Senin, 15 Februari 2016

regenerative braking and speed control

Prinsip Kerja Pengereman Regeneratif



Sistem pengereman adalah sebuah sistem yang berfungsi untuk menghalangi suatu gerakan. Sistem pengereman bertugas mengkonversi energi mekanis (energi gerak) suatu benda ke bentuk lain sehingga gerakan benda tersebut menjadi berkurang. Pada mobil yang sedang bergerak misalnya, sistem rem mengkonversikan energi gerak mobil menjadi panas yang terbuang melalui gesekan pada kanvas rem dengan piringan ataupun tromol roda. Dengan kata lain sistem rem konvensional (sebut saja rem tormol ataupun rem cakram) membuang begitu saja energi panas yang terjadi pada saat proses pengereman.
IMG_1857.JPG
Sistem Pengereman Konvensional
Pengereman regeneratif, atau yang lebih dikenal dalam Bahasa Inggris dengan istilah regenerative braking, menjadi satu model sistem pengereman yang dapat meminimalisir energi terbuang pada sistem pengereman konvensional. Secara etimologi regenerative berasal dari kata re-generate yang berarti dibangkitkan kembali atau singkat kata diregenerasi. Sehingga secara garis besar pengereman regeneratif adalah sebuah sistem pengereman dengan jalan mengkonversikan energi mekanis sistem menjadi bentuk energi lain yang dapat disimpan untuk digunakan kembali nanti pada saat dibutuhkan.
Di dunia otomotif dikenal ada dua tipe pengereman regeneratif, yakni tipe elektrik dan tipe mekanik. Penggolongan keduanya adalah berdasarkan bentuk energi yang tersimpan pada sistem pengereman regeneratif. Pengereman regeneratif tipe elektrik menyimpan energi dalam bentuk listrik pada baterai, sedangkan tipe mekanik menyimpan energi dalam bentuk putaran kinetik pada sebuah flywheel (roda gila).

Prinsip Kerja Pengereman Regeneratif

Pengereman Regeneratif Elektrik

Sistem pengereman regeneratif tipe elektrik sangat umum digunakan pada mobil-mobil listrik maupun hybrid. Mobil listrik menggunakan motor listrik sebagai penggerak roda dan baterai sebagai tempat menyimpan energi listrik. Pada saat pengemudi menginjak pedal gas, supply listrik dari baterai masuk ke motor listrik sehingga mobil berakselerasi. Sedangkan pada saat pengemudi melepas pedal gas ataupun menginjak pedal rem, motor listrik akan berubah fungsi menjadi generator sehingga putaran roda mobil seakan-akan terbebani oleh generator tersebut. Pada saat inilah energi kinetik putaran roda terkonversi menjadi energi listrik yang akan disimpan di baterai.
IMG_2453-0.JPG
IMG_2454.JPG
Diagram Sistem KERS Pada Mobil Balap Formula 1


Salah satu aplikasi regenerative braking tipe elektrik ada pada mobil balap Formula 1 yang dikenal dengan nama Kinetic Energy Recovery System dan disingkat menjadi KERS. KERS tersusun atas tiga komponen utama yaitu mesin DC (motor sekaligus generator DC), Electronic Control Unit, dan baterai. Mesin DC akan aktif menjadi generator hanya pada saat pengemudi menginjak pedal rem. Pada saat proses pengereman ini, sebagian energi kinetik digunakan untuk memutar generator, dikonversikan menjadi energi listrik, dan disimpan di baterai.
IMG_2455.JPG
Tombol KERS Pada Kemudi Mobil F1
Untuk menggunakan energi yang tersimpan oleh KERS, pengemudi tinggal menekan tombol KERS pada kemudi. Pada saat tombol tersebut ditekan, ECU akan mengatur sedemikian rupa sehingga energi listrik yang tersimpan di dalam baterai tersupply ke mesin DC. Mesin DC akan bekerja sebagai motor listrik dan menambah daya mesin mobil. Menurut regulasi F1, sistem KERS dapat menambah daya mesin sebesar 85bhp dalam waktu kurang dari 7 detik.
IMG_2458.GIF
Diagram Sederhana Rangkaian Mesin DC dengan Pengereman Regeneratif

Komponen ECU berfungsi untuk mengontrol mesin DC sehingga ia dapat berfungsi sebagai motor ataupun generator sesuai dengan keinginan pengemudi. Gambar diatas adalah rangkaian elektronik sederhana di dalam ECU sebuah mobil listrik. Rangkaian tersebut dilengkapi dengan komponen utama MOSFET (Q1-4). MOSFET yang merupakan singkatan dari Metal-Oxide-Semiconductor Field Effect Transistor, adalah sebuah transistor yang dapat meng-ON-OFF-kan arus bernilai besar secara cepat dibawah kontrol voltase rendah. Fungsi utama dari MOSFET mirip dengan saklar DIMMER, kecepatan putaran motor listrik diatur oleh transistor ini dengan mengatur frekuensi sinyal ON dan OFF supply arus ke motor listrik. Selain MOSFET rangkaian di atas juga dilengkapi dengan diode sebagai penyearah arus.
IMG_2459.GIF
(a)
IMG_2486.PNG
(b)
IMG_2461.GIF
(c)
IMG_2482.PNG
(d)
Aliran Arus Proses Pengereman Regenerative Elektrik
Gambar-gambar di atas adalah skema arah arus listrik rangkaian ECU pada berbagai kondisi mesin DC termasuk putaran maju, putaran mundur, serta proses regenerative braking. Gambar (a) adalah kondisi pada saat motor digunakan untuk mobil bergerak maju, dimana Q1 dan Q4 pada posisi ON. Aliran arus listrik sesuai dengan yang ditunjukan oleh garis merah dan melewati kumparan Lf, MOSFET Q1, motor listrik (La), dan MOSFET Q4.
Saat pengemudi melepas pedal akselerasi, rangkaian akan berposisi sesuai dengan gambar (b). Dimana Q1 dan Q4 berposisi OFF, sehingga tidak ada supply tegangan ke motor. Pada kondisi ini, mesin DC akan bekerja sebagai generator karena ia tetap berputar dengan arah putaran yang sama dengan sebelumnya, sebagai akibat dari kelembaman kendaraan yang masih bergerak. Dengan arah putaran yang sama ini, maka arah arus yang dihasilkan oleh generator adalah melawan arah arus pada gambar (a). Arah arus yang demikian menghasilkan proses pengisian energi listrik ke baterai, dan karena proses ini menimbulkan efek torsi yang arah nya melawan arah putaran mesin DC maka akan menimbulkan efek pengereman pada mesin, di sinilah proses pengereman regeneratif terjadi.
Diagram rangkaian (c) adalah kondisi pada saat mesin DC berfungsi sebagai motor dengan arah putaran yang berlawanan arah dengan kondisi (a). Kondisi ini berguna pada saat kendaraan listrik melakukan manuver reverse atau berjalan mundur. Dengan membalik arah supply arus ke mesin DC akan didapatkan putaran terbalik. Kondisi ini diatur dengan jalan meng-ON-kan MOSFET Q2 dan Q3. Pada saat pengemudi melepas pedal akselerasi, proses pengereman regeneratif kembali terjadi (gambar d). Dimana MOSFET Q2 dan Q3 berada pada posisi OFF, arus listrik berbalik arah melewati diode-diode, dan pengisian baterai kembali terjadi. Proses ini menimbulkan torsi dengan arah melawan arah putaran rotor mesin DC, sehingga torsi ini berfungsi sebagai gaya pengereman.

Pengereman Regeneratif Mekanik
Pengereman regeneratif mekanik menyimpan energi dari proses pengereman ke dalam bentuk energi mekanik. Alat utama yang digunakan untuk menyimpan energi mekanik tersebut yakni sebuah flywheel atau roda gila. Roda gila ini ditempatkan di dalam sebuah tabung vakum bebas udara dengan tujuan untuk meminimalisir gaya gesek pada saat roda gila berputar. Roda gila dihubungkan dengan poros roda mobil oleh transmisi variabel kontinyu (Continuous Variable Transmission/CVT). Untuk lebih jelasnya mari perhatikan gambar komponen-komponen sistem pengereman regeneratif mekanik yang diterapkan pada mobil Volvo berikut.
IMG_1871-2.JPG
Komponen-komponen Sistem Pengereman Regeneratif Mekanik

Pada sistem Volvo ini, flywheel dikopling dan di-de-kopling dengan poros roda belakang oleh sistem transmisi CVT. CVT menghubungkan roda gila dengan poros roda pada saat mobil melambat, memutar roda gila hingga 60.000 rpm, dan melepas roda gila dengan poros roda pada saat mobil benar-benar berhenti. Roda gila akan terus berputar, hingga mobil melakukan akselerasi, pada saat ini CVT kembali menghubungkan roda gila dengan poros roda untuk menambah tenaga akselerasi mobil. Volvo mengklaim sistem ini tidak hanya dapat mengurangi konsumsi bahan bakar, namun juga dapat menambah tenaga akselerasi mobil hingga 80 tenaga kuda.

IMG_1870.JPG
Sistem KERS Pada Mobil Volvo

Roda gila pada sistem pengereman regeneratif kinetik ini tentu tidak dapat selamanya berputar, karena roda gila akan kehilangan momen inersianya sepanjang waktu. Karena hal inilah maka sistem pengereman regeneratif tipe kinetik lebih efisien digunakan pada kondisi traffic yang stop and go. Selain itu, efisiensi roda gila juga ditentukan dengan bobotnya. Maka dari itu Volvo mendesain flywheel-nya berdiameter 20 cm dengan bobot 6 kg. Roda gila ini berputar di dalam tabung vakum udara untuk meminimalisir kerugian gesek yang mungkin terjadi.

Speed Controllers


1. Introduction

The purpose of a motor speed controller is to take a signal representing the demanded speed, and to drive a motor at that speed. The controller may or may not actually measure the speed of the motor. If it does, it is called a Feedback Speed Controller or Closed Loop Speed Controller, if not it is called an Open Loop Speed Controller. Feedback speed control is better, but more complicated, and may not be required for a simple robot design. Motors come in a variety of forms, and the speed controller's motor drive output will be different dependent on these forms. The speed controller presented here is designed to drive a simple cheap starter motor from a car, which can be purchased from any scrap yard. These motors are generally series wound, which means to reverse them, they must be altered slightly .
Below is a simple block diagram of the speed controller. We'll go through the important parts block by block in detail.

2. Theory of DC motor speed control

The speed of a DC motor is directly proportional to the supply voltage, so if we reduce the supply voltage from 12 Volts to 6 Volts, the motor will run at half the speed. How can this be achieved when the battery is fixed at 12 Volts? The speed controller works by varying the average voltage sent to the motor. It could do this by simply adjusting the voltage sent to the motor, but this is quite inefficient to do. A better way is to switch the motor's supply on and off very quickly. If the switching is fast enough, the motor doesn't notice it, it only notices the average effect.
When you watch a film in the cinema, or the television, what you are actually seeing is a series of fixed pictures, which change rapidly enough that your eyes just see the average effect - movement. Your brain fills in the gaps to give an average effect.
Now imagine a light bulb with a switch. When you close the switch, the bulb goes on and is at full brightness, say 100 Watts. When you open the switch it goes off (0 Watts). Now if you close the switch for a fraction of a second, then open it for the same amount of time, the filament won't have time to cool down and heat up, and you will just get an average glow of 50 Watts. This is how lamp dimmers work, and the same principle is used by speed controllers to drive a motor. When the switch is closed, the motor sees 12 Volts, and when it is open it sees 0 Volts. If the switch is open for the same amount of time as it is closed, the motor will see an average of 6 Volts, and will run more slowly accordingly.
As the amount of time that the voltage is on increases compared with the amount of time that it is off, the average speed of the motor increases.
This on-off switching is performed by power MOSFETs. A MOSFET (Metal-Oxide-Semiconductor Field Effect Transistor) is a device that can turn very large currents on and off under the control of a low signal level voltage. 
The time that it takes a motor to speed up and slow down under switching conditions is dependant on the inertia of the rotor (basically how heavy it is), and how much friction and load torque there is. The graph below shows the speed of a motor that is being turned on and off fairly slowly:
You can see that the average speed is around 150, although it varies quite a bit. If the supply voltage is switched fast enough, it won’t have time to change speed much, and the speed will be quite steady. This is the principle of switch mode speed control. Thus the speed is set by PWM – Pulse Width Modulation.

2.1. Inductors 

Before we go on to discuss the circuits, we must first learn something about the action of inductive loads, and inductors. Inductors do not allow the current flowing through them to change instantly (in the same way capacitors do not allow the voltage across them to change instantly). The voltage dropped across an inductor carrying a current i is given by the equation 
where di/dt is the rate of change of the current. If the current is suddenly changed by opening a switch, or turning a transistor off, the inductor will generate a very high voltage across it. For example, turning off 100 Amps in 1 microsecond through a 100 microHenry inductor generates 10kV!

2.2. PWM frequency

The frequency of the resulting PWM signal is dependant on the frequency of the ramp waveform. What frequency do we want? This is not a simple question. Some pros and cons are:
  • Frequencies between 20Hz and 18kHz may produce audible screaming from the speed controller and motors - this may be an added attraction for your robot!
  • RF interference emitted by the circuit will be worse the higher the switching frequency is.
  • Each switching on and off of the speed controller MOSFETs results in a little power loss. Therefore the greater the time spent switching compared with the static on and off times, the greater will be the resulting 'switching loss' in the MOSFETs.
  • The higher the switching frequency, the more stable is the current waveform in the motors. This waveform will be a spiky switching waveform at low frequencies, but at high frequencies the inductance of the motor will smooth this out to an average DC current level proportional to the PWM demand. This spikyness will cause greater power loss in the resistances of the wires, MOSFETs, and motor windings than a steady DC current waveform.
This third point can be seen from the following two graphs. One shows the worst case on-off current waveform, the other the best case steady DC current waveform:
Both waveforms have the same average current. However, when we work out the power dissipation in the stray resistances in our motor and speed controller, for the DC case:
and for the switching case, the average power is
So in the switching waveform, twice as much power is lost in the stray resistances. In practice the current waveform will not be square wave like this, but it always remains true that there will be more power loss in a non-DC waveform.

Choosing a frequency based on motor characteristics

One way to choose a suitable frequency is to say, for example, that we want the current waveform to be stable to within ‘p’ percent. Then we can work out mathematically the minimum frequency to attain this goal. This section is a bit mathematical so you may wish to miss it out and just use the final equation.
The following shows the equivalent circuit of the motor, and the current waveform as the PWM signal switches on and off. This shows the worst case, at 50:50 PWM ratio, and the current rise is shown for a stationary or stalled motor, which is also worst case.
T is the switching period, which is the reciprocal of the switching frequency. Just taking the falling edge of the current waveform, this is given by the equation
τ is the time constant of the circuit, which is L / R. So the current at time t = T/2 (i1) must be no less than P% lower than at t = 0 (i0). This means there is a limiting condition:
So:
Let’s try some values in this to see what frequencies we get. A Ford Fiesta starter motor has the following approximate parameters:
R = 0.04Ω
L = 70µH
We must also include in the resistance the on-resistance of the MOSFETs being used, say 2 x 10mΩ, giving a total resistance of R = 0.06 Ω.
Percentage
frequency
1
42 kHz
5
8.2 kHz
10
4 kHz
20
1900 Hz
50
610 Hz
A graph can be drawn for this particular motor:
Looking at the above graph, a reasonably low ripple can be achieved with a switching frequency of as little as 5kHz.
Unfortunately, motor manufacturers rarely publish values of coil inductance in their datasheets, so the only way to find out is to measure it. This requires sensitive LCR bridge test equipment which is rather expensive to buy. However, from the 4QD site, they quote the Lynch motor with an inductance of 39µH as being one of the lowest.

3. Speed control circuits

We will start off with a very simple circuit (see the figure below). The inductance of the field windings and the armature windings have been lumped together and called La. The resistance of the windings and brushes is not important to this discussion, and so has not been drawn. Q1 is the MOSFET. When Q1 is on, current flows through the field and armature windings, and the motor rotates. When Q1 is turned off , the current through an inductor cannot immediately turn off, and so the inductor voltage drives a diminishing current in the same direction, which will now flow through the armature, and back through D1 as shown by the red arrow in the figure below. If D1 wasn’t in place, a very large voltage would build up across Q1 and blow it up.
It may help to introduce some terminology here. The Motor Driver Terminology page defines some terms.

4. Regeneration

In this circuit, energy can flow only one way, from the battery to the motor. When the speed demand of the motor drops suddenly, the momentum of the robot will drive the motor forwards, and the motor will act as a generator. In the circuit above, this power cannot go anywhere. Although this isn’t a problem, it is desirable that this power be put back into the battery. This is called regenerative braking and needs some extra components. The following circuit allows regenerative braking:
In this circuit, Q1 and D1 perform the same function as in the previous circuit. Q2 is turned on in antiphase to Q1. This means that when Q1 is on, Q2 is off, and when Q1 is off, Q2 is on.
In this circuit, when the robot is slowing down, Q1 is off and the motor is acting as a generator. The current can flow backwards (because the motor is generating) through Q2 which is turned on. When Q2 turns off, this current is maintained by the inductance, and current will flow up through D2 and back into the battery. A graph of motor current as the motor is slowing down is shown below:
If you are driving starter motors, or any type of series-field motor, regeneration is harder to make work. For a motor to work as a generator, it must have a magnetic field, generated by the field coil. In a series motor this is in series with the armature coil, so to generate a voltage, a suitable current must be flowing. The current that will flow depends on the load, which during regeneration is the battery, so it depends on how much the battery is charged up - how much current the battery will draw into it. Alternatively, a dummy resistive load can be switched in at the approriate time, but this is all a little too complicated for a robot!

5. Reversing

To reverse a DC motor, the supply voltage to the armature must be reversed, or the magnetic field must be reversed. In a series motor, the magnetic field is supplied from the supply voltage, so when that is reversed, so is the field, therefore the motor would continue in the same direction. We must switch either the field winding’s supply, or the armature winding’s supply, but not both. One method is to switch the field coil using relays:
When the relays are in the position shown, current will flow vertically upwards through the field coil. To reverse the motor the relays are switched over. Then the current will be flowing vertically downwards through the field coil, and the motor will go in reverse.
However, when the relays open to reverse the direction, the inductance of the motor generates a very high voltage which will spark across the relay contact, damaging the relay. Relays which can take very high currents are also quite expensive. Therefore this is not a very good solution. A better solution is to use what is termed a full-bridge circuit around either the field winding, or the armature winding. We will put it around the armature winding and leave the field winding in series.

6. The full bridge circuit

A full bridge circuit is shown in the diagram below. Each side of the motor can be connected either to battery positive, or to battery negative. Note that only one MOSFET on each side of the motor must be turned on at any one time otherwise they will short out the battery and burn out!
To make the motor go forwards, Q4 is turned on, and Q1 has the PWM signal applied to it. The current path is shown in the diagram below in red. Note that there is also a diodee connected in reverse across the field winding. This is to take the current in the field winding when all four MOSFETs in the bridge are turned off.
Q4 is kept on so when the PWM signal is off, current can continue to flow around the bottom loop through Q3's instrinsic diode:
To make the motor go backwards, Q3 is turned on, and Q2 has the PWM signal applied to it:
Q3 is kept on so when the PWM signal is off, current can continue to flow around the bottom loop through Q4's intrinsic diode:
For regeneration, when the motor is going backwards for example, the motor (which is now acting as a generator) is forcing current right through its armature, through Q2's diode, through the battery (thereby charging it up) and back through Q3's diode:

6.1. Reducing the heat in the MOSFETs

When the MOSFETs in the diagrams above are on and current is flowing through them in a top-to-bottom direction, they have a very low resistance and are dissipating hardly any heat at all. However, when the current is flowing bottom-to-top through the intrinsic diodes, there is a fixed voltage across them - the voltage drop of a diode, about 0.8 volts. This causes quite a large power dissipation (volts x amps). A feature of MOSFETs is that they will conduct current from source to drain as well as drain to source, as long as the Vgs is greater than 10-12 volts. Therefore, if the MOSFETs that are carrying reversed current through their diodes are turned on, then they will dissipate a lot less heat. The heat will be dissipated in the wires and the motor itself instead. This extra switching is performed by the TD340 full bridge driver.
 

7. Generating PWM signals

The PWM signals can be generated in a number of ways. It is possible that your radio receiver already picks up a PWM waveform from the handest transmitter. If there is a microcontroller on the robot, this may be able to generate the waveform, although if you have more than a couple of motors, this may be too much of a load on the microcontroller’s resources. Several methods are described below.

7.1. Analogue electronics

The PWM signal is generated by comparing a triangular wave signal with a DC signal. The DC signal can range between the minimum and maximum voltagesof the triangle wave.
When the triangle waveform voltage is greater than the DC level, the output of the op-amp swings high, and when it is lower, the output swings low. From the graph it can be seen that if the DC level went higher, the pulses would get even thinner.
An example circuit for this is shown below. This uses a counter and weighted resistor ladder to generate the triangle wave (in fact it will generate a sawtooth, but you'll still get a PWM signal at the end of it). The actual resistor values which are unavailable (40k, 80k) can be made up with 20k resistors, or close approximations can be used, which may distort the sawtooth somewhat, but this shouldn't matter too much.
The 74HC14 is a Schmitt input inverter, which is connected to act as a simple oscillator. The frequency of oscillation is roughly
f = 1/(2.PI.R.C)
but it doesn’t matter a great deal within a few tens of percent. This square wave generated feeds the 74HC163 binary 4-bit counter. All the preset and clear inputs of this are disabled, so the outputs, QA to QD just roll around the binary sequence 0000 to 1111 and rollover to 0000 again. These outputs, which swing from 0v to +5v are fed into a binary weighted summer amplifier, the leftmost LM324 opamp section with the 80k, 40k, 20k and 10k resistors. The output voltage of this amplifier depends on the counter count value and is shown in the table below as Amp1 output. The opamp following this just multiplies the voltage by -½ , to make the voltage positive, and bring it back within logic voltage levels, see the Amp2 output column in the table.
 
Counter value
Binary value
Amp1 output (Volts)
Amp2 output (Volts)
0
0000
0
0
1
0001
-0.625
0.3125
2
0010
-1.25
0.625
3
0011
-1.875
0.9375
4
0100
-2.5
1.25
5
0101
-3.125
1.5625
6
0110
-3.75
1.875
7
0111
-4.375
2.1875
8
1000
-5
2.5
9
1001
-5.625
2.8125
10
1010
-6.25
3.125
11
1011
-6.875
3.4375
12
1100
-7.5
3.75
13
1101
-8.125
4.0625
14
1110
-8.75
4.375
15
1111
-9.375
4.6875
The final, rightmost, opamp compares the voltage with the demand voltage input, which ranges from 0v to 4.6875v, where 0v represents 0% PWM ratio and 4.6875v represents 100% PWM ratio. This demand voltage may range from –12v to +12v but only the 0 to 4.6875 range will adjust the PWM ratio.

7.2. PWM generator chips

There are ICs available which convert a DC level into a PWM output. Many of these are designed for use in switch mode power supplies. Examples that could be used are:
Manufacturer
IC
Normal use
SGS Thomson 
SG1524,SG1525... 
SMPS 
Maxim 
MAX038
Signal generation 
Alternatively, a MOSFET driver which includes a PWM generator can be used. I know of only one which is not yet released! The SGS Thomson TD340.
 

7.3. Digital method

The digital method involves incrementing a counter, and comparing the counter value with a pre-loaded register value. It is basically a digital version of the analogue method above:
The register must be loaded with the required PWM level by a microcontroller. It may be replaced by a simple ADC if the level must be controlled by an analogue signal (as it would from a radio control servo). This method is only really practical if a microcontroller is being used in your robot, which can preload the register easily.

7.4. Onboard microcontroller

If you have chosen to use an onboard microcontroller, then as part of your selection process, include whether it has PWM outputs. If it has this can greatly simplify the process of generating signals. The Hitachi H8S series has up to 16 PWM outputs available, but many other types have two or three.

8. Interfacing to the high power electronics

There are two sides to the electronics: the low-power side, and the high-power side. The low power electronics includes any onboard microcontroller, the radio control receiver, and PWM generators. The high-power side includes the MOSFET drivers, the MOSFETs themeselves, and any solenoid or pump drivers that you may have. Basically anything that is switching large currents. The low-power electronic devices may be quite sensitive to noise spikes on the power rails, and may malfunction or even be destroyed. It is a good idea to isolate the low-power electronics from the high-power electronics using what is known as opto-isolators or opto-couplers, two names for the same thing! For more information about these, there is a chapter on it here

9. Interfacing to the radio control receiver

Many roboteers will be using commercial radio control sets. The receivers of these generally connect to servos, which respond to the radio signal (which may also be PWM):
You may be able to tap into the PWM signal which comes out of the radio receiver before it goes into the servo, and use this to drive the input to the MOSFET driver. However, this gives you no choice of switching frequency. Alternatively, the potentiometer can generate a voltage to feed into the PWM generator.
If you are unsure about your servos, or want to modify them, there is an introduction to them on the Seattle Robotics Society page here.
A more advanced method if you have a microcontroller on board the robot is to take the PWM signal from the radio receiver and connect it to a timer input of the micro. The microcontroller should be able to decode this waveform, and generate a proportional analogue output value (if it has ADCs, or if an external ADC is fitted). Another even more advanced method is to send serial communications data through the radio channel. The radio control handset will need to have a microcontroller in. The microcontroller should read the pots and switches on the handset, and send suitable commands out of its UART. This connects to the radio transmitter. At the receiver, the demodulated output is sent to the robot's microcontroller's UART, and the data is decoded. There is a whole chapter on using embedded microcontrollers in a robot here

10. Current limiting

Current limiting is absolutely essential. If the motor is stalled, it can take huge currents which would destroy the MOSFETs very quickly. The form of current limiting presented here is to measure the current that the motor is taking, and if it is above a preset threshold, turn the MOSFETs in the bridge off. If you have a microcontroller on board which generates the PWM ratio, it would be an advantage if the software could detect the over- current status, and reduce the PWM ratio by, say, 10%. A circuit to perform this function is shown below.
This circuit shows just the upper MOSFETs of the bridge being driven for simplicity. The lower MOSFETs are not turned off during a current limit. There is only one sense resistor required for each motor, and that should be connected immediately from the battery positive terminal.

Circuit description

The voltage dropped across the sense resistor is amplified by U1A, which is connected in a differential amplifier circuit. The gain of this is 480k / 1k which is 480. This is a very large gain because the voltage dropped across the sense resistor will be very small. The output of the differential amplifier is then heavily low pass filtered by RxCx. This is because there will be a lot of noise coming from the motor, and we do not want to limit the current if we don't need to. D13 is present to make sure that no negative spikes can affect the following circuitry. U2B compares the filtered signal with a preset value (represented here by V5), and if the current is too high (i.e. the signal is greater than V5), U2B will turn Q1 and Q2 on which clamps the PWM signals from the PWM generator. This will force the MOSFET driver to turn the MOSFET off. Q1 must be repeated four times, one for each of the MOSFET driver channels, but all four transistors can be driven from U2B. D11, R14 and C4 make sure that the MOSFET doesn't turn back on straight away, but takes a few milliseconds. This stops the MOSFET being rapidly turned on and off.

10.1. The shunt resistor

The shunt resistor R7 in the cicuit must be a very low value if we want large currents to be able to flow, up to 100 Amps for example. It must not drop too much voltage, thereby robbing power from the motor, and it must be capable of dissipating the power without buring out when large currents are passed through. Some suitable resistors are available from Farnell, code 156-267. These are still too large a resistance (and too low power), so we can place eight in parallel. The power handling capabilty is then increased eightfold, and the resistance decreased eightfold. An alternative is to use a piece of wire of an appropriate thickness and length. This can be calculated using the data on this web site.
A simulation of the current limiting part of this circuit is shown in the diagram below. The V5 threshold voltage was chosen to set a current limit of 30 Amps. The square wave is the PWM voltage (MOSFET gate voltage), and the slopey waveform is the drain (motor) current. The spikey bits at the top of the slopey waveform is when the current limiting is switching in and out.

 
There is an in-depth document here which describes sense resistors in detail.
Some circuits you may see sample the current going through the main power MOSFET by placing a much lower power MOSFET in parallel with it. There is a circuit on the 4QD site which does this here. This works OK, but the problem is the actual limiting current is dependant on the value of Rds(on) of the MOSFET. If Rds(on) was only half the value we were expecting it to be, then twice as much current would flow before the limiting circuit took effect. Also the Rds(on) value depends very much on the current that is passing through the MOSFET, and on the temperature. Any variation in Rds(on) will change the limiting current.
The Rds(on) figure is quoted as a maximum value on the datasheet, but it is not a design-safe parameter. This means that it is not within defined limits which are published on the datasheet. For example, CMOS digital logic guarantees that the output voltage, Vo, will be between Vcc-0.5v and Vcc, and that figure can be used to design circuits which rely on that figure. However, with Rds(on), we only know that it will be between 0 and the quoted value. We cannot rely on a minimum value of it, yet it is the minimum value which controls the current limit. Therefore, using a separate shunt resistor is a much safer method.
One problem with the circuit presented above is that you may want to provide a larger current during acceleration, or in emergencies. This can be solved by disabling the current limiting using a separate line from any onboard microcontroller, or by adding a circuit which allows an over-current condition for just a short time. The amount of time that this is allowed must be carefully calculated to prevent damage to the MOSFETs, and must take into account the cooling system that you have provided.
An alternative to using the op-amp differential amplifier circuit used above is to use an integrated current sense monitor IC. Several companies make these, I have used the Zetex ZXCT1010. Zetex's range of current monitors can be found here.

10.2. Current limited torque speed characteristics

If a DC motor is being driven by a speed controller with current limiting active, what happens to the torque speed characteristic graph? The DC Motors page describes the normal motor torque speed graph, and how the torque of a permanent magnet DC motor is proportional to the current. If the current is limited however, the torque must also be limited, at the value coincident with the limited current on the torque-current graph. The effect that this has on the torque speed graph is shown below:
As the load torque increases, the speed drops - we are following the line in the torque speed characteristic from the left hand side towards the right, drooping down. This is the same as the uncontrolled motor. The motor torque always equals the load torque when the motor is running at constant speed (this follows from Newton's first law - "An object in motion tends to stay in motion with the same speed and in the same direction unless acted upon by an unbalanced force." The motor torque and load torque must be balanced out if the speed is not changing).
Let's call the current limit value iL and the equivalent torque value on the torque-current graph at this current is TL. When the load torque exceeds TL, the motor can no longer create an equal and opposite torque, and so the load will push the motor backwards in the opposite direction - we are now following the line as it drops downwards into negative speed.
Let's take an example; an opponent's robot is more powerful than ours (or his current limit is set higher), and we are in a pushing match. As each pushes harder, our speed controller reaches its current limit first. Our robot is now pushing at a constant force (since the motor torque is now constant at its highest value). As the opponent pushes harder, our wheels start to rotate backwards, and the pair of robots accelerates backwards at a rate given by Newton's second law:
F=ma or a=F/m
where F is the difference between the forces of the two robots pushing, and m is the total mass of the two robots.

11. Feedback Speed Control

To stop a robot swerving in an arc when you want it to go forwards, you need to have feedback control of the motor speeds. This means that the actual speed of each wheel is measured, and compared with all the other wheels. Obviously to go in a straight line, the motor speeds must be equal. However, this does not necessarily mean that the speed demand for each motor should be the same. The motors will have different amounts of friction, and so a ‘stiffer’ motor will require a higher speed demand to go as fast as a more free-running motor. A block diagram of an analogue feedback speed controller is shown below

The speed demand is a DC voltage, which is fed to the PWM generator for motor A. This drives motor A at a speed dependant on the demand voltage. The speed of motor A is sampled using an optical encoder. This has a frequency output, which is proportional to the speed of the motor.
If we assume that motor B is already running at some speed, then the optical encoder on its shaft will be producing a frequency also. The phase comparator compares the two frequencies, effectively comparing the speeds of the two motors. Its output is a signal which gets larger as the two input frequencies get further apart. If the two frequecies are the same, it has a zero output.
The integrator adds the output of the phase comparator to whatever its output was before. For example, if the integrator output was previously 3 volts, and its input is 0 volts, then its output will be 3 volts. If its input changed to –1 volts, then its output would change to 2 volts.
Let’s assume that motor B is running slower than motor A. Then the output of the phase comparator will be positive, and the output of the integrator will start to rise. The speed of motor B will then increase. If it increased to a speed greater than that of motor A, then the output of the phase comparator would become negative, and the output of the integrator would start to fall, thereby reducing the speed of motor B. In this manner, the speed of motor B is kept the same as the speed of motor A, and the robot will go in a straight line (as long as its wheels are the same size!).
This method can be expanded to use any number of wheels. One motor will always be the directly driven one (in this case motor A), and the others will have their speed locked to this one. Note that if the directly driven motor is faster, or more free-running, than the others, then when it is driven at its fastest speed (the PWM signal is always ON), then the other motors will never be able to keep up, and the robot will still swerve. It is best, therefore, to directly drive the slowest motor.
An analogue feedback speed controller such as this is quite difficult to make, and keep stable. It is easier to perform this function using software in an onboard microcontroller....

11.1. Software feedback speed control

To perform the same function as described above in software requires that the software has digital representation of the speed of each wheel, and can finely control the width of the PWM signal sent to each wheel. To get the speed of each wheel, an optical encoder must be used as in the analogue method, but the output of it must be sent to the microcontroller. This is achieved using a counter, clocked by the speed controller, which the microcontroller can read, and can clear. At regular intervals, the microcontroller must read the counter, then clear it. The interval depends on the maximum speed of the robot, the diameter of the wheel, the number of slots in the speed encoder’s disc, and the number of bits of the counter. A complete design using this technique is being worked on and will be presented here when it is complete.

11.2. Speed encoders

To start with, we need a device that will measure the speed of the motor shaft. The best way to do this is to fit an optical encoder. This shines a beam of light from a transmitter across a small space and detects it with a receiver the other end. If a disc is placed in the space, which has slots cut into it, then the signal will only be picked up when a slot is between the transmitter and receiver. An example of a disc is shown below
A suitable encoder is available from Maplin, code CH18U for about £2 each
The encoder transmitter must be supplied with a suitable current, and the receiver biased as below:
This will have an output which swings to +5v when the light is blocked, and about 0.5 volts when light is allowed to pass through the slots in the disc. These voltages are comptible with normal digital circuitry. However, because this device is right next to a DC motor, which generates a lot of electrical noise (since it is switching high currents at the commutator into the inductive windings – hence high voltages and sparks!), the output must be low-pass filtered. The phase comparator should have as little noise as possible at its inputs.
The cutoff frequency for the filter is determined by how many slots are in the disc, and by how fast the disc (and hence the wheel) is intended to rotate. It is given by the equation
where sw is maximum speed of the wheel in rpm, and n is the number of slots in the disc. The filter can be made from a simple RC circuit as follows:
Then the R and C values chosen such that
For example, if the maximum wheel speed is 10rpm, and there are 12 slots in the disc, then RC = 0.08, so suitable values of R and C might be 8k2 and 10uF.
An alternative way to measure the speed is using a magnetic sensing device. If your motor or gearing has steel teeth, then sensors are available that can detect and count these as they go by. The Infineon TLE4942 is such a device. I will not go into this anymore since the datasheet at that link describes how to use the device.








Berbagi Yuk!


Basic Aircraft

Dasar Pesawat Terbang

Pesawat terbang, sebuah kendaraan yang digerakkan oleh motor yang dapat terbang diudara karena adanya dukungan reaksiudara terhadap sayapnya. Pesawat terbang adalah lebih berat dari udara, tidak sama seperti balon udara dan kapal terbang, yang lebih ringan dari udara. Pesawat terbang juga berbeda dari pesawat lain yang lebih berat dari udara seperti helicopter, karena mempunyai sayap yang tetap, mempunyai control kemudi, bagian-bagian yang dapat bergerak pada bagian sayap dan ekor yang memungkinkan untuk mengarahkan penerbangannya, dan juga motor/engine yang memungkinkan untuk terbang datar atau menanjak.

Pesawat terbang modern mulai dari Ultra light yang hanya berbobot sekitar 46 kg (100 pound) yang hanya membawa satu penumpang (seorang pilot saja) sampai pesawat jumbo jet yang mampu membawa sampai beberapa ratus orang dan mempunyai berat sekitar 454 metric ton.

Pesawat terbang digunakan untuk tujuan khusus. . Sekarang ini terdapat pesawat-pesawat yang dirancang hanya untuk mendarat didaratan, mendarat dilaut, amphibi dan pesawat yang dapat tinggal landas tegak lurus baru terbang mendatar seperti Sea Harrier yang dapat mendarat di landasan didarat atau mendarat di kapal induk. 

BAGAIMANA PESAWAT TERBANG DAPAT TERBANG

Sebuah pesawat terbang dapat terbang karena sayapnya menimbulkan gaya angkat/lift, suatu gaya yang mendorong pesawat keatas ketika bereaksi dengan aliran udara yang mengalir padanya. Sayap mengatur aliran udara yang mengalir melaluinya. Bentuk sayap sangat berpengaruh terhadap kemampuan sayap menimbulkan gaya angkat/lift. Kecepatan maju/terbang dan sudut dimana sayap bertemu dengan aliran udara juga memberi tambahan terhadap lift yang ditimbulkan.

Sayap pesawat menekan udara yang mengalir melaluinya dan sebagai reaksi udara mendorong sayap keatas. Bila pesawat terbang datar atau menanjak,bagian depan dari sayap berada lebih tinggi daripada bagian belakangnya. Sudut yang dibentuk sayap dengan aliran udara disebut ANGLE OF ATTACK atau sudut serang.. Ketika sayap bergerak diudara sudut ini menekan aliran udara dibawahnya. Udara yang mengalir diatas sayap juga disalurkan kebawah ketika melalui bentuk bagian atas sayap. Semakin curam sudut serang akan menyebabkan semakin besar tekanan terhadap aliran udara yang melaluinya. Seorang sarjana fisika inggris yang bernama Isaac Newton dalam teory yang dikarangnya mengatakan Setiap ada aksi akan terjadi reaksi yang sama besarnya, (Hukum Newton yang ke- III ). Dalam hal ini karena sayap menekan udara kebawah, akan terjadi reaksi udara menekan sayap keatas, dan reaksi ini disebut Lift yang mendorong pesawat keatas.

Lift juga dijelaskan oleh seorang sarjana lain yang bernama Bernoulli yang menyatakan bahwa udara yang bergerak cepat tekanannya lebih kecil dibandingkan dari udara yang bergerak lambat. Udara yang bergerak pada bagian atas sayap akan lebih cepat dibandingkan aliran udara pada bagian bawah sayap. Ini dinyatakan dalam persamaan Bernoulli.
Lift adalah salah satu gaya , dari empat gaya yang bekerja pada pesawat terbang.Gaya-gaya lainnya adalah Weight/gaya berat, Thrust/gaya dorong, dan Drag/gaya hambat.
Weight/gaya berat adalah gaya yang berlawanan dengan lift. Gaya berat ini harus dapat diatasi oleh lift yang dihasilkan oleh sayap.Sebagai contoh, bila berat pesawat adalah 4,5 metric ton,maka lift yang harus dihasilkan harus lebih besar dari 4,5 metric ton agar pesawat dapat tinggal landas. Pesawat- pesawat modern sayapnya dirancang agar dapat menghasilkan lift yang besar dan dapat terbang tinggi serta jauh jarak tempuhnya.
Thrust atau gaya dorong menyebabkan pesawat dapat maju diudara. Daya ini dihasilkan oleh sistim propulsi/daya dorong yang dihasilkan oleh baling-baling yang digerakkan oleh motor baker atau juga gaya dorong yang dihasilkan oleh motor pancar gas/jet.
Gaya yang ke-empat adalah Drag. Drag timbul karena benda bergerak diudara, menyebabkan gesekan dan mencoba menyisihkan udara yang dilaluinya.Semakin besar bentuk suatu benda yang bergerak diudara, semakin besar pula drag yang dialaminya.Maka dalam ilmu aerodinamik, pesawat dibuat agar sedikit mungkin mengalami drag dan bentuk ini disebut aerodinamik agar mudah bergerak diudara.
Untuk mengatur keseimbangan dari keempat gaya ini adalah suatu tantangan bagi suatu penerbangan. Bila gaya dorong lebih besar dari drag maka pesawat akan laju terbangnya. Bila lift lebih besar dari weight, maka pesawat akan menanjak.Seorang pilot harus mengatur gaya-gaya ini apabila dia ingin turun atau naik,maju dengan cepat atau melambat.
BAGIAN-BAGIAN PESAWAT TERBANG

Hampir semua pesawat terbang mempunyai bagian-bagian seperti : Fuselage (badan pesawat), Wing (sayap), Tail ( Bagian ekor), Landing Gear ( alat pendarat),  Control Surfaces ( bidang-bidang kemudi) yang terpasang pada sayap dan bagian ekor.

Fuselage (badan Pesawat)

Fuselage adalah bagian utama cabin atau badan pesawat. Umumnya fuselage terdiri dari cockpit dan cabin. Cabin dirancang untuk membawa penumpang, barang atau keduanya. Fuselage juga tempat dari motor pesawt, bahan bakar, peralatan elektronik dan lain-lainnya.


Wing /Sayap

Semua pesawat terbang memiliki sayap. Ada beberapa pesawat yang hampir seluruhnya berupa sayap dengan cockpit kecil untuk tempat penerbang. Beberapa malahan hanya memiliki sayap yang kecil-kecil saja, dengan fuselage yang aerodinamis seperti pesawat angkasa luar/roket.

Sebelum abad 20, sayap terbuat dari rusuk-rusuk yang terbuat dari kayu dan bagian yang memanjang yang dibungkus kain khusus yang disebut fabric, dijahit dan kemudian disemprot dengan bahan pengeras agar kaku dan tegang. Bahan-bahan ini cukup ringan dan dapat dibuat cukup lebar agar dapat menimbulkan gaya angkat yang cukup besar.
Pada pesawat-pesawat yang pertama, rata-rata memiliki dua buah sayap atau bahkan tiga sayap yang disusun dari atas kebawah, yang diperkuat dengan cara rentangan kawat antara satu sayap dengan lainnya.Bentuk seperti ini cukup besar menimbulkan drag, sehingga para teknisi pesawat terbang mulai merancang pesawat terbang dengan hanya satu sayap saja (monoplane).

Setelah perang dunia pertama (1914 – 1918) , pesawat mulai dirancang dengan menggunakan baja dan aluminium dan dengan teknik terbaru maka dapat dihasilkan bukan hanya sayapnya saja yang terbuat dari gabungan baja dan aluminium, juga fuselagenya, sehingga dapat dipasangi alat pendarat, bahan bakar dan bahkan senjata.

Susunan Bagian Ekor

Kebanyakan pesawat terbang memiliki bagian ekor yang dipasang dibagian belakang dari fuselage, yang terdiri dari penyeimbang vertikal dan horizontal ( vertical and horizontal stabilizer), yang bebrbentuk sayap kecil dengan kemudi arah (Rudder) dan kemudi tinggi (elevator) Bagian ekor biasa disebut EMPENNAGE.

Stabilizer diperlukan agar pesawat terbang dapat terbang dengan stabil. Rudder digunakan untyuk membelokkan pesawat. Dalam membelok biasanya pesawat juga miring dalam gerakan membeloknya. Gerakan hidung kekanan dan kekiri biasa disebut gerakan YAW. Gerakan rudder dilakukan dengan menggunakan pedal pada bagian lantai yang didorong oleh kaki pilot. Elevator terletak pada bidang horizontal stabilizer untuk mengontrol gerakan naik dan turun atau disebut PITCHING, atau menggerakkan hidung pesawat  naik dan turun. Pilot menggerakkan pesawat naik/turun dengan menggunakan stick atau control column.

Alat pendarat (Landing Gear)

Pesawat terbang harus mempunyai alat pendarat atau landing gear. Pesawat-pesawat modern memiliki alat pendarat atau roda pendarat yang dilengkapi dengan ban, rem                                       
sesuai  kebutuhan. Ban Pesawat harus mampu menahan beban sampai diatas 454 metric ton dan dengan kecepatan kira-kira 322 km/jam (200 mph) ketika mendarat. Rem sering diperlengkapi dengan sistem anti skid untuk mengatasi bilamana landasan basah atau lapisan es.
Kebanyakan pesawat sekarang landing gearnya retracable atau dapat disimpan ketika telah tinggal landas. Hal ini mengurangi drag yang ditimbulkan aliran udara.

Komponen-komponen control

Pesawat terbang mempunyai gerakan-gerakan yang berporos pada tiga sumbu, yaitu sumbu longitudinal yang memungkinkan pesawat berguling kekiri atau kekanan yang diatur oleh kemudi yang dinamakan Aileron. Setiap bagian sayap, kiri dan kanan mempunyai sebuah aileron yang gerakannya berlawanan. Bila aileron kiri bergerak kebawah, aileron kanan bergerak keatas, sehingga pesawat dapat berputar pada umbu longitudinal. Sumbu berikutnya adalah sumbu vertical yang memungkinkan pesawat bergerak kekiri atau kekanan yang dikontrol dengan rudder. Rudder terletak pada bidang ekor tegak/vertical stabilizer. Sumbu berikutnya adalah sumbu lateral, sehingga pesawat dapat bergerak menukik atau menanjak, yang dikontrol oleh bidang kemudi elevator. Kemudi-kemudi ini disebut kemudi utama (Primary Control Surface). Pada pesawat-pesawatyang lebih modern, terdapat kemudi control tambahan yang disebut Secondary control surfaces yang terdiri dari Flaps, Slats, trim tab,spoiler dan speed brake. Flap dan slat digunakan selama take off dan landing untuk mendapatkan tambahan gaya angkat/lift pada wings dengan kecepatan rendah.Flaps dapat terletak di belakang atau didepan sayap.Leading edge slat biasa dipasang dibagian sayap depan sayap pada kecepatan rendah untuk merubah arah aliran udara pada sayap dan menambah lift. Flap juga sering digunakan untuk menambah drag dan memperlambat pesawat selama pendekatan untuk mendarat.

Trim tab adalah kemudi kecil yang dipasang pada kemudi utama. Digunakan untuk mengontrol dan menjaga agar arah pesawat tetap pada tujuan, tanpa menggerakkan kemudi utama, atau tepatnya sebagai kemudi halus.

Instrument
Penerbang pesawat bergantung pada instrument di cockpit untuk memonitor sistem pada pesawat terbang, untuk mengontrol pesawat dan bernavigasi.

Sistem instrument akan memperingatkan pilot tentang kondisi motor pesawat, sistem listrik pesawat,sistem hidraulik dan sistem bahan baker. Pada pesawat dengan piston engine, instrument digunakan untuk memonitor engine dan juga temperature gas buang, tekanan oli dan temperature. Pada motor jet, instrument memonitor kecepatan putar rotor compressor dan turbine, temperature dan aliran bahan baker.

Flight instrument, digunakan untuk memonitor arah, ketinggian, kecepatan dan sikap pesawat terbang. Instrument ini terdiri dari airspeed indicator,artificial horizon,altimeter,compass dan lain-lain.

Pesawat-pesawat juga memiliki instrument navigasi untuk membantu dalam navigasi pesawat.. Pesawat-pesawat modern sekarang banyak mengunakan navigasi satelit yang menggunakan computer. Sistim navigasi satelit ini disebut Global Positioning System (GPS), yang dikembangkan oleh tentara Amerika Serikat, yang sekarang digunakan juga oleh penerbangan sipil. Sistem ini mampu memandu gerakan pesawat sampai hanya beberapa meter saja, dengan ketepatan yang tinggi.Dalam kondisi cuaca buruk, dimana jarak pandangan  terbatas, pesawat mengunakan ILS ( Instrument Landing System) untuk memandu dalam pendaratan. Semakin modern sebuah pesawat, semakin kompleksistem intrumentasinya sehingga menambah keselamatan dan kenyamanan penerbangan.


Tenaga pendorong ( Propulsi)

Pesawat terbang menggunakan motor piston atau juga jet untuk sebagai tenaga pendorongnya. Pada pesawat yang kecil-kecil yang menggunakan piston engine, piston engine memutar propeller/baling-baling baik yang ditempatkan didepan atau dibelakang motor untuk menimbulkan daya dorongnya. Pada pesawat yang besar-besar, digunakan turbine engine, baik untuk memutar propeller melalui roda-roda gigi (gear box) atau menggunakan semburan gas panas untuk menimbulkan tenaga pendorong. Tenaga pendorong harus cukup besar untuk menggerakkan pesawat yang berat maju kedepan melalui aliran udara.

Pada awalnya pesawat menggunakan motor baker yang biasa disebut piston engine. Piston engine adalah motor yang rumit dengan pembuatan yang teliti dan tepat, tetapi dengan perkembangan teknologi penerbangan, kebanyakan pesawat sekarang menggunakan jet engine.

Turbine atau jet engine menggunakan prinsip teory Newton yang ketiga yang menyatakan bahwa bilamana ada aksi pasti timbul reaksi yang sama besar. Motor jet mengisap udara dari depan, memutarnya menggunakan beberapa tingkat compressor, dicampur dengan bahan baker, dibakar dan hasil pembakarannya menimbulkan gaya dorong kedepan melalui semburan kebelakang. Pada motor turbine gas, udara tetap merupakan kebutuhan utama untuk terjadinya proses pembakaran. Tanpa udara atau bilamana kepadatan udara menipis, maka daya dorong yang dihasilkan juga sedikit. Pada motor roket, yang digunakan pada penerbangan luar angkasa, maka roket membawa sendiri udara yang dibutuhkan untuk pembakaran dalam bentuk udara cair atau bahan baker padat.

Ada beberapa jenis jet engine. Yang paling sederhana adalah Ramjet yang menggunakan kecepatannya untuk mengisap/memasukan udara dengan kecepatan tinggi, tanpa
                                                                
menggunakan compressor. Jenis ini untuk menerbangkannya diperlukan bantuan untuk meluncurkannya pada ketinggian tertentu, atau melalui katapult agar didapatkan udara yang berkecepatan tinggi untuk pembakaran.

Sistem Turbojet tetap berdasar pada Ramjet, namun untuk mendapatkan udara yang berkecepatan dan bertekanan digunakan beberapa tingkat compressor, sebuah ruang baker dan pipa gas buang. Udara diisap, dicampurdengan bahan baker, dibakar lalu dengan kuat disemburkan kebelakang sehigga pesawat terdorong kedepan.

Pada pesawat-pesawat modern, digunakan turbo fan jet, atau fan jet, yaitu dengan menambahkan sebuah fan yang cukupbesar pada bagian depan motor. Ketika berputar, fan ini mengisap sejumlah besar udara, sebagian kecil digunakan untuk proses pembakaran, sebagian besar disemburkan kebelakang. Kedua aliran udara, baik hasil semburan fan dan hasil proses pembakaran digabungkan menghasilkan daya dorong yang besar, namun kurang rebut (suara lebih halus daripada turbinjet murni)’

Ada juga motor jet yang digunakan untuk memutar propeller/baling-baling. Jenis ini disebut Turbo propeller atau Prop jet. Jenis ini digunakan bila diinginkan kecepatan pesawat sedang-sedang saja dengan ketinggian  dan kecepatan yang lebih rendah sampai sekitar 640 km/jam.

Jenis-jenis Pesawat Terbang

Banyak jenis pesawat terbang, antara lain : Pesawat yang mendarat didarat ( Land Plane), pesawat yang mendarat dilaut ( Sea plane), amphibi ( Dapat mendarat didarat dan juga diair) , Dapat tinggal landas dan mendarat secara vertical (Vertical take off and landing= VTOL), tinggal landas dan mendarat dengan landasan yang pendek ( Short take off and landing = STOL) dan pesawat luar angkasa (space shuttle) yang semuanya menggunakan technology yang hamper sama, yang membedakannya adalah kemampuan dan jarak jangkaunya.

Kelas-kelas Pesawat terbang

Pesawat-pesawat terbang dikelompokan dalam beberapa kelas antara lain, pesawat komersial, pesawat militer dan pesawat umum.

Kenapa Pesawat Bisa Terbang dan Mendarat  : Kenapa Pesawat Bisa Terbang Jika anda pernah melihat pesawat terbang dapat melakukan take off dan mendarat pada suatu bandara, anda tahu bahwa itu suatu yang ajaib pada dahulu kala. Tetapi saat ini badan pesawat jumbo jet modern dapat terbang dengan mudahnya. Sebagai contoh sebuah 747-400 mempunyai panjang 70,6 meter (231 kaki, 10 inci) dengan rentangan sayap 64,4 meter (211 kaki, 5 inci). Ekor pesawat setara dengan gedung berlantai enam. Wright bersaudara pertama terbang pada Kitty Hawk yang mempunyai panjang 45 meter (150 kaki), dengan massa pesawat sekitar beberatus kilogram. Pesawat kargo dapat membawa lebih dari 38.000 kg (85.000 lbs) dan massa yang berat ini menambah gaya tarik gravitasi yang dapat menekan udara di kala terbang. Dan sekarang 747 dapat terbang dengan mudah dengan kecepatan 917 km/jam (570 mph).
Bagaimana benda bermassa besar dapat terbang di udara? Pesawat terbang memanfaatkan dua gaya, gaya angkat dan gaya dorong, yang memungkinkan pesawat dapat melakukan take off dan terbang di udara.

Sayap
Sebuah pesawat terbang memberikan gaya angkat yang dibutuhkan untuk terbang. Gaya angkat terjadi oleh aliran udara dari bagian depan di sekitar sayap. Kuncinya terletak pada bentuk dari sayap: yang melengkung pada bagian atas dan relatif rata pada bagian bawah. Ini artinya aliran udara yang melintas pada bagian atas berbeda dengan bagian bawah dari sayap.

Saat udara menerpa bagian atas sayap, menyebabkan aliran melintas menjauhi sayap. Karena bentuk lengkungan pada sayap pada bagian atas menyebabkan daerah tekanan rendah tercipta. Perbedaan tekanan bagian atas dan bagian bawah akan menciptakan gaya angkat pada sayap.

Mesin Jet
Untuk bergerak ke depan melintasi udara pesawat terbang menggunakan daya dorong yang dihasilkan mesin. Hampir semua pesawat terbang komersial menggunakan mesin jet yang biasa disebut turbofans. Turbofans adalah salah satu dari keluarga mesin yang disebut mesin turbin gas.

Udara dingin dimasukkan pada bagian depan dengan menggunakan sudut-sudut besar (biasanya berdiameter lebih dari 3 meter). Udara yang dimasukkan ke dalam mesin dan menekan ke luar dengan menghasilkan gaya dorong.

Udara mengalir melalui sudut-sudut pada mesin yang biasa disebut kompresor. Kompresor menekan udara dan mengalir ke ruang pembakaran dengan menaikkan tekanannya terlebih dahulu. Di dalam ruang pembakaran, udara dicampur dengan bahan bakar kemudian dibakar menyebabkan letupan yang terkendali. Panas yang terjadi pada ruang pembakaran menyebabkan adanya ekspansi termal yang sangat cepat dan keluar ke bagian belakang mesin. Saat keluar dari ruang pembakaran udara panas melintasi  turbin menghasilkan gaya dorong. Turbin yang terhubung akan berputar agar kompresor dapat bekerja memasukkan udara dingin pada bagian depan, sehingga proses tersebut dapat dilakukan berulang-ulang secara kontinu.

Pengendali
Pada saat terbang pilot harus mengubah bentuk sayap agar pesawat dapat dikendalikan. Untuk melakukan ini dia memakai bagian sayap yang dapat digerakan yang biasa disebut permukaan control. Ini akan mengubah perggerakan udara yang melintas pada permukaan sayap dan juga mengubah arah penerbangan.
Untuk melakukan gerakan ke turun atau naik, tuas pilot menggerakan panel pada bagian ekor yang biasa disebut elevator. Jika tuas pilot digerakan ke belakang maka panel pada bagian depan elevator akan naik dan menyebabkan aliran udara menekan bagian ekor ke atas sehingga pesawat akan naik. Jika tuas pilot digerakan ke depan maka panel pada bagian depan elevator akan turun dan menyebabkan aliran udara menekan bagian ekor ke bawah sehingga pesawat akan turun.

Untuk menggerakan pesawat agar pesawat miring terhadap permukaan bumi, pilot menggerakan panel pada bagian ujung dari sayap yang disebut ailerons. Untuk tuas pilot ke kiri akan menggerakan ailerons bagian kiri ke atas akan menyebabkan sayap sebelah kiri turun. Pada saat yang sama, ailerons pada sayap kanan bergerak ke bawah menyebabkan sayap sebelah kanan ke atas. Kombinasi dua gaya akan menyebabkan gerakan bidang pesawat miring terhadap permukaan bumi. Demikian pula, untuk kasus tuas pilot digerakan ke kanan akan meggerakan pesawat miring ke kanan terhadap permukaan bumi.

