rajawali dan pinguin. Bahasa matematis yang dikembangkan oleh para peneliti IB terdahulu cukup fleksibel untuk merepresentasikan perbedaan konseptual seperti itu, namun menulis seluruh perbedaan diperlukan karena bahkan tugas kognitif yang paling dasar terbukti lebih sulit dari yang dibayangkan.

Memeluk Ketidakpastian

Pada IB probabilistik, menurut perbedaan, sebuah komputer diberikan banyak masukan atau contoh seperti gambar berbagai burung dan dibiarkan menyimpulkan sendiri apa yang menjadi ciri umum dari masukan tersebut. Pendekatan ini bekerja cukup baik dengan konsep kongkrit seperti "burung", namun bermasalah dengan konsep yang lebih abstrak seperti penerbangan, suatu kemampuan umum yang dimiliki oleh burung, helikopter, layang-layang dan pahlawan super. Anda bisa menunjukkan kepada suatu sistem probabilistik banyak gambar penerbangan, namun walaupun sistem itu bisa menemukan ciri umum yang dimiliki oleh gambar-gambar tersebut, akan sangat mungkin untuk salah mengidentifikasi awan, atau matahari, atau antena di atas gedung sebagai contoh penerbangan. Dan bahkan penerbangan merupakan konsep kongkrit jika dibandingkan dengan, katakanlah, "tata bahasa", atau "keibuan".

Sebagai alat penelitian, Goodman mengembangkan sebuah bahasa pemrograman komputer yang disebut Church sesuai dengan nama Alonzo Church yakni seorang ahli logika Amerika terkenal. Bahasa itu seperti berbagai bahasa terdahulu IB mengikutsertakan aturan kesimpulan. Namun aturan itu bersifat probabilistik. Katakanlah kasuari adalah seekor burung, sebuah program yang ditulis dalam Church bisa saja mengikutsertakan bahwa kasuari mungkin bisa terbang. Tapi jika program itu diberitahukan bahwa kasuari bisa seberat 90kg, dia bisa saja merevisi perkiraan probabilitas pertamanya, menyimpulkan bahwa, sebenarnya kasuari mungkin tak bisa terbang.

"Dengan penalaran probabilistik, anda mendapat keseluruhan struktur dengan cuma-cuma," kata Goodman seperti yang dikutip Physorg. Sebuah program Church yang tak pernah menemukan burung yang tak bisa terbang bisa saja pada permulaan menetapkan probabilitas bahwa setiap burung bisa terbang di angka 99,99 persen. Namun begitu dia belajar tentang kasuari dan pinguin, juga rajawali di sangkar dan yang patah sayap, dia merevisi probabilitasnya menurut hal-hal itu. Pada akhirnya, probabilitas merepresentasikan seluruh konsep perbedaan yang harus dikodekan secara manual oleh para peneliti IB terdahulu. Tapi sistem itu belajar perbedaan itu dengan sendirinya seiring berjalannya waktu, seperti cara manusia belajar konsep baru dan merevisi yang lama.

"Apa yang istimewa dari program ini yaitu dia memperkenankan anda untuk membangun pemetaan kognisi dengan cara yang lebih jujur dan transparan dari yang pernah anda lakukan sebelumnya," kata Nick Chater, seorang profesor ilmu kognisi dan keputusan di Universitas College London. "Anda bisa membayangkan keseluruhan yang diketahui manusia, dan mencoba untuk mendaftarkan semua itu merupakan sebuah tugas yang tak ada akhirnya, dan mungkin adalah suatu tugas tak terbatas. Tapi trik baru berkata, "tidak, katakan saja beberapa hal kepada saya," dan bagian otaknya dalam hal ini sistem Church, mudah-mudahan agak sejalan dengan pikiran melakukannya, bisa mengocok, menggunakan kalkulasi probabilistiknya, semua akibat dan kesimpulan. Dan juga, ketika anda memberikan informasi baru ke dalam sistem itu, ia bisa menyimpulkan akibatnya."

Pikiran-pikiran Pemetaan

Program-program yang menggunakan kesimpulan probabilistik nampaknya mampu memetakan kapasitas kognisi manusia lebih luas daripada pemetaan kognisi tradisional. Pada konferensi Masyarakat Ilmu Kognisi tahun 2008, sebagai contoh, Goodman dan Charles Kemp, yang merupakan mahasiswa PhD di BCS pada waktu itu, mempresentasikan karya di mana mereka memberikan para subyek manusia sebuah daftar tujuh atau delapan pegawai pada sebuah perusahaan fiktif dan memberitahukan mereka pegawai mana mengirim surel ke yang lain. Kemudian mereka memberikan para subyek sebuah daftar pendek pegawai pada perusahaan fiktif lain. Tanpa data tambahan, para subyek diminta untuk membuat sebuah grafik yang menggambarkan siapa yang mengirim surel kepada siapa di perusahaan kedua.

Jika pola surel di kasus contoh membentuk sebuah rantai - Alice mengirim surel ke Bob yang mengirim surel ke Carol, dan ke, katakanlah Henry - para subyek manusia cenderung memprediksi bahwa pola surel di kasus contoh itu akan juga membentuk suatu rantai. Jika pola surel pada kasus contoh membentuk suatu putaran - Alice mengirim surel ke Bob yang mengirim surel ke Carol, dan seterusnya, tapi Henry mengirim surel ke Alice - para subyek juga memprediksi putaran di kasus contoh itu.

Sebuah program yang menggunakan kesimpulan probabilistik, diminta untuk melakukan tugas yang sama, berperilaku hampir sama dengan subyek manusia, menyimpulkan rantai dari rantai dan putaran dari putaran. Tapi berbagai pemetaan kognisi konvensional sama sekali memprediksikan pola surel acak pada kasus contoh: mereka tak bisa menyimpulkan konsep level tinggi dari putaran dan rantai. Dengan para kolaborator di Bagian Ilmu Otak dan Kognisi, Goodman melakukan percobaan serupa di mana para subyek diminta untuk menyortir gambar-gambar serangga atau pohon ke dalam kategori berbeda, atau membuat kesimpulan yang memerlukan penerkaan apa yang dipikirkan orang lain. Pada semua kasus ini, yang sebagiannya juga dipresentasikan di konferensi Masyarakat Ilmu Kognisi, program Church melakukan pekerjaan memetakan pikiran manusia lebih baik ketimbang algoritme intelegensi buatan tradisional.

Chater memperingatkan hal itu, sementara program Church bekerja dengan baik pada tugas yang ditargetkan, mereka saat itu terlalu intensif berhitung untuk bekerja sebagai simulator pikiran umum."Itu merupakan masalah serius jika anda mau menggunakanya untuk memecahkan setiap masalah di bawah matahari," kata Chater. "Tapi itu baru dibuat, dan hal-hal ini selalu payah dioptimalisasi ketika mereka baru dibuat." Dan Chater menekankan bahwa membuat sistem itu bekerja adalah suatu pencapaian: "Itu merupakan sesuatu yang bisa saja dihasilkan seseorang sebagai saran teoritik, dan anda akan berpikir, 'Wow, itu sangat pintar, tapi saya yakin anda tak bisa membuatnya berjalan, benar saja.' Dan keajaibannya ialah dia benar-benar berjalan, dan bekerja."

Hasil gambar untuk membuat baling baling helikopter 
Hasil gambar untuk membuat baling baling helikopter 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar