Kucing Schrodinger yang Membantu Memahami Teori Kuantum
Teori kuantum awalnya dikembangkan oleh Max Planck untuk mengenali sifat atom. Pengembangan kuantum awalnya dilakukan sebagai upaya untuk menjawab berbagai fenomena yang tidak mampu dijelaskan oleh Fisika Klasik yang dipelopori Isaac Newton melalui teori gravitasinya.
Seiring perkembangan waktu, teori ini justru menjadi fenomena baru yang mendorong ke arah fisika modern. Seorang Albert Einstein memperkenalkan teori relativitas yang awalnya berbentuk teori relativitas khusus (disebut khusus karena dibatasi oleh karakter tertentu agar dapat berlaku) menjadi teori relativitas umum. Teori relativitas umum mampu menjelaskan berbagai fenomena alam semesta terkait gravitasi dan menjawab pertanyaan mengenai orbital merkurius yang cenderung berbeda dengan planet-planet lainnya di tata surya.
Fenomena teori relativitas memunculkan penjelajahan baru dan luas di bidang fisika dimana ukuran materi penelitian berada pada skala atomik. Berbagai ilmuwan lain seperti Niels Bohr, Wolfgang Pauli, Erwin Shcroedinger, Werner Heisenberg, dan ahli fisika lainnya memicu berbagai teori baru yang membuka cakrawala akan pemikiran pada skala atomik.
Seiring dengan perkembangan teori dan hasil penelitian di bidang kuantum, para ilmuwan kuantum mendapati fakta yang sulit diterima pada akal sehat dimana energi kuantum mengandung unsur probabilistik, tidak memenuhi konsep separabilitas dan lokalitas. Einstein, yang merupakan dedengkot penelitian kuantum, tidak bisa menerima kenyataan bahwa teori kuantum ternyata tidak bersifat deterministik sebagai ungkapannya yang terkenal: “Tuhan tidak sedang bermain dadu”.
Einstein menerbitkan makalah tentang percobaan imajiner dengan meminta kita membayangkan setumpuk serbuk mesiu, karena ketidakstabilan beberapa partikel, akan terbakar suatu ketika. Persamaan mekanika kuantum menjelaskan paduan antara sistem yang belum dan sudah meledak. Namun kenyataannya belum tentu seperti itu. Karena dalam kenyataan, tidak ada kondisi perantara antara meledak dan belum meledak.
Analogi serbuk mesiu tersebut ternyata mendorong Schrodinger mengeluarkan ide eksperimen yang ternyata lebih meyakinkan dibanding analogi serbuk mesiu Einstein. Berikut eksperimen imajiner ala Schrodinger:
“Anggaplah terdapat seekor kucing yang terkurung dalam ruang baja, bersama alat pencacah Geiger (pengukur radiasi ionisasi) yang diberi sedikit zat radioaktif yang sangat sedikit. Dalam 1 jam, salah satu atom meluruh, tetapi juga kemungkinan tidak. Jika atom meluruh, tabung pencacah tersebut melepas muatan zat yang melalui relai yang terhubung sehingga mendorong palu di dalam ruang baja untuk memecahkan tabung percobaan kecil berisi asam hidrosianida. Jika ruang baja tersebut dibiarkan selama 1 jam, kita akan mengatakan bahwa kucing itu masih hidup jika saat itu tidak ada atom yang luruh. Fungsi-psi seluruh sistem tersebut akan menunjukkan hal ini dengan kucing mati dan hidup yang tercampur atau tumpang tindih di dalamnya.”
Eksperimen imajiner ini sontak menjadi fenomena di dunia fisika karena mempertanyakan realitas teori kuantum yang cenderung tidak rasional terhadap dunia nyata. Berdasarkan pemahaman teori kuantum yang saat itu sedang berkembang, kucing akan berada pada kondisi hidup dan mati sekaligus sampai diamati kondisi yang sebenarnya terjadi pada kucing.
Hingga saat ini belum pernah dilakukan eksperimen yang sebenarnya berbentuk kucing, tikus, atau bahkan kutu. Namun pemikiran Schrodinger mendorong eksperimen lain di bidang fisika kuantum untuk membuktikan karakter fisika kuantum sebenarnya berdasarkan rekonstruksi eksperimen-eksperimen imajiner yang dilakukan oleh Einstein dan Schrodinger.
Terdapat berbagai interpretasi terhadap eksperimen analogi yang dilontarkan Schrodinger. Teori ini menimbulkan paradoks yang bahkan menimbulkan pemikiran ruang dan waktu yang bersifat paradoks dimana setiap kejadian memiliki alternatif kejadian berikut yang berbeda. Pemahaman tersebut memungkinan seseorang memiliki berbagai alternatif jalan hidup dengan kombinasi cerita yang berbeda-beda.
Kucing Schrodinger juga sering dilibatkan dalam karya seni populer seperti komik, film, kartun, dan serial televisi. Semoga kucing Schrodinger tetap baik-baik saja meskipun berkali-kali digunakan dalam eksperimen imajiner para ahli fisika.
Schroedinger dan kucing dalam kotak
Schroedinger, lengkapnya Erwin Schroedinger, adalah nama seorang fisikawan asal Austria yang merupakan salah satu pionir dalam pengembangan fisika kuantum. Ia terkenal dengan mekanika gelombang yang ia definisikan ke dalam persamaan Schroedimger yang terkenal. Lalu, apa hubungannya dengan kucing? Kenapa dengan kucingnya? Sebenarnya ini bukan tentang kucing Schroedinger yang sebenarnya, walaupun menurut cerita Schroedinger sebenarnya juga memelihara kucing. Artikel ini tidak akan menceritakan tentang kucingnya, tapi tentang eksperimen pikiran yang digagasnya yang melibatkan kucing. Eksperimen pikiran, ya fisikawan gemar sekali melakukan eksperimen pikiran. Istilah dalam bahasa Jemannya adalah "gendanken experiment".
Eksperimen pikiran yang digagas oleh Schroediger adalah hasil dari korespondensinya dengan Albert Einstein. Einstein adalah satu diantara sekian fisikawan yang tidak mempercayai interpretasi mekanika kuantum yang digagas oleh Niels Bohr dan kawan-kawan di Kopenhagen, Denmark. Interpretasi ini dikenal dengan 'Interpretasi Kopenhagen' dan diterima luas di kalangan kebanyakan fisikawan. Dalam interpretasi Kopenhagen realitas dipandang muncul hanya sebagai akibat dari dilakukannya observasi. Selama observasi belum dilakukan suatu materi akan dalam kondisi superposisi, suatu kondisi kombinasi atas lebih dari satu keadaan. Misalnya, elektron yang dalam keadaan superposisi dapat bersifat gelombang dan materi. Jika observasi dilakukan terhadap elektron tersebut, keadaan superposisi ini akan runtuh dan elektron hanya akan bersifat gelombang atau materi.
Interpretasi ini tidak disukai oleh Einstein sehingga ia dan murid-muridnya, Boris Podolsky dan Nathan Rosen, di Institute of Advanced Studies di Princeton University menggagas suatu eksperimen pikiran untuk menunjukkan kelemahan interpretasi ini. Eksperimen pikiran ini dikenal dengan 'paradoks EPR', dimana EPR adalah singkatan dari Einstein Podolsky Rosen. Namun kita tidak akan membahas paradoks EPR pada artikel ini, jika penasaran banyak sumber di internet yang dapat dibaca. Schroedinger yang pada saat itu berada di Oxford, Inggris membaca tentang paradoks EPR ini dan merasa Einstein sependapat dengannya dalam hal menolak interpretasi Kopenhagen. Schroedinger kemudian berbalas surat dengan Einstein dimana dalam korespondensi surat ini Einstein menggagas beberapa ide eksperimen pikiran. Terinspirasi oleh paradoks EPR dan korespondensinya dengan Einstein, Schroedinger menulis artikel panjang yang diterbitkan di jurnal Die Naturwissenschaften yang berisikan salah satunya sebuah eksperimen pikiran yang melibatkan kucing di dalam kotak.
Eksperimen pikiran ini melibatkan kotak baja tertutup, kucing, zat radioaktif (dalam jumlah kecil) dengan kemungkinan yang sebanding untuk meluruh atau tidak meluruh dalam satu jam, alat pengukur radiasi, palu, dan asam sianida (HCN) dalam tabung kaca tertutup. Dalam sistem ini kucing ditempatkan di dalam kotak baja tertutup yang dilengkapi dengan perangkat mematikan yang terlindung dari kemungkinan campur tangan usil dari si kucing. Perangkat mematikan ini terdiri atas alat pengukur radiasi Geiger Counter yang mana zat radioaktif ditempatkan padanya, zat radioaktif ini punya kemungkinan 50:50 untuk meluruh dan tidak meluruh dalam waktu satu jam. Ketika zat radioaktif ini meluruh Geiger counter akan mengaktifkan relay (semacam sakelar) yang akan melepaskan palu yang akan memecahkan tabung berisi asam sianida yang akan membunuh si kucing di dalam kotak.
Jika kita telah membiarkan sistem ini selama satu jam, kita dapat mengatakan kucing dalam kotak hidup jika zat radioaktif tidak meluruh dan Jika zat radioaktif meluruh maka kucing dalam kotak akan mati. Dengan kata lain kucing di dalam kotak berada dalam dua keadaan sekaligus yaitu mati dan hidup. Jika sistem ini dikaitkan dengan Interpretasi Kopenhagen bisa dikatakan bahwa kucing dalam keadaan hidup dan mati sampai dilakukannya observasi untuk membuka kotak yang menyebabkan runtuhnya salah satu keadaan, yaitu kucing yang hidup atau kucing yang mati. Tentu sangat bertentangan dengan akal sehat bahwa ada kucing yang hidup dan mati dalam waktu bersamaan karena tidak pernah kita temui dalam realitas. Inilah yang coba ditunjukkan oleh Schroedinger bahwa konsep interpretasi Kopenhagen begitu konyol karena tidak berdasarkan pada realitas.
Einsten menyambut gembira paradoks kucing dalam kotak ini, dalam korespondensinya ke Schroedinger ia mengungkapkan bahwa kucing yang dalam keadaan hidup dan mati dalam waktu yang bersamaan tidak dapat digunakan untuk mendeskripsikan realitas, dengan kata lain interpretasi Kopenhagen tak dapat digunakan untuk mendeskripsikan realitas. Einstein dan Schroedienger adalah sedikit dari beberapa fisikawan yang tidak setuju dengan mekanika kuantum dan berpikir bahwa fisika kuantum tidak lengkap dan membutuhkan penjelasan tambahan. Mereka percaya bahwa realitas ada dengan atau tanpa observasi dan bahwa ada realitas tersembunyi yang belum terungkap untuk menjelaskan keanehan-keanehan kuantum. Paradoks kucing Schroedinger hanyalah satu dari sekian banyak eksperimen pikiran dan paradoks tentang "keanehan" kuantum. Sangat menarik sekali mengetahui dan memahami fenomena-fenomena di skala atomik dengan perilakunya yang kadang di luar pemahaman umum yang berlaku di dunia makro/besar.
Memotret Kucing Schrödinger
Sebuah potret hantu kucing Schrödinger telah mengungkapkan salah satu teori fisika yang paling aneh, yaitu Belitan Kuantum atau Quantum Entanglement. Luar biasa, potret itu dibuat dengan menggunakan cahaya yang tidak pernah berinteraksi dengan stensil, sedangkan foton yang menuju dan menimpa stensil tidak terlihat oleh kamera.
Sebuah potret kucing Schrödinger telah mengungkapkan salah satu teori fisika yang paling aneh: Keterbelitan Kuantum. Potret ini itu dibuat dengan menggunakan cahaya yang tidak pernah berinteraksi dengan stensil (obyek), sedangkan foton yang melanda stensil tidak terlihat oleh kamera
Eksperimen ini suatu hari nanti bisa mengarah pada pengembangan pencitraan kuantum yang dapat membuat gambar rinci sampel-sampel biologis yang halus, seperti jaringan.
Schrödinger melakukan percobaan imajinasinya seperti ini: Seekor kucing(malang) dimasukkan ke dalam suatu kotak tertutup yang di dalamnya dilengkapi oleh senjata pembunuh mematikan.
Di dalam kotak diletakkan sampel radioaktif yang probabilitas peluruhannya 50% dan sebuah pencacah Geiger, jika sampel radioaktif melewati ambang, mesin akan menjatuhkan palu yang akan memecahkan botol gas beracun, yang cukup untuk mematikan kucing dalam kotak. Tentunya peluang botol racun pecah sama dengan probabilitas peluruhan radioaktif, 50:50.
Nah, setelah beberapa jam kemudian, apakah kucing hidup atau mati? Tentunya kita hanya akan mengetahuinya jika kotaknya di buka, namun jika kotaknya masih tertutup, kita tidak akan tahu kucing itu masih hidup atau sudah mati. Jadi, apakah kucing berada dalam keadaan setengah hidup dan setengah mati? Keadaan ini disebut superposisi, tetapi, apakah mungkin kucing berada dalam keadaan superposisi seperti itu, karena ketika kotak dibuka kucing hanya akan hidup saja atau mati saja (jangan mengada-ada dengan keadaan sekarat, kita anggap sekarat itu masih hidup).
Itu berarti selama kotak belum dibuka, kucing tersebut berada di dua keadaan (mati dan hidup) sampai Anda membuka kotak dan melihatnya, dan hanya pada saat itu (saat kotak terbuka) keadaan kucing menjadi tertentu (pasti mati atau pasti hidup).
Percobaan terbaru telah memungkinkan para ilmuwan di Akademi Ilmu Pengetahuan Austria menemukan cara untuk mengamati kucing tanpa harus melihatnya.
Sebagai bagian dari percobaan, para ilmuwan menciptakan pasangan foton kuning dan merah yang terbelit. Foton kuning dikirim ke stensil kucing, sementara foton merah pergi ke kamera.
Sebagai hasil dari keterikatan, foton merah membentuk citra kucing karena foton merah menciptakan 'hubungan kuantum' dengan pasangannya, foton kuning.
Ini berarti bahwa satu foton memiliki potensi untuk melakukan perjalanan melalui subjek foto dan kemudian menghilang.
Namun, yang lain pergi ke detektor tapi entah bagaimana, 'tahu' tentang kehidupan kembarannya dan dapat digunakan untuk membangun sebuah potret, menurut Elizabeth Gibney.
Eksperimen ini bisa membantu fisikawan memecahkan apa yang mereka sebut dengan 'masalah pengukuran'. Ini menjelaskan pertanyaan mengapa keadaan kuantum mengambil nilai-nilai tertentu hanya ketika mereka diamati.
Dalam eksperimen ini, peneliti juga dapat mengukur keadaan terbelit dari sepasang foton hanya menggunakan satu foton dari pasangan yang dilibatkan. Para ilmuwan sebelumnya hanya bisa melihat keadaan terbelit ketika jika kedua foton diukur.
"Hal yang paling menarik tentang penelitian ini adalah bagaimana informasi yang terkandung dalam foton kembar," kata peneliti Gabriela Lemos Live Science. "Bagaimana, dalam keadaan terbelit, [informasi] dapat diakses oleh satu foton."
Percobaan terbaru telah memungkinkan para ilmuwan di Akademi Ilmu Pengetahuan Austria menemukan cara untuk mengamati kucing tanpa harus melihatnya.
Sebagai bagian dari percobaan, para ilmuwan menciptakan pasangan foton kuning dan merah yang terbelit. Foton kuning dikirim ke stensil kucing, sementara foton merah pergi ke kamera.
Sebagai hasil dari keterikatan, foton merah membentuk citra kucing karena foton merah menciptakan 'hubungan kuantum' dengan pasangannya, foton kuning.
Ini berarti bahwa satu foton memiliki potensi untuk melakukan perjalanan melalui subjek foto dan kemudian menghilang.
Namun, yang lain pergi ke detektor tapi entah bagaimana, 'tahu' tentang kehidupan kembarannya dan dapat digunakan untuk membangun sebuah potret, menurut Elizabeth Gibney.
Eksperimen ini bisa membantu fisikawan memecahkan apa yang mereka sebut dengan 'masalah pengukuran'. Ini menjelaskan pertanyaan mengapa keadaan kuantum mengambil nilai-nilai tertentu hanya ketika mereka diamati.
Dalam eksperimen ini, peneliti juga dapat mengukur keadaan terbelit dari sepasang foton hanya menggunakan satu foton dari pasangan yang dilibatkan. Para ilmuwan sebelumnya hanya bisa melihat keadaan terbelit ketika jika kedua foton diukur.
"Hal yang paling menarik tentang penelitian ini adalah bagaimana informasi yang terkandung dalam foton kembar," kata peneliti Gabriela Lemos Live Science. "Bagaimana, dalam keadaan terbelit, [informasi] dapat diakses oleh satu foton."
