Mengapa api selalu
mengarah ke atas? Mengapa bukan ke kiri, ke kanan, atau ke bawah? Seperti biasa,
kita akan membahasnya dengan ilmu fisika. Inilah indahnya fisika, kita dapat
memahami kejadian alam.
Pertama-tama mari kita kenal
lebih jauh apa sebenarnya api itu. Api merupakan suatu area gas di mana
terjadi proses oksidasi dengan laju tinggi. Oksidasi sendiri merupakan
reaksi kimia antara suatu zat dan oksigen. Contoh lain oksidasi adalah
proses perkaratan besi, akan tetapi oksidasi tipe ini berlangsung lama,
sedangkan oksidasi pada api berlangsung sangat cepat. Reaksi oksidasi
yang terjadi pada api membebaskan banyak energi sehingga timbul panas
dan cahaya. Itulah sebabnya api menghasilkan panas dan memancarkan
cahaya.
Beri berkarat: Proses oksidasi
Terjadinya api merupakan salah satu aplikasi sederhana dari teori Einstein yang terkenal, E = mc2,
yaitu bahwa massa dan energi adalah setara. Untuk menghasilkan energi,
kita perlu menghancurkan massa. Begitu pula api. Dengan menghancurkan
(membakar) massa dalam sebatang kayu, kita mendapatkan energi (api).
Karena api menghasilkan panas,
maka gas yang menjadi tempat kobaran api ikut menjadi panas. Ketika gas
dalam keadaan panas, molekul gas tersebut bergerak makin
cepat sehingga terpisah semakin jauh satu dengan lainnya. Hal ini
mengakibatkan
gas panas itu mengalami pemuaian (volumenya membesar). Karena terjadi
pertambahan volume, maka massa jenis gas itu mengecil (menjadi lebih
ringan). Sementara itu, gas udara di sekitar api (yang lebih dingin)
memiliki massa
jenis lebih besar (lebih berat). Alhasil, gas panas api bergerak ke atas
(terjadi efek
apung). Ketika gas panas api naik, udara sekitar yang lebih dingin turun
mengisi kekosongan. Udara inipun terbakar dan membentuk api sehingga
kembali
bergerak ke atas. Begitu seterusnya.
Jika kita analisis lebih jauh,
udara dingin yang berat dapat bergerak turun mengganti posisi gas api
karena udara dingin tersebut ditarik oleh gaya gravitasi. Jadi, dapatlah
kita katakan bahwa arah nyala api selalu berlawanan dengan arah gaya gravitasi.
Muncul pertanyaan lanjutan,
apakah kita bisa menyalakan lilin di luar angkasa? Jawabannya adalah
tidak bisa, karena api terbentuk dari proses oksidasi sehingga harus ada
oksigen. Di luar angkasa tidak ada oksigen sehingga api tidak bisa
terjadi. Jika kita membawa suatu tabung berisi oksigen ke luar angkasa,
barulah kita dapat menyalakan lilin di sana. Ketika lilin telah menyala
dalam tabung, ke manakan arah apinya? Apinya akan mengarah berlawanan
dengan arah gravitasi. Jika gravitasi mengarah ke kanan, maka api
mengarah ke kiri. Jika gravitasi mengarah ke atas, maka api mengarah ke
bawah. Andaikata lilin tersebut dinyalakan di tempat yang bebas
gravitasi, maka apinya akan mengarah ke segala arah secara acak.
Kenapa Lilin Bisa Menyala dan Rahasia Api
Struktur Lilin
Lilin merupakan teknologi kuno manusia yang telah ada ribuan tahun
lamanya. Lilin pada awalnya digunakan hanya untuk penerangan (api) saja,
namun berkembang hingga digunakan sebagai bagian dari upacara khusus.
Lilin sendiri memiliki struktur yang sederhana. Yang pertama ialah Wax
(padatan lilin) dan sumbu di bagian tengahnya.Wax pada lilin merupakan senyawa hidrokarbon rantai panjang yang dihasilkan sebagai produk sampingan dari destilasi fraksional suatu minyak bumi.
Bagaimana lilin bisa menyala?
Lilin menyala karena sumbu yang dilapisi oleh wax. Saat sumbu dibakar
dengan api, lilin menyala kemudian panas dari api menyebabkan wax yang
padat meleleh menjadi cairan. Cairan wax ini terserap oleh sumbu lilin
sehingga naik ke atas, kemudian wax ini menjadi bahan bakar untuk nyala
api.
Terbentuknya Nyala Api
Pernahkah kalian melakukan percobaan ini, menutup lilin yang menyala dengan gelas? Apa yang terjadi? Apakah seperti ilustrasi di bawah ini?
Jika iya, maka selain bahan wax lilin hal lain yang diperlukan untuk
menyalakan api ialah adanya gas Oksigen di Udara. Sehingga jika kamu
menutup lilin dengan gelas, maka api pada lilin akan padam, karena tidak
adanya gas oksigen yang mencukupi untuk terjadinya reaksi pembakaran.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa rangkaian reaksi yang terjadi pada lilin ialah seperti dibawah ini:
Kenapa Api mati ketika ditiup?
Ada beberapa hal yang menyebabkan hal ini, pertama karena nafas kita
mengandung karbondioksida yang akan menggeser oksigen di sekitar sumbu
api, sehingga api mati. Kedua, nafas kita mengandung kadar air yang
cukup untuk mematikan api. Ketiga, hembusan angin kita menghamburkan gas
lilin yang menjadi bahan bakar api, tanpa bahan bakar maka sumbu akan
mati.
Semua penyebab perubahan dalam tubuh kita dikenal dengan rangsang (stimulus). Rangsang dapat dibedakan mejadi dua, yaitu:
Rangsang dari luar : berupa bau, asin, manis, cahaya, kelembaban, tekanan, gaya berat, dan lain sebagainya.
Rangsang dari dalam : berupa lelah, haus, nyeri, kenyang, pusing, dan lain sebagainya.
Umumnya rangsang akan diterima oleh alat tubuh yang khusus menerima
rangsang, yaitu indera atau disebut juga reseptor. Reseptor yang
bertugas sebagai penerima rangsangan dibedakan menjadi:
Eksteroseptor (reseptor luar), yaitu organ tubuh yang mampu
menerima rangsangan dari luar, misalnya mata, telinga, hidung, dan lain
sebagainya.
Interoseptor (reseptor dalam), yaitu organ tubuh yang mampu menerima rangsangan dari dalam tubuh sendiri, misalnya rasa lapar, haus.
Berikut ini akan dibahas beberapa reseptor yang penting, yaitu:
Kinestesis
Indera Peraba
Indera Pengecap dan Pembau
Indera Pendengar
Indera Penglihat
1. Kinestesis
Kinestesis adalah indera yang terdapat pada otot, tulang, dan sendi.
Indera ini termasuk proprioreseptor. Kinestesis dapat membantu
koordinasi sikap tubuh. Misalnya kita dapat memakai baju walaupun mata
tertutup.
2. Indera Peraba (Mekanoreseptor / Tangoreseptor)
Indera peraba disebut tangoreseptor/mekanoreseptor dan terdapat di
kulit. Ini semua merupakan eksteroseptor, sedangkan yang terdapat di
dalam tubuh sebagai intereseptor adalah yang dapat merasakan haus,
lapar, dan lain sebagainya. Indera peraba dan perasa tersebar di seluruh
permukaan kulit, tetapi tidak sama banyak. Pada ujung jari terdapat
amat banyak, demikian pula pada telapak tangan, telapak kaki, bibir, dan
alat kelamin.
Pada kulit bagian dermis terdapat indera yang digunakan untuk menerima berbagai rangsangan:
ujung saraf bebas: menerima rangsang nyeri / sakit
korpuskel Meissner: menerima rangsang sentuhan
korpuskel Paccini : menerima rangsang tekanan
korpuskel Ruffini: menerima rangsang panas
korpuskel Krausse: menerima rangsang dingin
3. Indera Pengecap dan Pembau (Kemoreseptor)
Pengecap (lidah) adalah indera yang berfungsi untuk menangkap
rangsangan senyawa kimia yang larut dalam air. Sedangkan indera pembau
(bukan pencium) berfungsi menangkap zat-zat kimia yang menguap (hidung).
Keduanya termasuk kemoreseptor.
Indera pengecap terdapat di lidah, berupa puting-puting pengecap yang dapat dibedakan atas bagian-bagian:
tepi depan untuk rasa manis
belakang untuk rasa pahit
samping untuk asam
depan untuk rasa asin
Perlu dipahami bahwa sebenarnya area pengecap pada lidah tidak
dibatasi seperti itu. Semua area pada lidah bisa mengecap semua rasa.
Tetapi ada area tertentu yang lebih peka terhadap rasa tertentu seperti
area-area di atas.
4. Indera Pendengar (Phonoreseptor)
Reseptor pendengaran atau fonoreseptor berupa sel-sel berbentuk
rambut. Fungsi sel rambut adalah untuk menerima rangsangan getaran dan
mengubahnya menjadi impuls sensorik yang selanjutnya ditransmisikan ke
pusat pendengaran. Alat pendengaran manusia berupa telinga. Struktur telinga manusia
Terdiri atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.
1. Telinga luar, bagian-bagiannya:
– daun telinga
– saluran telinga yang dindingnya dapat menghasilkan minyak serumen.
2. Telinga tengah (ruangan timfani) terdiri atas:
– gendang telinga/selaput pendengaran (membran timfani).
– tulang-tulang pendengaran yang terdiri atas:
– martil(maleus)
– landasan (inkus)
– sanggurdi (stapes)
– saluran Eustachius, yaitu saluran penghubung antara ruang telinga dengan rongga faring.
3. Telinga dalam (Labyrinth) terdiri atas:
– Organ pendengaran atau koklea (rumah siput). Struktur rumah siput (koklea)
Rumah siput berupa saluran spiral terbagi atas 3 daerah, yaitu:
1. Skala vestibuli yang terletak di bagian dorsal
2. Skala media terletak di bagian tengah
3. Skala timfani terletak di bagian ventral
Antara skala yang satu dengan skala yang lain dipisahkan oleh:
– membran vestibularis: memisahkan skala vestibuli – skala media.
– membran tektoral memisahkan skala media – skala timfani.
– membran basilaris: memisahkan skala timfani – skala vestibuli.
Struktur koklea Struktur organ Corti
Organ corti terdapat pada skala media, terdiri atas:
– sel-sel rambut saraf pendengaran yang terdapat di dalam selaput dasar
– membrana tektoralis atau selaput atas. Selaput atas terletak di
atas sel-sel rambut, merupakan penerus getaran dari fenestra ovali ke
sel-sel rambut lewat cairan limfe yang terdapat pada skala media.
– organ keseimbangan: terdiri atas kanalis semi sirkularis (saluran setengah lingkaran), sakulus, dan utrikulus.
Rangsang getaran yang diterima ujung saraf pendengaran diteruskan
oleh saraf koklea ke otak. Di dalam koklea terdapat 24.000 alat corti,
yang masing-masing mempunyai kepekaan menerima frekuensi tertentu. Kita
hanya dapat mendengar suara dari 20 sampai 20.000 Hertz, tetapi ada
orang-orang tertentu yang dapat mendengar antara 16 sampai 20.000 Hertz. Mekanisme transmisi pendengaran
Suara dari luar dapat sampai pada skala media dengan beberapa cara:
a. Penghantaran udara: getaran suara luar menggetarkan membran
timfani. Kemudian oleh tulang pendengaran akan diteruskan ke fenestra
ovali (tingkap oval) dan akan menggetarkan cairan limfe pada koklea.
Akibatnya, sel-sel rambut dari organ korti terangsang, menghasilkan
impuls dan diteruskan oleh saraf auditorius ke pusat pendengaran di otak
b. Penghantaran tulang: getaran yang terjadi pada tulang-tulang tubuh
kita (misalnya tulang tengkorak) akan menyebabkan bergetarnya cairan
limfe pada koklea. Gangguan pada pendengaran
Tuli atau kurang tajam pendengaran, dapat disebabkan oleh:
a. Tuli konduksi, dapat terjadi karena:
– penyumbatan saluran telinga oleh minyak serumen
– penebalan atau pecahnya membrana timfani
– pengapuran tulang pendengaran
– kekakuan hubungan stapes pada fenesta ovali.
b. Tuli saraf dapat disebabkan oleh:
– kerusakan saraf auditorius
– kerusakan saraf pendengaran Alat keseimbangan pada telinga
Reseptor keseimbangan terdapat dalam kanalis semisirkularis, utrikulus, dan sakulus.
a. Kanalis semisirkularis (saluran setengah lingkaran)
Suatu struktur yang terdiri atas 3 tulang setengah lingkaran,
tersusun menjadi satu kesatuan dengan posisi berlainan, yaitu ada yang
horisontal, vertikal atas dan vertikal belakang. Setiap kanalis berisi endolimfe, dan pada setiap pangkalnya membesar disebut ampula, dan berisi reseptor keseimbangan yang disebut cristae ampularis. Pada cristae ampularis terdapat cupula
yang berhubungan langsung dengan sel-sel reseptor keseimbangan.
Kelembaman endolimfe yang terdapat dalam kanalis semisirkularis akan
menyebabkan ia bergerak ke arah yang berlawanan dengan arah
putaran/gerakan sehingga kita dapat merasakan adanya perubahan posisi
tubuh.
b. Sakulus dan utrikulus
Merupakan alat keseimbangan statis (statoreseptor) yaitu
berfungsi memberikan respons terhadap perubahan kedudukan tubuh,
misalnya tegak, miring, dan lain-lainnya. Pada dasar utrikulus terdapat makula (organ otolith). Kedudukan otolith ini akan berubah bila posisi kepala berubah.
5. Indera Penglihat (Fotoreseptor)
Indera penglihat disebut juga fotoreseptor. Sel fotoreseptor yang terdapat pada retina dapat dibedakan dua macam, yaitu sel batang (basilus) bertugas menerima rangsangan cahaya yang tidak berwarna, dan sel kerucut (konus)
yang bertugas menerima rangsangan cahaya yang berwarna atau terang. Sel
fotoreseptor bertugas menerima dan mengubah rangsangan cahaya menjadi
impuls, yang selanjutnya oleh otak diubah menjadi sensasi penglihatan. 1. Struktur bola mata
Dinding bola mata terdiri atas 3 lapis, yaitu:
Sklera, berwarna putih dan merupakan lapisan terluar. Bagian depannya transparan dan disebut kornea.
Koroid, merupakan lapisan tengah yang berwarna hitam dan
merupakan bagian yang berfungsi nutritif, karena banyak mempunyai
pembuluh darah.
Retina, merupakan selubung terdalam, dan merupakan neuroepitelium,
yaitu epitelium yang berfungsi sebagai reseptor. Pada lapisan retina
inilah terdapat sel batang dan sel kerucut (sel fotoreseptor)
Di dalam bola mata terdapat:
Aqueous humor, yaitu cairan yang mengisi ruangan antara lensa mata dengan retina.
Viterous humor, ialah cairan yang mengisi rongga mata antara lensa mata dengan kornea.
Lensa mata, bentuknya bikonveks, terikat oleh otot siliaris.
Iris (selaput pelangi), merupakan struktur berpigmen yang memberi warna mata. Tersusun atas serabut otot sirkular.
2. Struktur retina
Tersusun atas 3 lapisan, yaitu:
lapisan neuroepitelium
lapisan bipolar
lapisan ganglion
Akson dari sel-sel ganglion berkumpul membentuk saraf optikus. Tempat berkumpulnya akson-akson tersebut bintik buta.
Sedang dibagian lain dari retina terdapat suatu daerah yang banyak
mengandung sel kerucut dan sel batang. Di tengahnya berupa lekukan yang
hanya mengandung sel kerucut, disebut fovea sentralis (bintik kuning).
Sel basilus mengandung pigmen rodopsin (senyawa antara
vitamin A dengan protein). Bila terkena sinar rodopsin terurai dan pada
waktu gelap terbentuk lagi. Waktu yang diperlukan untuk proses
pembentukan rodopsin ini disebut waktu adaptasi, di mana kita akan
kurang dapat melihat.
Sel konus banyak mengandung pigmen iodopsin, yaitu senyawa
antara retinin dan opsin. Ada tiga macam sel konus, yaitu yang peka
terhadap warna biru, hijau, dan merah. Dari ketiga pasangan konus itu
kita dapat menerima rangsang warna dari spektrum warna ungu sampai
merah.
Gangguan indera penglihatan
Mata dikatakan normal bila dapat memfokuskan sinar sejajar yang masuk
ke mata tepat pada bintik kuning. Keadaan ini disebut mata emmertrop.
Bila sinar yang datang tidak jatuh tepat pada bintik kuning, maka akan
menimbulkan gangguan penglihatan. Berikut ini beberapa jenis gangguan
penglihatan :
Mata hipermetrop, penyebabnya lensa mata terlalu pipih
sehingga bayangan jatuh di belakang bintik kuning. Untuk menormalkannya
dapat dibantu dengan lensa cembung (positif).
Mata miop, penyebabnya lensa terlalu cembung, sehingga
bayangan jatuh di depan bintik kuning. Untuk menormalkannya dapat
ditolong dengan lensa cekung (negatif).
Mata presbiop. Ini adalah gangguan yang umumnya terdapat
pada orang berusia lanjut. Cahaya sejajar yang datang difokuskan di
belakang retina sebab lensa mata terlalu pipih karena daya akomodasi
terlalu lemah.
Mata astigmat, bila cahaya sejajar yang datang tidak
difokuskan ke satu titik. Di sebabkan oleh kornea yang tidak rata.
Astigmat teratur, dapat dibantu oleh lensa silindris, sedangkan astigmat
tidak teratur tidak dapat ditolong.
Hermeralopi atau rabun senja, disebabkan oleh kekurangan
vitamin A. Bila berkelanjutan akan diikuti gejala terbentuknya bintik
putih (bitot spot), kemudian mengeringnya kornea (xeroftalmia) dan
akhirnya mengalami keratomalasi (rusaknya kornea).
Buta warna, merupakan penyakit mata yang menurun dimana
seseorang tidak bisa membedakan warna tertentu. Mata normal ialah mata
yang memiliki 3 macam sel kerucut, yang disebut mata trikomat sedangkan mata dikromat hanya memiliki dua sel kerucut. Dengan demikian dapat terjadi kemungkinan: buta warna merah (protanopia) buta warna hijau (duteranopia), atau buta warna biru (tritanopia). Ketiganya disebut buta warna sebagian. Jenis penyakit buta warna lainnya adalah mata monokromat,
yang hanya memiliki satu macam sel kerucut. Orang demikian hanya dapat
membedakan warna hitam dan putih. Kasus seperti itu disebut buta warna
total.
Sedikit
saja ide yang telah merasuki kesadaran manusia sedalam ide tentang waktu. Ide
tentang waktu dan ruang telah mengganggu pemikiran manusia selama ribuan tahun.
Hal-hal ini sekilas nampak sederhana dan mudah dipahami, karena mereka sangat
dekat dengan pengalaman sehari-hari. Segala hal hadir dalam ruang dan waktu,
sehingga mereka nampak sebagai hal-hal yang akrab dengan kita. Walau demikian,
apa yang akrab dengan kita tidaklah otomatis dipahami. Dengan penelitian yang
lebih dekat, ruang dan waktu bukanlah hal yang mudah dipahami. Di abad ke-5,
Santo Agustinus mengatakan: "Lalu, apakah waktu itu? Jika tidak ada yang
bertanya, saya tahu apa waktu itu. Jika saya ingin menjelaskannya pada
seseorang yang bertanya kepada saya, saya tidak tahu." Kamus juga tidak
banyak bermanfaat. Waktu didefinisikan sebagai "satu periode", dan
satu periode didefinisikan sebagai "waktu". Kita tidak tambah pintar, Pada kenyataannya, hakikat waktu dan ruang adalah sebuah masalah filsafat
yang cukup kompleks.
Manusia
jelas membedakan antara yang lalu dan yang akan datang. Satu rasa tentang
waktu, walau demikian, tidaklah unik milik manusia atau hewan. Berbagai
organisme sering memiliki "jam internal", seperti tumbuhan, yang
berputar ke satu sisi di kala siang, dan ke sisi yang lain di kala malam. Waktu
adalah satu pernyataan objektif tentang keadaan material yang berubah. Hal ini
ditunjukkan bahkan oleh cara kita ketika berbicara tentangnya. Sangat jamak
kita bicara tentang waktu yang "mengalir". Pada kenyataannya, hanya
materi yang berbentuk cairan yang mengalir. Waktu bukan sekedar hal yang
subjektif. Ia adalah cara kita menyatakan satu proses aktual yang hadir dalam
dunia fisik. Waktu hanyalah satu pernyataan akan fakta bahwa segala materi
hadir dalam sebuah keadaan yang terus
berubah. Adalah takdir dan keharusan bagi semua hal yang material untuk
berubah menjadi hal yang lain daripada dirinya sendiri. "Segala hal yang
ada layak untuk dihancurkan." Satu rasa
tentang irama mendasari segalanya: detak jantung manusia, irama dalam
berbicara, pergerakan dari bintang-bintang dan planet-planet, pasang naik dan
pasang surut, pergantian musim. Hal-hal ini terukir sangat dalam pada kesadaran
manusia, bukan sebagai pencitraan yang acak, tapi sebagai gejala riil yang
menyatakan satu kebenaran mendasar tentang alam raya. Di sini intuisi manusia
tidaklah keliru. Waktu adalah cara untuk menyatakan perubahan dalam keadaan dan
pergerakan yang merupakan ciri tak terpisahkan dari materi dalam segala bentuknya.
Dalam tata bahasa, kita memiliki tenses:
past tense, future tense dan present
tense. Penaklukan kolosal yang dilakukan nalar manusia memungkinkannya
untuk membebaskan dirinya sendiri dari perbudakan waktu, untuk mengatasi
situasi kongkrit dan menjadi "hadir" ['present'], bukan hanya di sini dan sekarang, tapi juga di masa lalu
dan di masa datang, setidaknya di dalam pikiran. Waktu dan
gerak adalah dua konsep yang tidak terpisahkan. Keduanya hakiki bagi semua
kehidupan dan semua pengetahuan di dunia, termasuk tiap perwujudan yang diambil
oleh pikiran dan khayalan. Pengukuran, batu penjuru dari semua ilmu
pengetahuan, akan mustahil tanpa ruang dan waktu. Musik dan tari didasarkan
atas waktu. Seni sendiri mencoba mencapai satu rasa tentang waktu dan gerak, yang
hadir bukan hanya diwakilkan oleh enerji fisik tapi juga oleh disainnya. Warna,
bentuk dan garis dari sebuah lukisan membimbing mata melintasi permukaan dalam
irama dan tempo tertentu. Inilah yang menumbuhkan rasa, ide dan emosi tertentu
pada kita setelah kita menikmati karya seni tersebut. Keabadian adalah kata
yang sering digunakan untuk menggambarkan berbagai karya seni, tapi justru
sebenarnya menyatakan persis kebalikan dari apa yang dimaksudkan. Kita tidak
akan dapat merasakan ketiadaan waktu, karena waktu hadir dalam segala
sesuatunya. Ada satu
perbedaan antara ruang dan waktu. Ruang dapat juga menyatakan perubahan,
sebagaimana perubahan dalam posisi. Materi hadir dan bergerak melalui ruang.
Tapi jumlah cara yang dapat dilalui oleh perubahan ini besar tak berhingga:
maju, mundur, naik atau turun, dengan derajat apapun. Pergerakan dalam ruang
juga dapat berlaku kebalikannya.
Pergerakan dalam waktu tidak dapat
diputar balik. Keduanya adalah dua cara yang berbeda (bahkan bertentangan)
dalam menyatakan satu ciri yang hakiki dari materi - perubahan. Inilah
satu-satunya Kemutlakan yang ada. Ruang
adalah "kembaran" materi, kalau kita pakai istilah Hegel, sementara
ruang adalah proses di mana materi (dan energi, yang merupakan pernyataan lain
materi) terus-menerus berubah menjadi hal yang lain daripada dirinya sendiri.
Waktu - "api yang menelan kita semua" - biasanya dilihat sebagai
suatu hal yang destruktif. Tapi sebenarnya waktu juga merupakan pernyataan dari
proses permanen penciptaan diri sendiri [self-creation],
di mana materi terus-menerus berubah menjadi bentuk-bentuk lain yang jenisnya
tak berhingga. Proses ini dapat dilihat dengan cukup jelas dalam materi-materi
yang anorganik, terutama di tingkat sub-atomik. Pandangan
tentang perubahan, seperti yang dinyatakan dalam berlalunya waktu, dengan dalam
merasuki kesadaran manusia. Inilah basis dari semua unsur tragis dalam
kesusastraan, perasaan sedih karena berlalunya kehidupan, yang mencapai
bentuknya yang paling indah dalam soneta-soneta Shakespeare, seperti yang satu
ini, yang dengan gemilang menggambarkan satu rasa akan pergerakan waktu yang
penuh keresahan:
"Like as the waves make toward
the pebbled shore,
So do our minute
hasten to their end;
Each changing
place with that which goes before,
In sequent toil all forward to contend."
["Laksana ombak yang melaju ke
pantai berpasir,
demikianlah menit demi menit berpacu
menuju kehancuran;
semuanya bertukar tempat dengan para
pendahulu,
berturutan
mereka menyeret diri ke dalam pertempuran"] Kemustahilan
kita untuk membalik waktu tidak hanya berlaku untuk mahluk-mahluk hidup. Bukan
hanya manusia, tapi bintang-bintang dan galaksi juga dilahirkan dan mengalami
kematian. Perubahan berlaku untuk segala hal, tapi bukan hanya dalam makna yang
negatif. Berdampingan dengan kematian, hadirlah kehidupan, dan keteraturan
lahir secara spontan dari kekacauan. Tanpa kematian, kehidupan itu sendiri
tidaklah akan dimungkinkan. Tiap orang bukan hanya sadar akan dirinya sendiri,
tapi juga akan negasi dari diri mereka, dari batasan terhadap diri mereka
sendiri. Kita dari alam dan akan kembali ke alam. Mahluk-mahluk
fana memahami bahwa sebagai mahluk fana mereka akan menemui kematian di ujung
jalan yang mereka tempuh. Sebagaimana kitab Ayub mengingatkan kita:
"Manusia yang lahir dari perempuan, singkat umurnya dan penuh
kegelisahan."[i]
Hewan tidaklah gentar akan kematian dengan cara yang sama dengan kita karena
mereka tidak memahaminya seperti kita. Umat manusia telah berupaya meloloskan
diri dari takdir mereka dengan mendirikan perkumpulan-perkumpulan istimewa yang
menjanjikan satu kehidupan khayal setelah kematian. Ide tentang hidup abadi
hadir dalam hampir tiap agama melalui bentuk yang satu atau yang lain. Inilah
kekuatan penggerak di balik satu kehausan egoistis bagi suatu keabadian khayal
dalam Surga yang tak kelihatan, yang diangankan akan menjadi penghiburan bagi
"Lembah Kedukaan" yang ada di bumi yang penuh dosa ini. Maka, selama
berabad-abad, manusia telah diajari untuk menyerah pasrah pada penderitaan dan
kerasnya hidup di dunia karena mengharapkan satu hidup yang penuh kebahagiaan -
setelah mereka mati. Bahwa
setiap individu harus meninggalkan
dunia ini, itu semua orang tahu. Di masa datang, usia hidup manusia akan
diperpanjang jauh melampaui harapan hidup "alamiah"-nya; walau
demikian, kematian itu pasti akan datang. Tapi, apa yang terjadi pada individu
tidak harus terjadi pada spesies. Kita terus hidup melalui anak-anak kita,
melalui ingatan kawan-kawan kita dan melalui sumbangan yang kita buat untuk
perbaikan nasib umat manusia. Inilah satu-satunya keabadian yang harus kita
kejar. Bergenerasi umat manusia akan datang dan pergi, tapi akan selalu
digantikan oleh generasi yang baru, yang akan mengembangkan dan memperkaya
cakupan aktivitas dan pengetahuan umat manusia. Pencarian sejati bagi keabadian
diwujudkan dalam proses tanpa henti atas perkembangan dan penyempurnaan
manusia, karena umat manusia akan terus memperbaharui diri dalam tingkatan yang
semakin lama semakin tinggi. Tujuan tertinggi yang dapat kita tetapkan bagi diri
kita sendiri, dengan demikian, bukanlah satu firdaus khayal nun jauh di atas
sana, tapi untuk berjuang meraih kondisi sosial riil yang akan memungkinkan
pembangunan firdaus di bawah sini, di dunia ini. Sejak
pengalaman kita yang paling awal, kita telah mencapai pemahaman tentang
pentingnya waktu. Sehingga sangatlah mengejutkan bahwa masih ada orang yang
beranggapan bahwa waktu adalah suatu khayalan, satu ciptaan pikiran belaka. Ide
ini telah bertahan bahkan sampai saat ini. Pada kenyataannya, ide bahwa waktu
dan perubahan adalah sekedar khayalan bukanlah sesuatu yang baru. Ia hadir
dalam agama-agama kuno seperti Buddhisme, dan juga dalam filsafat idealis
seperti Phytagoras, Plato, dan Potinus. Aspirasi dari Buddhisme adalah untuk
mencapai nirwana, satu keadaan di
mana waktu berhenti berputar. Heraclitus, bapak dialektika, memahami dengan
tepat hakikat waktu dan perubahan, ketika ia menulis bahwa "segalanya
adalah dirinya sendiri sekaligus bukan dirinya sendiri, karena segalanya selalu
berada dalam fluktuasi" dan "kita melangkah dan juga sekaligus tidak
melangkah dalam arus yang sama, kita adalah diri kita sendiri dan sekaligus
bukan." Ide tentang
perubahan sebagai sesuatu yang siklik adalah hasil dari masyarakat pertanian
yang sangat bergantung pada perubahan cuaca. Cara hidup statis yang berakar
dalam cara produksi masyarakat-masyarakat terdahulu menemukan perwujudannya
dalam filsafat-filsafat yang statis. Gereja Katolik tidak sanggup mencerna
kosmologi ala Copernicus dan Galileo karena itu adalah sebuah tantangan bagi
pandangan mereka terhadap dunia dan masyarakat. Hanya dalam masyarakat
kapitalislah perkembangan industri berlangsung sedemikian rupa sehingga sanggup
menggerus irama masyarakat pedesaan yang kuno dan lambat itu. Bukan hanya
perbedaan dalam iklim kini diabaikan dalam produksi, tapi bahkan perbedaan
siang dan malam, karena mesin-mesin bekerja 24 jam sehari, tujuh hari seminggu,
52 minggu per tahun, di bawah sorotan sinar buatan manusia. Kapitalisme telah
merevolusionerkan pikiran manusia. Walau demikian, kemajuan pikiran itu
terbukti jauh lebih lambat dari kemajuan industri. Konservatisme pikiran
ditunjukkan dalam upaya yang terus muncul untuk terus mempertahankan ide-ide
lama, ketidakpastian kuno yang seharusnya sudah dikubur sejak lama dan, akhirnya,
pada harapan yang telah bertahan melewati berbagai jaman akan satu kehidupan
setelah kematian. Ide bahwa
jagad ini harus memiliki awal dan akhir telah dibangkitkan kembali pada
dasawarsa mutakhir ini oleh teori kosmologi mengenai Ledakan Besar ["the Big Bang"]. Teori ini niscaya
yang melibatkan satu mahluk supernatural yang menciptakan dunia dari ketiadaan
menurut satu rencana yang tak dapat kita pahami, dan memeliharanya selama Ia
menganggapnya perlu. Kosmologi religius kuno dari Musa, Yesaya, Tertullian dan Timaeus-nya Plato, dengan menakjubkan
bangkit kembali dalam tulisan-tulisan dari beberapa kosmologis dan fisikawan
teoritik modern. Tidak ada sesuatupun yang baru dalam hal ini. Tiap sistem
sosial yang memasuki tahap kemunduran yang tak dapat dihentikan lagi selalu
mengajukan gambaran bahwa dirinya adalah akhir dari segala jaman, akhir dari
dunia atau, lebih baik lagi, akhir dari jagad raya. Walau demikian, jagad raya
ini masih terus berputar, tanpa mempedulikan takdir yang menimpa formasi sosial
yang fana di dunia ini. Umat manusia terus hidup, berjuang dan, sekalipun
terjadi kemunduran-kemunduran, terus berkembang dan maju. Sehingga satu masa
akan menyiapkan masa yang lebih maju dan lebih tinggi dari yang sebelumnya.
Dan, secara prinsip, tidak ada batasan untuk hal ini.
Waktu dan Filsafat
Orang-orang
Yunani kuno sebenarnya memiliki pemahaman yang jauh lebih dalam mengenai makna
waktu, ruang dan gerak dari orang-orang modern. Bukan hanya dalam filsafat
Heraclitus, ahli dialektika yang paling besar dari Jaman Kuno, tapi para
filsufEleatic (Permenides, Zeno) pun
telah sampai pada satu pemahaman yang sangat ilmiah tentang gejala ini. Para
atomis Yunani telah memajukan satu gambaran akan sebuah jagad raya yang tidak
memerlukan seorang Pencipta, tanpa awal dan tanpa akhir. Ruang dan materi
biasanya dilihat sebagai dua hal yang bertentangan, seperti yang dinyatakan
dalam ide "kosong" dan "penuh". Dalam prakteknya, yang satu
tidak dapat hadir tanpa kehadiran yang lain. Mereka saling menyaratkan, saling
menentukan, saling membatasi dan saling mendefinisikan. Kesatuan ruang dan
materi adalah kesatuan dari hal-hal bertentangan yang paling mendasar. Hal ini
telah dipahami oleh para atomis Yunani yang menggambarkan alam raya sebagai
tersusun dari hanya dua hal - "atom" dan "kehampaan". Pada
hakikatnya, pandangan tentang jagad ini adalah tepat. Relativisme
telah seringkali didapati dalam sejarah filsafat. Para sophis memandang bahwa
"manusia adalah tongkat pengukur bagi segala sesuatu". Mereka adalah
para relativis yang terbaik yang pernah ada. Dengan menyangkal adanya kebenaran
yang absolut, mereka cenderung pada satu subjektivistime yang ekstrim. Pada
masa kini para sophis memiliki reputasi yang buruk, tapi pada kenyataannya
mereka adalah satu langkah maju pada jamannya untuk sejarah filsafat. Walau di
dalamnya terdapat banyak penipu, mereka juga memiliki sejumlah ahli dialektik
yang berbakat seperti Protagoras. Sophisme dialektik didasarkan pada ide yang
tepat bahwa kebenaran memiliki banyak
segi. Satu hal dapat dibuktikan memiliki banyak hakikat. Sangat perlu untuk
memiliki kemampuan untuk melihat satu gejala tertentu dari segala seginya. Bagi
para pemikir yang tidak dialektik, dunia ini adalah tempat yang sangat
bersahaja. Tiap "hal" menikmati satu kesendirian dalam waktu dan
ruang. Ia ada di hadapan saya "kini" dan "di sini". Walau
demikian, penelitian yang lebih dekat akan menunjukkan bahwa kata-kata yang
demikian bersahaja dan akrab ini ternyata adalah hasil dari satu abstraksi yang
sepihak. Artistoteles,
seperti di banyak bidang lainnya, mengurusi juga ruang, waktu dan gerak dengan
keperkasaan dan kemendasaran yang besar. Ia menulis bahwa hanya ada dua hal
yang tidak mungkin dimusnahkan: waktu dan perubahan, yang dengan tepat
dianggapnya sebagai sama dan sebangun: "Walau
demikian mustahillah kita menciptakan atau memusnahkan gerak; ia pasti telah
hadir sepanjang segala masa. Demikian pula dengan waktu, yang tidak dapat
dimulai dan tidak dapat dihentikan; karena tidak mungkin ada
"sebelum" dan "sesudah" di mana waktu tidak hadir. Gerak,
dengan demikian, juga kontinyu dalam makna yang serupa dengan waktu, karena
waktu adalah salah satu: sama dengan gerak, atau merupakan salah satu dari
hakikat gerak itu sendiri; sehingga gerak harus terus berlanjut seperti mengalirnya
waktu, dan jika demikian ia harus bersifat lokal dan sirkular." Di bagian
lain ia menulis bahwa "Gerak tidak dapat lahir dan tidak dapat mati:
demikian pula waktu tidak dapat lahir, atau mati."[ii] Betapa
jauh lebih bijaksananya para filsuf dari Jaman Kuno dibandingkan mereka yang
kini menulis tentang "awal waktu", bahkan tanpa sambil tersenyum! Filsuf
idealis Jerman, Emmanuel Kant, adalah orang yang, setelah Aristoteles,
menyelidiki masalah hakikat waktu dan ruang dengan paling penuh, sekalipun
penyelesaian yang dibuatnya akhirnya tidak memuaskan. Setiap hal material
adalah tersusun dari berbagai hakikat. Jika kita ambil semua hakikat-hakikat
kongkrit ini, kita akan menemui dua abstraksi yang tersisa: waktu dan ruang.
Ide tentang waktu dan ruang sebagai mahluk metafisik yang benar ada diberi
basis filsafat oleh Kant, yang mengklaim bahwa ruang dan waktu adalah
"gejala riil", tapi yang tidak dapat dipahami "dalam dirinya
sendiri". Waktu dan
ruang adalah ciri dari materi, dan tidak dapat dipahami terpisah dari materi.
Dalam bukunya The Critique of Pure Reason,
Kant mengklaim bahwa ruang dan waktu bukan satu konsep objektif yang ditarik
dari pengamatan terhadap dunia nyata, tapi sesuatu yang dilahirkan oleh
pemikiran manusia. Faktanya, semua konsepsi geometri diturunkan dari pengamatan
atas objek-objek material. Salah satu pencapaian teori relativitas umum
Einstein persis adalah pengembangan geometri sebagai ilmu yang empirik, aksioma
yang dipahami melalui pengukuran aktual, dan yang berbeda dari aksioma geometri
Euclides yang klasik, yang dianggap (secara keliru) sebagai murni hasil dari
pemikiran, dideduksi semata dari logika. Kant
berusaha membenarkan klaimnya dalam bagian terkenal dari The Critique of Pure Reason yang disebut Antinomies, yang menangani gejala-gejala kontradiktif di dunia
nyata, termasuk ruang dan waktu. Keempat antinomi (kosmologis) pertama Kant
menangani masalah ini. Kant mendapat berkah sehingga dapat mengungkap
keberadaan kontradiksi-kontradiksi semacam ini, tapi penjelasannya sangatlah tidak
lengkap. Tugas untuk menyelesaikan kontradiksi itu jatuh pada Hegel, ahli
dialektika besar itu, dalam bukunya The
Science of Logic. Sepanjang
abad ke-18, ilmu pengetahuan didominasi oleh teori mekanika klasik, dan satu
orang menerakan stempelnya pada seluruh epos. Penyair Alexander Pope
menyimpulkan seluruh pemujaan dari para rekan sejaman Newton dalam
bait-baitnya:
"Nature and Nature's law lay
hid in night:
God said 'Let Newton be!' and all was light."
["Alam dan seluruh hukumnya
tersembunyi di kegelapan:
Tuhan
bersabda 'Baiklah Kita ciptakan Newton' dan jadilah siang."] Newton
memandang waktu sebagai sesuatu yang mengalir dalam garis lurus ke manapun.
Bahkan jika di situ tidak terdapat materi, akan tetap ada satu kerangka tetap
dari ruang dan waktu yang terus mengalir "melalui"-nya. Kerangka
ruang Newton yang mutlak itu dianggap dipenuhi oleh satu zat hipotetik yang
disebut "ether" yang merupakan medium di mana cahaya mengalir. Newton
berpendapat bahwa waktu adalah seperti satu "kaleng" raksasa di mana
segala sesuatu ada dan berubah. Dalam ide ini, waktu dipandang sebagai sesuatu
yang memiliki keberadaan terpisah dari alam raya. Waktu akan tetap ada
sekalipun alam raya ini telah musnah. Ini adalah ciri dari metode mekanik (dan
idealis) di mana waktu, ruang, materi dan gerak dipandang sebagai hal yang
mutlak terpisah. Pada kenyataannya, mustahil untuk memisahkan mereka. Fisika
Newton dikondisikan oleh mekanika yang di abad ke-18 merupakan ilmu pengetahuan
yang paling maju. Pandangan ini juga dianut oleh kelas penguasa yang baru
karena ia menyajikan pandangan atas alam raya yang pada hakikatnya statis,
abadi dan tidak berubah, di mana semua kontradiksi diabaikan - tanpa lompatan
mendadak, tanpa revolusi, tapi sebuah keserasian sempura, di mana segala
sesuatu cepat atau lambat kembali menuju titik keseimbangan, seperti halnya
parlemen Inggris mencapai satu keseimbangan yang memuaskan dengan monarki di
bawah William dari Orange. Abad ke-20 telah meruntuhkan tanpa ampun pandangan
atas dunia yang seperti ini. Satu demi satu, mekanisme kuno yang kaku dan
statis itu telah digeser dan digantikan. Ilmu pengetahuan modern dicirikan oleh
satu perubahan tanpa henti, kecepatan yang luar biasa, kontradiksi dan paradoks
di segala tingkatannya. Newton
membedakan antara waktu mutlak dan "relatif, kasat mata dan jamak",
seperti yang nampak pada jam yang ada di dunia. Ia mengajukan satu pandangan
tentang "waktu mutlak",
satu skala waktu ideal yang akan menyederhanakan hukum-hukum mekanika.
Abstraksi tentang waktu dan ruang ini terbukti merupakan ide yang dahsyat yang
telah memajukan pemahaman kita akan alam raya secara luar biasa. Maka ide-ide
ini kemudian lama dianggap sebagai hal yang mutlak. Namun, setelah pengamatan
yang lebih teliti, "kebenaran mutlak" dari mekanika klasik Newton
terbukti adalah - relatif. Mekanika
Newton hanya benar di dalam batas-batas
tertentu.
Newton dan Hegel
Teori
mekanistik yang mendominasi ilmu pengetahuan selama dua abad setelah Newton
pertama kali mendapatkan tantangan serius dari bidang biologi oleh penemuan
revolusioner Charles Darwin. Teori evolusi Darwin menunjukkan bahwa kehidupan
dapat muncul dan berkembang tanpa campur-tangan ilahi, berdasarkan hukum-hukum
alam, pada akhir abad ke-19, ide tentang "panah waktu" dikemukakan
oleh Ludwig Boltzmann dalam Hukum Kedua Termodinamika. Penggambaran yang
mengejutkan ini tidak lagi menyajikan waktu sebagai satu siklus yang tak
terputus, melainkan bahwa waktu adalah laksana panah yang meluncur ke satu arah tunggal. Teori-teori ini
mengasumsikan bahwa waktu adalah riil dan bahwa alam raya sendiri adalah satu
proses perubahan yang kontinyu, seperti yang telah dilihat oleh Heraclitus tua
beribu tahun yang lalu. Hampir
setengah abad sebelum karya Darwin yang menandai datangnya epos baru itu, Hegel
telah mengantisipasi bukan hanya karya itu, tapi banyak penemuan lain dari ilmu
pengetahuan modern. Dengan berani ia menantang asumsi-asumsi dari mekanika
Newton yang masa itu masih berjaya. Ia mengajukan sau pandangan yang dinamik
atas dunia, yang berdasarkan proses dan perubahan
melalui kontradiksi. Antisipasi yang gemilang dari Heraclitus diubah oleh
Hegel menjadi satu sistem berpikir dialektik yang lengkap dan menyeluruh. Tidak
ada keraguan bahwa, kalau Hegel lebih serius, proses ilmu pengetahuan akan
berjalan lebih cepat dari apa yang telah ditempuhnya sekarang. Kebesaran
Einstein terletak pada kemampuannya keluar dari abstraksi-abstraksi ini dan
mengungkapkan watak relatifnya. Aspek relatif dari waktu bukanlah sesuatu yang
baru. Hal itu telah ditelaah secara menyeluruh oleh Hegel. Dalam karya awalnya The Phenomenology of Mind, ia
menjelaskan hakikat kerelatifan dari kata-kata "di sini" dan
"sekarang". Ide-ide ini, yang kelihatannya cukup sederhana dan
lurus-lurus saja, ternyata sangatlah kompleks dan kontradiktif. "Terhadap
pertanyaan, Apa itu Sekarang?, kami menjawab, misalnya, Sekarang adalah
waktu-malam. Untuk menguji kebenaran dari kepastian makna ini, kita hanya
memerlukan satu percobaan sederhana saja: tuliskan kebenaran itu. Satu
kebenaran tidak dapat kehilangan apapun hanya karena dituliskan, dan sama
tetapnya jika kita memelihara dan menjaganya. Jika kita melihat lagi kebenaran
yang telah kita tuliskan, lihatlah sekarang,
pada waktu-siang, kita akan melihat bahwa kebenaran itu telah basi dan
ketinggalan jaman."[iii] Sangat
mudah untuk mengabaikan Hegel (atau juga Engels) karena tulisan mereka tentang
ilmu pengetahuan pasti terbatasi oleh keadaan aktual ilmu pengetahuan pada masa
mereka. Apa yang mengagumkan sebenarnya adalah betapa majunya sebenarnya
pandangan Hegel atas ilmu pengetahuan. Dalam buku mereka Order out of Chaos, Prigogine dan Stengers menunjukkan bahwa Hegel
menolak metode mekanistik dari fisika Newtonian, pada waktu di mana ide-ide
Newton disakralkan secara universal: "Filsafat
alam Hegelian secara sistematik mecakup segala yang ditolak oleh pandangan
Newton. Secara khusus, ia bersandar pada perbedaan kualitatif antara perilaku
sederhana yang digambarkan oleh mekanika dan perilaku dari mahluk-mahluk yang
lebih kompleks seperti mahluk hidup. Ia menolak kemungkinan mereduksi
tingkatan-tingkatan itu, menolak ide bahwa perbedaan hanya pada penampakannya
dan bahwa alam pada hakikatnya pada dasarnya homogen dan sederhana. Ia
membenarkan keberadaan satu hirarki, tiap tingkatan mengandaikan adanya satu
tingkatan di bawahnya."[iv] Hegel
menulis dengan tajam tentang apa yang dianggap sebagai kebenaran-kebenaran
mutlak oleh mekanika Newton. Ia adalah orang pertama yang menempatkan
pendekatan mekanistik dari abad ke-18 pada kritisisme yang menyeluruh,
sekalipun keterbatasan ilmu pengetahuan pada masanya tidak memungkinkannya
mengajukan satu alternatif yang rapi. Bagi Hegel, segala yang fana termediasi, yaitu relatif terhadap
sesuatu yang lain. Lebih jauh lagi, hubungan ini bukanlah satu hubungan
berseberangan [juxtaposition] yang
formal, tapi sebuah proses yang hidup: segala sesuatu adalah terbatas, terkondisi dan ditentukan oleh hal
yang lain. Dengan demikian, sebab dan akibat hanya berlaku dalam
hubungannya dengan hubungan-hubungan yang terisolasi (seperti yang kita temukan
dalam mekanika klasik), tapi jika kita memandang segala hal sebagai proses, di
mana segala seuatu adalah hasil dari kesalingterhubungan
dan interaksi yang universal. Waktu
adalah bentuk keberadaan materi. Matematika dan logika formal tidak dapat menangani
waktu dengan baik, melainkan memperlakukannya sebagai sekedar sebuah hubungan kuantitatif. Kini tidak
ada keraguan lagi tentang makna penting hubungan kuantitatif demi pemahaman
terhadap realitas, karena tiap hal fana dapat didekati dari sudut pandang
kuantitatif. Tanpa satu pemahaman akan hubungan kuantitatif, ilmu pengetahuan
mustahil lahir. Tapi, di dalam dan dari dirinya sendiri, hubungan-hubungan ini
tidaklah cukup untuk menyatakan kompleksitas kehidupan dan pergerakan, proses
perubahan tanpa henti di mana perkembangan yang bertahap dan halus tiba-tiba
menimbulkan perubahan yang penuh kekacauan. Hubungan
yang murni kuantitatif, mengutip istilah Hegel, menghadirkan proses alam
"hanya dalam bentuk yang lumpuh dan terantai".[v] Jagad
raya ini adalah satu keseluruhan yang tanpa batas, dan mengerakkan dirinya
sendiri, yang menghidupi dirinya sendiri dan mengandung kehidupan di dalam
rahimnya. Gerak adalah sebuah gejala yang kontradiktif, yang mengandung baik
yang positif maupun yang negatif. Ini adalah satu dari proposisi paling
mendasar dari dialektika, yang lebih dekat pada kenyataan hakikat alam daripada
aksioma-aksioma matematika. Hanya
geometri klasik yang memungkinkan satu pandangan akan ruang yang seluruhnya
kosong. Lagi-lagi ini adalah abstraksi matematik, yang memainkan satu peran
penting, tapi hanya dapat menggambarkan realitas secara pendekatan saja.
Geometri pada hakikatnya membandingkan
berbagai besaran spasial. Berlawanan dengan apa yang dipercayai Kant,
abstraksi matematika bukanlah sesuatu yang "a priori" dan lahir dari
dirinya sendiri, tapi diturunkan dari pengamatan akan dunia material. Hegel
menunjukkan bahwa orang-orang Yunani telah memahami keterbatasan dari
penggambaran alam yang murni kuantitatif, dan berkomentar: "Berapa
jauh mereka telah maju dalam pemikiran daripada mereka yang pada masa kita -
ketika beberapa dari kita menempatkan angka-angka dan determinasi angka-angka
(seperti pangkat) sebagai ganti determinasi pikiran, di sisi hal-hal yang besar
tak terhingga dan yang kecil tak terhingga, seperti angka satu yang dibagi tak
berhingga, dan lain-lain determinasi macam itu, yang seringkali merupakan satu
fomalisme matematik yang salah kaprah - memilih kembali pada watak kekanakan
yang impoten ini daripada menerima sesuatu yang berharga dan bahkan sesuatu
yang menyeluruh dan mendasar seperti itu."[vi] Kalimat-kalimat
ini lebih tepat di masa kini daripada di masa ketika mereka dituliskan. Sangat
mencengangkan ketika beberapa kosmologis dan ahli matematik membuat klaim yang
sangat absurd mengenai hakikat alam raya tanpa upaya sedikitpun untuk
membuktikannya melalui fakta-fakta yang dapat diamati, lalu menyandarkan diri
pada keindahan dan kesederhanaan persamaan matematik yang mereka ciptakan
sebagai pemegang keputusan tertinggi. Pemujaan terhadap matematika lebih besar
di masa kini ketimbang di masa apapun setelah masa Pythagoras, yang berpendapat
bahwa "segala hal adalah Angka". Dan, seperti halnya Pythagoras,
terdapat pula satu nuansa mistis di dalamnya. Matematika menyingkirkan segala
determinasi kualitatif kecuali angka. Ia mengabaikan hakikat isi, dan
menerapkan hukum-hukum internalnya pada segala hal. Tidak satupun dari
abstraksi-abstraksi ini memiliki keberadaan yang nyata. Hanya dunia material
yang nyata ada. Fakta ini sudah terlalu sering terabaikan, dengan hasil yang
benar-benar merusak.
Relativitas
Tak
diragukan lagi, Albert Einstein adalah salah satu dari jenius terbesar
sepanjang jaman. Antara ulang tahunnya yang ke-21 dan ke-28 ia telah
menyelesaikan satu revolusi dalam ilmu pengetahuan, dengan akibat-akibat yang
mendasar di banyak tingkatan. Dua terobosan besar itu adalah Teori Relativitas
Khusus (1905) dan Teori Relativitas Umum (1915). Relativitas khusus menangani
kecepatan tinggi, relativitas umum menangani gravitasi. Sekalipun sangat
bersifat abstrak, teori-teori Einstein pada akhirnya diturunkan dari
percobaan-percobaan, dan telah mendapat penerapan praktis yang membuktikan
ketepatannya berkali-kali. Einstein berangkat dari percobaan Michelson-Morley
yang terkenal itu, "percobaan negatif yang terbesar sepanjang sejarah ilmu
pengetahuan" (Bernal), yang mengungkapkan kontradiksi internal yang
terkandung dalam fisika a la abad ke-19. Percobaan ini mencoba mengeneralisasi
teori elektromagnetis cahaya dengan menunjukkan bahwa kecepatan cahaya yang
terukur seharusnya tergantung dari kecepatan dari pengamat yang bergerak
melalui "ether" yang diam. Pada akhirnya, tidak ada satu perbedaanpun
ditemukan dalam kecepatan cahaya, bagaimanapun pengukuran dilakukan, bagaimana
dan ke mana pun sang pengamat bergerak. J. J.
Thomson kemudian menunjukkan bahwa kecepatan elektron dalam medan listrik
tegangan tinggi lebih rendah daripada yang telah diramalkan oleh fisika
Newtonian klasik. Kontradiksi dalam fisika abad ke-19 ini dipecahkan oleh teori
relativitas khusus. Teori fisika yang lama tidak mampu menjelaskan
gejala-gejala radioaktivitas. Einstein menjelaskan hal ini sebagai satu
pelepasan sebagian kecil dari satu kumpulan enerji raksasa yang terjebak dalam
suatu materi yang "diam". Di tahun
1905, Einstein mengembangkan teori relativitas khususnya di waktu luang yang
dimilikinya, sambil bekerja sebagai juru tulis pada sebuah kantor paten Swiss.
Berangkat dari penemuan-penemuan dari mekanika kuantum, yang waktu itu masih
baru, ia menunjukkan bahwa cahaya melintasi ruang dalam bentuk kuantum (sebagai
berkas-berkas enerji). Hal ini jelas bertentangan dengan teori yang sebelumnya
diterima orang bahwa cahaya adalah gelombang. Pada hakikatnya, Einstein
menghidupkan kembali teori yang lama, tapi dengan cara yang sama sekali
berbeda. Di sini cahaya diperlihatkan sebagai satu jenis partikel baru, dengan
watak yang kontradiktif, yang sekaligus menunjukkan sifat-sifat partikel dan
gelombang. Teori yang mengejutkan ini memungkinkan orang mempertahankan
penemuan-penemuan besar abad ke-19 di bidang optika, termasuk spektroskop dan
persamaan Maxwell. Tapi teori ini justru memasung mati ide bahwa cahaya
membutuhkan satu kendaraan khusus untuk berjalan melintasi ruang, apa yang
disebut sebagai "ether". Teori
relativitas khusus berangkat dari asumsi bahwa kecepatan cahaya dalam ruang
hampa akan selalu terukur pada nilai yang sama, tidak tergantung dari kecepatan
sumber cahaya relatif terhadap kecepatan pengamat. Dari sini disimpulkan bahwa
kecepatan cahaya adalah batas kecepatan bagi segala sesuatu di jagad ini.
Sebagai tambahan, relativitas khusus menyatakan bahwa massa dan enerji pada
kenyataannya adalah setara. Hal ini adalah pembenaran yang mengejutkan atas
postulat filsafati yang mendasar dari materialisme dialektik - tak
terpisahkannya materi dan enerji, ide bahwa gerak ("enerji") adalah
cara mengada (mode of existence) dari
materi. Penemuan
Einstein akan hukum kesetaraan massa dan enerji dinyatakan dalam persamaannya
yang terkenal E = mc², yang menyatakan enerji raksasa yang terkunci di dalam
atom. Inilah sumber dari segala pemusatan enerji di jagad. Simbol e mewakili enerji (dalam satuan erg), m untuk massa (dalam gram) dan c adalah kecepatan cahaya (dalam
cm/detik). Nilai aktual dari c²
adalah 900 milyar milyar. Ini sama dengan menyatakan bahwa satu gram enerji
yang terkunci dalam materi akan menghasilkan jumlah yang menggentarkan hati,
900 milyar milyar erg. Untuk memberi contoh kongkrit akan hal ini, enerji yang
terkandung dalam satu gram materi adalah setara dengan enerji yang dihasilkan
dengan membakar bensin seberat 2.000 ton. Enerji dan
massa bukan hanya "dapat saling dipertukarkan", seperti dolar
dipertukarkan dengan Mark Jerman. Keduanya adalah hakikat yang satu dan sama,
yang digambarkan Einstein sebagai "massa-enerji". Ide ini melangkah
jauh lebih dalam dan lebih tepat ketimbang konsep mekanika lama di mana,
misalnya, gesekan diubah menjadi panas. Di sini, materi hanyalah satu bentuk
tertentu dari enerji yang "dibekukan", sementara berbagai bentuk lain
enerji, termasuk cahaya, memiliki massa tertentu yang diasosiasikan padanya.