Saat membelok, pilot juga menggunakan stabiliser vertikal pada bagian ekor pesawat. Saat belok ke kiri, stabiliser bergerak ke kiri. Bagian ekor ini berbentuk seperti sebuah sayap terletak pada vertikal terhadap bidang pesawat, yang dapat digerakan ke kanan dan ke kiri.  Sehingga dapat membantu pembelokan pesawat ke kanan dan ke kiri.

Saat melakukan take off bagian flaps membuat daerah permukaan sayap lebh besar dan lebih lengkung, sehingga memberikan daya angkat lebih pada sayap.

Dari penjelasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa ada 4 gaya yang menyebabkan pesawat dapat terbang, gaya dorong (Thrust), gaya hambat (Drag),gaya angkat (Lift), dan gaya gravitasi.
  • Jumlah udara yang dialihkan oleh sayap sebanding dengan kecepatan sayap dan kecepatan udara
  • Kecepatan vertikal udara yang dialihkan juga sebanding dengan kecepatan sayap dan sudut terbang
  • Lift sebanding dengan jumlah kali udara yang dialihkan kecepatan vertikal udara
  • Daya yang dibutuhkan untuk mengangkat sebanding dengan kecepatan vertical udara

Kenapa Pesawat Bisa Mendarat

Pesawat mendarat dengan cara mengurangi kecepatan hingga mencapai kecepatan yg aman untuk mendarat kemudian ground pilot yg berada di menara kontrol akan memandu mengenai beberapa hal untuk kelancaran pendaratan. Pesawaat modern dilengkapi dgn navigasi digital yg langsung terhubung dgn satelit untuk memantau titik ordinat pesawat tsb agar tepat berada pada jalur pendaratan virtual jauh sebelum pesawat berada dekat dgn bandara dan ketika pesawa telah mendekati bandara maka lampu pada landasan akan tampak mata sehingga pilot bisa melihat secara kasat mata dan juga secara digital melalui navigasi dan pada akhirnya bisa mendarat dgn baik . Berikut penjelasan lengkap dengan gambarnya.



Pertama, pesawat akan mengeluarkan yang namanya spoiler.
Gunanya untuk mengurangi gaya angkat sehingga pesawat akan lebih cepat turun. Tapi untuk penerbangan normal, spoiler nggak dibuka full. Hanya dibuka-tutup sesekali saja sebelum fase pendaratan. Gambar diatas adalah saat dimana spoiler digunakan untuk pengereman setelah pesawat menyentuh tanah. Penjelasan lebih lanjut ada dibawah

Selanjutnya flap diturunkan. Flap adalah penampang bagian belakang pesawat yang fungsinya adalah menaikkan gaya angkat dan mengurangi kecepatan.


Plain flap adalah jenis flap yang paling sederhana. Biasanya terdapat pada pesawat kecil.
Split flap juga salah satu jenis flap sederhana dan terdapat pada pesawat kecil dan sedang. Contohnya ada pada pesawat Dacota DC-3.

Fowler Flap adalah jenis flap yang paling banyak digunakan pada pesawat komersil karena kemampuannya meningkatkan gaya angkat yang tinggi.

Slotted flap adlah flap yang akan membuat sebuah slot saat digunakan. slot ini berguna untuk mendorong aliran udara turbulen menjadi streamline.


Begitu akan mendekati landasan, maka landing gear diturunkan. Apa fungsinya?? Ya buat alas pesawat itu mendarat

Jadinya akan seperti ini:
Dari gambar diatas, sudah jelas bahwa dengan menggunakan flap maka kecepatan pesawat akan berkurang tanpa kehilangan gaya angkatnya. landing gear yang diturunkan berkontribusi menambah drag yang akan memperlambat laju pesawat.

Selanjutnya mulailah pesawat landing.


Di titik ini, disaat ban pesawat menyentuh ground. secara otomatis, spoiler terbuka full keatas.
spoiler yang terbuka keatas ini akan membantu pengereman pesawat dengan cara menghalangi aliran udara. Begitu pula dengan flap.

Bila agan perhatikan pada beberapa saat setelah ban pesawat menyentuh tanah, maka bagian tengah engine (mesin pesawat) ada bagian yang terbuka.
Atau di jenis pesawat lainnya ada yang membentuk payung seperti ini:

Nah bagian tersebut dinamakan THRUST REVERSER. Yakni sebuah alat yang fungsinya adalah membelokkan arah udara yang ditembakkan engine menjadi kearah depan.
 

Intinya adalah, aliran udara yang dihasilkan engine dibelokkan sedemikian rupa agar arahnya menjadi kedepan. Memang tidak murni 100% berbalik arah, tapi setidaknya resultan gaya yang dihasilkan sudah efektif untuk pengereman.
 Ada satu sistem pengereman lagi yang namanya adalah AUTOBRAKE. Alat ini adalah sistem yang dipasang pada ban pesawat, ini jenis pengereman yang umum digunakan di hampir semua alat transportasi yang mempunyai roda karena menggunakan sejenis kampas rem
 
 struktur ban pesawat terbang  

ban_pesawat2 

Ban adalah peranti yang menutupi velg suatu roda. Ban adalah bagian penting dari kendaraan darat, dan digunakan untuk mengurangi getaran yang disebabkan ketidakteraturan permukaan jalan, melindungi roda dari aus dan kerusakan, serta memberikan kestabilan antara kendaraan dan tanah untuk meningkatkan percepatan dan mempermudah pergerakan.

Ban pesawat terbang dirancang secara khusus untuk mampu menahan beban yang berat, memberikan rasa nyaman pada penumpang, dan bertahan ketika pesawat bergerak di landasan dengan kecepatan yang cukup tinggi. Sebenarnya, ukuran ban pesawat terbang hampir sama dengan ukuran ban mobil. Memang ukuran ini tampak kecil bila dibandingkan dengan ukuran pesawat. Mengapa dipilih ban kecil, sebab ban dengan ukuran yang terlalu besar menyulitkan ban tersebut menahan torsi berat pesawat. 

 ban_pesawat 

Ban pesawat bukan ban yang padat. Di dalamnya ada gas/udara dengan tekanan yang cukup besar, sekitar enam kali lebih besar dari tekanan ban mobil penumpang. Tekanan sebesar ini dibutuhkan untuk menahan berat pesawat yang besar. Kelenturan atau deflection (perbedaan tinggi ban sebelum dan sesudah dipasang) ban pesawat sekitar 2 – 3 kali lebih besar dari ban mobil.
Kelenturan yang tinggi ini membuat penumpang pesawat lebih nyaman ketika pesawat hendak mendarat. Ban pesawat juga diharapkan mampu bertahan ketika pesawat bergerak dengan kecepatan sekitar 340 km/jam atau sekitar dua kali kecepatan maksimum mobil. Jadi, jangan lihat kecilnya, tapi lihat kemapuannya.

Sistem Suspensi (Pegas dan Ban) pada Pesawat Terbang

Suspensi adalah kumpulan komponen tertentu yang berfungsi meredam kejutan, getaran yang terjadi pada kendaraan akibat permukaan jalan yang tidak rata yang dapat meningkatkan kenyamanan berkendara dan pengendalian kendaraan. Sistem suspensi kendaraan terletak diantara bodi (kerangka) dengan roda. Ada dua jenis utama suspensi yaitu :
1. Sistem suspensi dependen atau sistem suspensi poros kaku (rigid)

2. Sistem suspensi independen atau sistem suspensi bebas.
termasuk dalam jenis sistem ini.
Komponen utama
1. Pegas
2. Peredam kejut
peredamkejut
Peredam kejut berfungsi untuk meredam beban kejut atau goncangan atau getaran yang diterima pegas.
3. Lengan suspensi
Lengan suspensi atau suspension arm hanya terdapat pada sistem suspensi dependen, terpasang pada bodi atau rangka kendaraan, berfungsi untuk memegang rangka roda kendaraan banku
Ban pesawat terbang dirancang secara khusus untuk mampu menahan beban yang berat, memberikan rasa nyaman pada penumpang, dan bertahan ketika pesawat bergerak di landasan dengan kecepatan yang cukup tinggi. Kelenturan atau deflection (perbedaan tinggi ban sebelum dan sesudah dipasang) ban pesawat sekitar 2 – 3 kali lebih besar dari ban mobil.
Kelenturan yang tinggi ini membuat penumpang pesawat lebih nyaman ketika pesawat mendarat. Ban pesawat juga diharapkan mampu bertahan ketika pesawat bergerak dengan kecepatan sekitar 340 km/jam atau sekitar dua kali kecepatan maksimum mobil .