Mengenal fenomena superkonduktivitas
Kita semua mengenal konduktor sebagai bahan yang dapat menghantarkan listrik. Bahan konduktor dapat kita temukan di berbagai peralatan listrik yang kita gunakan sehari-hari. Pada logam-logam yang biasa digunakan sebagai konduktor seperti Tembaga, elektro-elektron yang mengalir di dalamnya tidak serta-merta mengalir dengan lancar tanpa hambatan, elektron-elektron di dalam bahan konduktor bertumbukan dengan ion-ion bermuatan postif dan berakibat pada dilepaskannya energi panas. Hambatan ini mengakibatkan tidak seluruhnya energi listrik dapat dilewatkan dalam bahan konduktor karena sebagian energinya diubah dan dilepaskan dalam bentuk energi panas. Dalam pembahasan fisika dasar kita mengenal hambatan ini sebagai resistansi, yang secara mudah dideskripsikan oleh hukum Ohm.
Bebas
Grafik hasil pengukuran yang dilakukan Heike Kamerlingh Onnes terhadap Raksa yang dilakukan pada tahun 1911. Sumbu vertikal menunjukkan resistivitas dan sumbu horizontal menunjukkan temperatur. Dapat terlihat di grafik resistivitas secara mendadak menjadi nol pada temperatur 4,2 K.
Bebas Hambatan
Dalam fisika dikenal suatu fenomena yang dinamakan superkonduktivitas. Dari namannya, kata "super" selalu identik dengan sesuatu yang memiliki sifat atau kemampuan di atas kebiasaan, jadi secara mudah superkonduktivitas dapat diartikan sebagai fenomena dimana pada bahan tertentu hambatan di dalamnya hilang sama sekali sehingga elektron-elektron dapat mengalir dengan lancar tanpa bertumbukan dengan ion-ion positif. Fenomena superkonduktivitas pertama kali diamati oleh seorang fisikawan asal Belanda bernama Heike Kamerlingh Onnes pada tahun 1911. Sebelumnya, pada tahun 1890 dan 1906 Onnes menemukan suatu teknik untuk mengubah gas Hidrogen dan Helium menjadi zat cair pada temperatur yang sangat rendah. Teknik ini memungkinkan Onnes untuk melakukan percobaan pada temperatur yang sangat rendah.
Onnes melakukan percobaan untuk mengamati hambatan dalam logam Raksa (Hg) padat pada temperatur yang sangat rendah. Pada waktu itu banyak orang percaya bahwa pada temperatur yang sangat rendah elektron-elektron yang mengalir dalam sebuah konduktor akan sepenuhnya berhenti, yang artinya hambatan pada konduktor akan sangat besar. Ternyata hasil pengamatan Onnes mengungkap hal yang berkebalikan dari apa yang dipercaya kebanyakan orang pada saat itu, pada temperatur 4,2 K (268,95C) hambatan dalam Raksa secara mendadak hilang. Ini artinya pada temperatur 4,2 K dan temperatur yang lebih rendah elektron-elektron dalam Raksa mengalir dengan lancar tanpa mengalami tumbukan dengan ion-ion positif. Onnes menamai fenomena ini sebagai "supraconductivity", yang kemudian diadopsi menjadi "superconductivity". Temperatur ketika suatu bahan kehilangan hambatannya disebut sebagai temperatur kritis atau . Setelah penemuan fenomena superkonduktivitas pada Raksa, diketahui bahwa fenomena ini juga muncul pada logam lain serta paduan logam dengan yang bervariasi.
Elektron yang berpasangan
Setelah penemuan fenomena superkonduktivitas oleh Kamerlingh Onnes fisikawan mulai bertanya-tanya apa sebenarnya yang terjadi di dalam logam yang didinginkan pada temperatur yang sangat rendah sehingga mengakibatkan hilangnya hambatan listrik pada logam tersebut. Berpuluh-puluh tahun usaha untuk memahami superkonduktivitas dilakukan oleh banyak fisikawan, baru pada tahun 1957 melalui tiga orang fisikawan berkebangsaan Amerika Serikat fenomena superkonduktivitas menemukan penjelasannya.
Adalah John Bardeen, Leon Cooper, dan John Schrieffer yang mencetuskan sebuah teori yang dapat menjelaskan fenomena superkonduktivitas. Teori ini dikenal sebagai teori BCS (Bardeen-Cooper-Schrieffer). Dalam teori BCS hilangnya hambatan dalam bahan superkonduktor muncul akibat adanya pasangan elektron yang bergerak secara koheren. Gerak koheren dapat dibayangkan seperti barisan tentara yang bergerak secara seragam dengan jarak antar tentara yang tetap selama berpindah posisi. Pasangan elektron, disebut Cooper pair, terbentuk ketika elektron bergerak melalui kisi-kisi (kisi atau lattice adalah istilah yang biasa digunakan untuk menyebut atom-atom yang tersusun teratur) ion-ion bermuatan positif.
Pembentukan pasangan elektron (Copper pair) dimediasi oleh ion positif yang terdefleksi.
Elektron berinteraksi dengan ion-ion bermuatan positif di sekitarnya dan mengakibatkan kisi ion positif mengalami sedikit penyimpangan dari posisi asalnya. Penyimpangan ini akan bertahan beberapa saat, sama halnya jika kita membayangkan lonceng yang dipukul pada satu sisinya sehingga lonceng berayun beberapa saat. Akibat penyimpangan posisi ion-ion positif, jarak antar ion-ion positif memendek sehingga mengakibatkan peningkatan rapat muatan positif di daerah di sekitar ion-ion positif yang mengalami penyimpangan. Peningkatan rapat muatan positif ini menjadi sumber gaya tarik yang membuat elektron lain mendekat . Dua interaksi ini, elektron 1 dengan ion-ion positif dan ion-ion positif dengan elektron 2, jika saat dan keadaannya tepat akan menyebabkan dua elektron berinteraksi saling tarik-menarik sehingga terbentuk pasangan elektron atau Cooper pair. Dalam bahan superkonduktor terdapat banyak sekali pasangan elektron, pasangan-pasangan elektron ini akan bergerak secara koheren ketika terdapat beda potensial. Gerakan kolektif elektron pada superkonduktor memungkinkannya bergerak tanpa hambatan dan tanpa ada energi yang terbuang dalam bentuk panas.
Teori BCS membawa John Bardeen, Leon Copper, dan John Schrieffer menuju Stockholm untuk menerima hadiah Nobel Fisika pada tahun 1972.
Melayang di udara
Selain fenomena hilangnya hambatan listrik pada temperatur rendah bahan superkonduktor juga memunculkan fenomena tidak biasa lainnya. Fenomena ini menyebabkan bahan superkonduktor dapat melayang-lanyang di udara jika diletakkan di atas magnet. Ketika bahan superkonduktor ditempatkan di atas bahan magnet dengan medan magnet yang lemah kemudian didinginkan hingga mencapai temperatur kritisnya, bahan superkonduktor akan melayang di udara akibat tidak adanya medan magnet yang dapat menembus bahan superkonduktor. Pada temperatur di atas , medan magnet dapat menembus bahan superkonduktor, akan tetapi ketika superkonduktor didinginkan hingga mencapai temperatur kritisnya elektron-elektron pada permukaan bahan superkonduktor bergerak sehingga menimbulkan arus listrik.
Ilustrasi efek Meissner. Pada saat temperatur di atas temperatur kritis Tc medan magnet (garis biru) dapat menembus bahan superkonduktor (bola abu-abu), akan tetapi ketika temperatur diturunkan hingga lebih rendah dari Tc medan magnet internal tambahan (garis merah) akan mucul pada permukaan bahan superkonduktor yang menyebabkan medan magnet eksternal tidak dapat menembus bahan superkonduktor
Munculnya arus listrik ini mengakibatkan munculnya medan magnet tambahan pada permukaan bahan superkonduktor yang arahnya berlawanan dengan arah medan magnet ekseternal yang ditimbulkan bahan magnet, medan magnet pada permukaan inilah yang menyebabkan tidak dapat menembusnya medan magnet dari luar ke dalam bahan superkonduktor. Gaya magnet dari luar ini mengangkat bahan superkonduktor ke udara sehingga menimbulkan efek pelayangan. Efek pelayangan ini pertama kali diamati oleh dua fisikawan Jerman Walther Meissner dan Robert Ochsenfeld pada tahun 1933. Efek ini kemudian lebih dikenal sebagai efek Meissner.
Bahan Superkonduktor tempratur tinggi yang melanyang di atas magnet berbentuk cincin (sumber: Julian Litzel via Wikimedia Commons)
Alat transportasi cepat dan transmisi energi listrik yang efisien
Penemuan fenomena superkonduktivitas membawa dampak positif berupa teknologi yang tidak terbayangkan sebelumnya. Efek pelayangan bahan superkonduktor memungkinkan dibuatnya sarana transportasi yang lebih cepat dan efisien dalam penggunaan energi. Pada alat transportasi konvensional gesekan dengan permukaan jalan adalah salat satu penghambat laju alat transportasi, selain itu akan banyak energi yang terbuang sebagai panas ketika alat transportasi bergesekan dengan jalan. Dengan melayang sedikit di atas jalan dampak gesekan dapat dihilangkan sehingga alat transportasi dapat melaju lebih cepat dengan penggunaan energi yang lebih efisien.
Adanya bahan superkonduktor yang dapat mengalirkan arus listrik tanpa hambatan memungkinkannya untuk diguanakan sebagai pengganti konduktor tembaga yang saat ini banyak digunakan. Konduktor biasa yang digunakan pada kabel-kabel transmisi energi listrik memiliki hambatan yang mengakibatkan energi listrik yang ditransmisikannya sebagian hilang sepanjang kabel transmisi, dengan kata lain energi listrik dari pembangkit listrik akan hilang sebagian dalam perjalanan sebelum dapat dinikmati oleh pengguna energi listrik di rumah-rumah. Tidak adanya hambatan pada bahan superkonduktor memungkinkannya digunakan sebagai media transmisi energi listrik tanpa harus kehilangan banyak energi listrik sepanjang perjalanan dari pembangkit listrik ke rumah-rumah.
Beberapa penerapan teknologi superkonduktor seperti yang disebutkan sebelumnya dapat terwujud jika bahan superkonduktor dapat bekerja pada temperatur yang tinggi. Walaupun demikian beberapa teknologi telah memanfaatkan bahan superkonduktor seperti MRI (magnetor resonance imaging) yang memanfaatkan magnet superkonduktor untuk pencitraan organ dalam biologis. Riset untuk mencari bahan superkonduktor yang dapat bekerja pada temperatur tinggi dan usaha untuk menjelaskannya terus dilakukan hingga saat ini. Untuk saat ini bahan superkonduktor temperatur tinggi yang ada dapat bekerja di temperatur sekitar 133 K ( 140,15 C) - 190 K ( 83,15 C).
Kerja keras, LED biru dan Hadiah Nobel Fisika
7 Oktober 2014 adalah hari yang tak akan pernah dilupakan oleh tiga fisikawan Jepang Isamu Akasaki, Hiroshi Amano dan Shuji Nakamura. Pada hari itu Profesor Staffan Normark, sekretaris permanen Akademi Sains Kerajaan Swedia, secara resmi mengumumkan mereka sebagai penerima hadiah Nobel bidang Fisika tahun 2014 atas penemuan mereka terhadap dioda pemancar-cahaya (LED) biru yang memungkinkan adanya sumber cahaya putih yang terang dan hemat energi.
Penerima hadiah nobel tahun ini sedikit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang dianugerahkan pada fisikawan yang berkontribusi pada bidang riset fisika fundamental yang dampaknya pada masyarakat tidak secara langsung dapat dirasakan, seperti fisikawan Peter Higgs dan Francois Englert yang dianugerahi hadiah nobel tahuan 2013 atas kontibusi teoritis mereka terhadap mekanisme Higgs yang terkonfirmasi melalui eksperimen super besar di laboratorium pemercepat partikel CERN. Hadiah nobel fisika tahun 2014 dianugerahkan pada penemu yang hasil temuannya telah mempunyai dampak bagi masyarakat dalam kurun waktu 20 tahun sejak ditemukan, yaitu dioda pemancar cahaya (light emitting diode/LED) biru. Sesuai dengan harapan Alfred Nobel yang menganugerahkan hadiah kepada penemu-penemu yang memiliki kontribusi luas bagi masyarakat.
Revolusi pencahayaan
Dioda pemancar-cahaya biru (sumber foto: LED macro blue oleh outlaw_wolf)
Pencahayaan adalah kebutuhan utama bagi manusia, tanpa pencahayaan manusia akan kesulitan dan dibatasi dalam melakukan aktivitas. Sumber cahaya alami yang kita miliki adalah matahari dan ketika malam tiba sumber cahaya buatan dibutuhkan agar kita tetap dapat beraktivitas saat matahari tenggelam. Seperti halnya saat Thomas Edison menemukan lampu bohlam pada 1879 [1] dan membantu aktivitas kita dan memperindah dunia ketika matahari kita tenggelam, penemuan LED biru seakan awal dari era baru bagi pencahayaan yang membuat dunia kita lebih indah, berwarna dan lebih mudah.
LED biru benar-benar telah merevolusi dunia kita secara tidak kita sadari, ketika saya mengetikkan artikel ini atau ketika anda membaca artikel ini melalui layar datar laptop anda, kita sedang menikmati hasil kerja keras dari ketiga fisikawan yang baru saja dianugerahi hadiah nobel. Hasil pengembangan dari temuan mereka kita gunakan sehari-hari di layar smartphone atau tablet kita, lampu terang hemat energi yang mulai banyak digunakan sebagai solusi bagi masalah lingkungan dan krisis energi adalah juga buah dari kerja keras ketiga orang ini.
Cahaya LED biru memungkinkan dibuatnya sumber cahaya putih terang dengan konsumsi energi yang jauh lebih sedikit dari sumber-sember cahaya lainnya seperti bohlam dan lampu neon[1]. Cahaya putih dimungkinkan untuk dibangkitkan dengan mengeksitasi fosfor yang akan menghasilkan cahaya hijau dan merah, yang jika dikombinasikan dengan cahaya biru dari LED biru akan dihasilkan cahaya putih yang cerah [1].
Dengan konsumsi daya yang lebih rendah untuk kecerahan yang lebih tinggi (300 lm/W), dibandingkan lampu neon 70 lm/W, lampu LED dapat menjadi solusi atas krisis energi dan masalah penerangan di daerah-daerah terpencil karena lampu LED dapat menyala dangan sumber energi dangan kapasitas daya yang kecil seperti sel surya[1]. Penemuan yang baru berumur dua dekade ini sudah mampu mengubah wajah dunia kita menjadi jauh lebih indah dari sebelumnya.
Dioda pemancar-cahaya (LED)
Teknologi yang digunakan dalam LED adalah teknologi yang serupa dengan yang ada di peralatan elektronik seperti radio, komputer dan telepon genggam. Teknologi itu adalah bahan semikonduktor. LED adalah sumber cahaya berbasis zat padat, tidak seperti lampu neon yang berbasis gas. LED secara mudah dapat digambarkan sebagai perangkat yang tersusun atas dua buah lapisan bahan semikonduktor dengan pembawa muatan mayoritas yang berbeda. Satu bahan semikonduktor dengan pembawa muatan mayoritas negatif (elektron), disebut tipe-n, dan yang lain dengan pembawa muatan mayoritas bermuatan positif (hole), disebut tipe-p. Kedua bahan semikonduktor ini dihubungkan satu sama lain pada salah satu ujungnya sehingga terbentuk sambungan dimana pada sambungan inilah foton-foton (paket cahaya) dibangkitkan.
Ketika kedua sambungan tipe-p dan tipe-n ini diberi daya listrik, elektron dan hole akan memperoleh energi untuk bergerak dari ujung bahan semikonduktor masing-masing menuju ke sambungan yang mengakibatkan keduanya mengalami rekombinasi dan cahaya dihasilkan. Spektrum warna cahaya yang dihasilkan bergantung dari bahan yang digunakan. Bahan semikonduktor yang digunakan dalam LED adalah bahan khusus yang memiliki sifat khusus yang memungkinkan energi listrik diubah menjadi cahaya secara efisien. Bahan ini biasanya berupa paduan dari elemen-elemen dalam grup III dan V dalam tabel periodik unsur seperti GaAs (Gallium Arsenide). Khusus untuk LED biru bahan yang digunakan berbasis GaN (Gallium Nitride).
sambungan p-n pada dioda pemancar-cahaya (sumber gambar: wikimedia commons)
Kerja keras berbuah hadiah Nobel
Untuk dapat meghasilkan LED yang memancarkan warna biru bukan hal yang mudah untuk dilakukan semudah membalik telapak tangan. Setidaknya dibutuhkan waktu tiga dekade sampai LED biru yang efisien ditemukan. Penemuan LED terutama dipicu oleh ditemukannya transistor sambungan p-n di Laboratorium Bell sekitar tahun 1940-an. Sekitar tahun 1950-an LED yang memancarkan spektrum warna mulai darai merah sampai hijau berhasil ditemukan, dan mulai banyak diproduksi masal pada tahun 1960-an [2]. Setelah itu selama kurang lebih tiga dekade, LED dengan warna biru tak kunjung ditemukan.
Banyak hal yang menjadi penghalang mengapa LED biru tak kunjung ditemukan, pertama adalah tidak kunjung berhasilnya penumbuhan kristal GaN dengan kualitas yang baik. Banyak peneliti telah mencoba dengan berbagai teknik untuk menumbuhkan kristal GaN tapi tak kunjung berhasil, baru pada tahun 1986 melalui serangkaian eksperimen dan observasi panjang selama kurang lebih 10 tahun Isamu Akasaki dan muridnya Hiroshi Amano di Nagoya University berhasil menumbuhkan kristal GaN dengan kualitas sangat baik melalui teknik MOVPE (Metalorganic Vapour Phase Epitaxy). Di tempat terpisah Shuji Nakamura juga berhasil menumbuhkan kristal GaN dengan kualitas yang sama baiknya dengan mengembangkan metode yang sama. Sebuah langkah awal yang baik dalam pengembangan LED biru.
Masalah selanjutnya adalah bagaimana mengontrol jenis pembawa muatan untuk GaN, ini menentukan apakah semikonduktor yang dihasilkan bertipe-p atau -n. Proses ini disebut dengan doping. Di akhir tahun 1980-an, Amano, Akasaki dan rekan berhasil melakukan kontrol pembawa muatan melalui doping Zn (Zinc) dan Mg (Magnesium) yang diiradiasi dengan elektron. Temuan ini berhasil dijelaskan oleh Shuji Nakamura dan rekan beberapa tahun kemudian. Setelah itu usaha terus dilakukan oleh Akasaki, Amano dan Nakamura untuk menghasilkan LED biru dengan efisiensi yang lebih baik. Puncaknya, pada tahun 1995-1996 tim Akasaki dan tim Nakamura berhasil mengamati emisi laser biru berbasis GaN [2].
Melalui Perjuangan panjang dan melelahkan Akasaki, Amano dan Nakamura berhasil mengembangkan LED biru yang merevolusi dunia dan buah dari kerja keras mereka selama puluhan tahun adalah penghargaan paling prestisius untuk karya mereka yang berdampak luas bagi masyarakat dunia, hadiah Nobel bidang Fisika tahun 2014. Kerja keras, kegigihan dan semangat adalah kunci dari keberhasilan mereka, dalam konferensi pers di Nagoya University pada hari yang sama setelah diumumkan sebagai penerima hadiah Nobel Isamu Akasaki mengungkapkan, seperti dikutip dari Science Insider, “People thought [a blue LED] wouldn’t be achieved during the 20th century. Other researchers gave up, but I didn’t think of doing so, I was doing what I liked,”. "Orang berpikir bahwa LED biru tidak akan tercapai selama abad ke-20. Peneliti lain menyerah, tapi saya tidak berpikir demikian, saya melakukan apa yang saya senangi."
Sekilas tentang Pluto dan misi wahana antariksa New Horizons
14 Juli 2015 adalah hari yang bersejarah bagi badan antariksa nasional Amerika Serikat NASA (National Aeronautics and Space Administration) dan juga bagi umat manusia. Pada tanggal itu wahana antariksa New Horizons milik NASA, yang diluncurkan pada 19 Januari 2006, berhasil mendekati Pluto pada jarak yang cukup dekat yaitu sekitar 12472,4 kilometer di atas permukaan Pluto dan untuk pertama kalinya berhasil mengambil gambar detail permukaan Pluto dan mengirimkannya kembali ke bumi.
New Horizons tidak akan mengorbit Pluto tetapi akan melanjutkan perjalanan mengeksplorasi benda-benda langit di wilayah Kuiper Belt. Walaupun hanya melakukan "kunjungan" singkat ke Pluto, data yang diperoleh wahana New Horizons diharapkan dapat memberikan wawasan baru tentang pembentukan planet-planet dan benda-benda langit lainnya dalam sistem tata surya kita.
Apakah Pluto sebuah planet?
Pluto pertama kali ditemukan oleh seorang astronom berkebangsaan Amerika Serikat bernama Clyde Tombaugh pada tanggal 18 Februari 1930. Benda langit yang ditemukan Tombaugh menemukan namanya dari seorang gadis asal Inggris berumur 11 tahun bernama Venetia Burney yang menyarankan untuk menamai benda langit tersebut dengan nama Pluto, yang diambil dari nama dewa dalam mitologi Yunani yang menguasai dunia setelah kematian.
Sebelum tahun 2006, kita menganggap Pluto sebagai salah satu planet dalam tata surya kita, namun sekitar awal tahun 90-an terjadi perdebatan diantara para astronom apakah Pluto termasuk dalam kklasifikasi planet setelah ditemuknnya benda langit lain di luar orbit Neptunus yang memiliki ukuran serupa dengan Pluto tetapi memiliki massa yang lebih berat 27%.
Pada tahun 2006 IAU (International Astronomical Union) membuat sebuah standar tentang bagaimana sebuah benda langit dapat disebut sebagai planet atau tidak. Salah satu persyaratan yang dibuat oleh IAU tidak terpenuhi oleh Pluto sehingga pada tahun 2006 Pluto resmi tidak lagi disebut planet tetapi sebagai 'dwarf planet' atau planet kerdil. Persyaratan tersebut adalah bahwa sebuah planet harus secara gravitasi dominan sehingga tidak ada benda-langit lain yang mengorbit pada orbit yang sama dengan planet. Dikarenakan ukurannya yang kecil, gaya gravitasi yang ditimbulkan oleh Pluto juga tentu akan kecil sehingga tidak dapat "membersihkan" benda-benda langit lain pada orbitnya.
Secara ukuran, Pluto jauh lebih kecil daripada planet Bumi kita, bahkan lebih kecil daripada bulan yang merupakan satelit Bumi kita. Hasil pengambilan gambar terkini oleh LORRI (Long Range Reconnaissance Imager) menunjukkan bahwa Pluto memilki diameter sebesar 2370 kilometer dengan eror ± 20 kilometer. Jika dibandingkan dengan diameter planet Bumi kita yang berukuran 12742 kilometer, ukuran Pluto tentu jauh lebih kecil. Ilustrasi dari NASA pada gambar di bawah ini menggambarkan seberapa besar ukuran Pluto dan bulannya yang bernama Charon terhadap planet Bumi kita.
Penampakan Pluto dan Charon jika ditempatkan di atas permukaan Bumi. Sumber: NASA's Marshall Space Flight Center. CC BY-NC 2.0
Pluto memiliki lima buah satelit kecil yaitu: Charon (yang terbesar, diameter: 1208 km ), Styx, Nix, Kerberos, dam Hydra. Tak seperti Bulan kita yang mengorbit dengan titik pusat Bumi, bulan-bulan pada sistem Pluto tidak mengorbit dengan pusat orbit Pluto itu sendiri tetapi berpusat pada ruang hampa antara Charon dan Pluto. Sistem orbit Pluto adalah sistem orbit yang unik, Pluto dan Charon saling mengorbit satu sama lain dengan berpusat pada ruang hampa, disebut dengan Barycenter. hal ini mengindikasikan bahwa sistem Pluto dan Charon bukanlah sistem orbit biasa yag ditemukan di 8 planet besar lainnya di tata surya kita. Sistem orbit seperti ini disebut dengan sistem planet biner. Pergerakan Pluto dan Charon diperlihatkan dalam rekaman yang diambil oleh wahana New Horizons berikut
Gambar animasi yang menunjukkan pergerakan Pluto dan Charon yang berbagi pusat orbit. Klik gambar untuk melihat animasi. Sumber: By Lillian Gipson [Public domain], via Wikimedia Commons
Tentang wahana New Horizons dan mengapa mempelajari Pluto penting?
Wahana New Horizons menempuh perjalanan sekitar 4,8 miliar kilometer dan membutuhkan sekitar 9 tahun untuk mencapai titik terdekat dengan Pluto. Tentu ini bukan hal yang mudah untuk dicapai. New Horizons merupakan wahana antariksa hasil kerjasaman berbagai institusi riset dan universitas antara lain John Hopkins University Applied Physics Laboratory (APL), Southwest Research Institute (SwRI), NASA's Goddard Space Flight Center, the University of Colorado, Stanford University dan Ball Aerospace Corporation. Teknologi-teknologi yang digunakan dalam New Horizons tentu juga bukan teknologi yang biasa, lingkungan ruang angkasa apalagi yang jauh dari Matahari tentu berbeda dengan lingkungan di Bumi.
New Horizons berukuran kira-kira sebesar sebuah grand piano dan memiliki berat 478 kilogram, untuk menjalankan misinya New Horizons ditenagai oleh Radioactive Thermoelectric Generator (RTG) yang menyuplai daya sebesar 245 watt dengan tegangan linstrik 20 volt. Daya ini digunakan untuk menjalankan instrumen-instrumen yang terpasang di New Horizons yang digunakan selain untuk mengambil data juga menyimpan serta mengirimkannya kembali ke stasiun di Bumi. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang teknologi yang digunakan di New Horizons dapat mengunjungi tautan dalam bahasa Inggris berikut.
Lalu mengapa para ilmuwan begitu berhasrat untuk membuat dan mengirimkan wahana antariksa untuk mengeksplorasi dan mempelajari Pluto dan benda-benda langit di daerah Kuiper Belt? Pluto teletak dalam suatu wilayah yang disebut dengan Kuiper Belt, wilayah ini terdiri atas ribuan benda langit kecil yang dingin (es). Pluto sendiri memiliki suhu sekitar -233 sampai -223 derajat Celcius. Dari hasil penelitian dipercaya benda-benda langit yang berada dalam wilayah Kuiper Belt relatif tidak mengalami perubahan selama kurang lebih 4,6 milyar tahun yang lalu sejak sistem tata surya kita mulai terbentuk. Pluto dipercaya menyimpan "catatan" penting tentang kondisi benda-benda langit pada awal terbentuknya benda-benda langit di tata surya kita (sekitar 4,6 milyar tahun yang lalu). Benda-benda langit di wilayah kuiper Belt bagaikan lemari es pembeku (freezer) kosmik yang menyimpan dengan baik materi-materi penyusun murni dari sistem tata surya di awal pembentukannya. Materi-materi awal ini yang diyakini menjadi blok penyusun awal dari Bumi yang kita diami saat ini. Diharapkan dengan data-data yang diperoleh dari Pluto, kita dapat mengetahui asal muasal pembentukan planet-planet dalam tata surya kita dan mungkin juga asal muasal kehidupan di Bumi kita.
Sangat menarik untuk mengetahui wawasan dan pengetahun baru yang akan muncul dari hasil observasi New Horizons terhadap Pluto dan bulan-bulannya. Mungkin suatu saat pengetahuan ini akan memenuhi keingintahuan kita tentang bagaimana planet-planet terbentuk, terlebih bagaimana kehidupan bermula. Mungkin juga pengetahuan baru dari hasil observasi ini akan dapat menulis ulang buku-buku ilmu pengetahuan kita. Sesuai nama wahana antariksa ini yaitu New Horizons yang berarti cakrawala baru, diharapkan akan terungkap cakrawala baru bagi pengetahuan manusia. Update tentang berita terbaru dan data terbaru yang berhasil diperoleh New Horizons dapat dilihat di situs resmi New Horizons.
Ilustrasi wahana antariksa New Horizons. Sumber: NASA's Marshall Space Flight Center. CC BY-NC 2.0
Tidak ada komentar:
Posting Komentar