Untuk alasan ini, akan sangat keliru jika kita mengatakan bahwa materi
"lenyap" ketika ia berubah menjadi enerji. Hukum
Einstein menggantikan hukum lama tentang kekekalan massa, yang dikerjakan oleh
Lavoisier, yang menyatakan bahwa materi, yang dipahami sebagai massa, tidak
akan dapat diciptakan atau dihancurkan. Pada kenyataannya, tiap reaksi kimia
yang melepaskan enerji mengubah sejumlah kecil massa menjadi enerji. Hal ini
tidak dapat diukur dengan jenis reaksi kimia yang dikenal di abad ke-19,
seperti pembakaran batu bara. Tapi reaksi nuklir melepaskan enerji yang cukup
besar sehingga jumlah massa yang hilang dapat terukur. Segala materi, bahkan
yang berada dalam keadaan "diam", mengandung sejumlah enerji yang
mengagumkan. Walau demikian, karena hal ini tidak dapat diamati, hal ini tidak
dapat dipahami sampai datang masanya Einstein memaparkan itu semua. Einstein
sama sekali tidak menggulingkan materialisme. Teori Einstein justru mendirikan
kembali materialisme dengan basis yang lebih kokoh. Sebagai ganti teori
mekanistik lama tentang "kekekalan massa", kita kini memiliki
hukum-hukum yang jauh lebih ilmiah dan umum tentang kekekalan massa-enerji, yang menggambarkan hukum pertama termodinamika
dalam sebuah bentuk yang umum dan tak tergoyahkan. Massa sama sekali tidak
"hilang", melainkan diubah menjadi enerji. Jumlah total massa-enerji
akan tetap sama. Tidak satupun partikel materi yang dapat diciptakan atau
dihancurkan. Ide kedua adalah sifat membatasi yang dikandung oleh kecepatan
cahaya: penilaian bahwa tidak satupun partikel yang dapat melaju dengan
kecepatan di atas kecepatan cahaya, karena sejalan dengan semakin dekatnya ia
pada kecepatan kritis ini, massanya akan semakin dekat pada titik tak
berhingga, sehingga ia akan semakin lama semakin sulit untuk melaju lebih cepat
lagi. Ide ini nampaknya abstrak dan sulit dipahami. Ia menantang segala asumsi
dari "nalar sehat". Hubungan antara "nalar sehat" dan ilmu
pengetahuan telah diringkaskan oleh ilmuwan Sovyet Profesor L. D. Landau dalam
baris-baris berikut: "Apa
yang disebut nalar sehat tidak mewakili apapun kecuali satu generalisasi
sederhana dari pandangan-pandangan dan kebiasaan yang telah tumbuh dalam
kehidupan kita sehari-hari. Ia hanya memiliki tingkat pemahaman yang terbatas,
mencerminkan satu tingkat percobaan tertentu." Dan ia menambahkan:
"Ilmu pengetahuan tidak gentar untuk berbenturan dengan apa yang disebut
nalar sehat. Ia hanya gentar akan ketidakcocokan antara ide-ide yang ada dengan
fakta-fakta percobaan baru dan jika ketidakcocokan itu terjadi ilmu pengetahuan
akan tanpa ampun menghancurkan ide yang tadinya ia bangun dan meningkatkan
pengetahuan kita pada tingkat yang lebih tinggi."[vii] Bagaimana
mungkin satu objek yang bergerak meningkatkan massanya? Pandangan semacam ini
jelas bertentangan dengan pengalaman kita sehari-hari. Sebuah topi yang diputar
tidak terlihat menambah massanya ketika ia berputar. Nyatanya, massanya
bertambah, tapi pertambahan itu demikian kecilnya sehingga dapat diabaikan
secara praktis. Efek relativitas khusus tidak dapat diamati pada tingkat gejala
yang terjadi sehari-hari. Walau demikian, di bawah kondisi-kondisi yang
ekstrim, misalnya, pada kecepatan yang demikian tinggi mendekati kecepatan
cahaya, efek relativitas mulai memainkan perannya. Einstein
meramalkan bahwa massa dari benda bergerak akan bertambah pada tingkat
kecepatan yang sangat tinggi. Hukum ini dapat diabaikan ketika kita berurusan
dengan kecepatan normal. Walau demikian, partikel-partikel sub-atomik bergerak
pada kecepatan hampir 10.000 mil per detik (± 16.000 km/detik), dan pada
kecepatan semacam itu efek-efek relativitas muncul. Penemuan mekanika kuantum
menunjukkan ketepatan dari teori relativitas khusus ini, bukan hanya secara
kualitatif tapi juga secara kuantitatif. Sebuah elektron mendapat tambahan
massa sebesar 3 1/6 kali massa-diamnya ketika ia bergerak pada kecepatan
sebesar 9/10 kecepatan cahaya; tepat seperti yang diramalkan oleh teori
Einstein. Sejak itu, relativitas khusus telah diuji berulang kali, dan sejauh
ini ia selalu memberi hasil seperti yang diramalkan. Elektron yang muncul dari
satu akselerator partikel yang kuat meluncur dengan massa 40.000 kali lebih
berat dari massa-diamnya, massa tambahan itu merupakan satu bentuk lain dari
enerji gerak. Pada
kecepatan yang jauh lebih tinggi, penambahan dalam massa menjadi teramati. Dan
fisika modern berurusan persis dengan kecepatan tinggi ini, seperti kecepatan
partikel-partikel sub-atomik, yang mendekati kecepatan cahaya. Di sini,
hukum-hukum mekanika klasik, yang cukup untuk menjelaskan gejala-gejala
sehari-hari, tidak dapat diterapkan. Bagi nalar sehat, massa sebuah objek tidak
akan berubah. Dengan demikian, satu topi yang berputar akan memiliki berat yang
sama dengan topi yang diam. Dengan cara ini diturunkan satu hukum yang
menyatakan bahwa massa adalah konstan, tidak tergantung dari kecepatannya. Kemudian,
hukum ini ternyata keliru. Ditemukan bahwa massa bertambah sejalan dengan
bertambahnya kecepatan. Walau demikian, karena pertambahan itu baru nampak
jelas ketika mendekati kecepatan cahaya, kita dapat menganggapnya sebagai
konstan. Hukum yang tepat akan berbunyi: "Jika sebuah objek bergerak
dengan kecepatan kurang dari 100 mil per detik [± 160 km/detik], massa dapat dikatakan
konsisten, dengan kemungkinan penyimpangan seper sejuta bagian." Untuk
keperluan sehari-hari, kita dapat menganggap bahwa massa adalah tetap, tidak
tergantung pada kecepatannya. Tapi, untuk kecepatan yang tinggi, hal ini adalah
keliru. Dan semakin tinggi kecepatannya, semakin keliru perhitungan kita.
Seperti pemikiran yang didasarkan pada logika formal, hukum itu dapat diterima
untuk keperluan-keperluan praktis. Feynman menunjukkan: "
... Secara
filsafati, kita sepenuhnya keliru bila memegang hukum-hukum pendekatan itu. Seluruh pandangan kita atas
dunia harus diubah sekalipun massa hanya berubah sedikit saja. Ini adalah hal
yang sangat aneh bagi filsafat, atau ide, yang melatarbelakangi hukum-hukum
itu. Bahkan perubahan yang sangat kecil kadang kala memaksa kita mengubah ide
kita secara mendasar."[viii] Ramalan-ramalan
relativitas khusus telah terbukti sesuai dengan fakta-fakta dari percobaan.
Para ilmuwan menemukan melalui percobaan bahwa sinar gamma dapat menghasilkan
partikel atomik, mengubah enerji cahaya menjadi materi. Mereka juga menemukan
bahwa enerji minimum yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu partikel
tergantung dari enerji-diamnya, seperti yang diramalkan oleh Einstein.
Nyatanya, bukan hanya satu, melainkan dua
partikel yang dihasilkan: satu partikel dan lawannya,
"anti-partikel". Dalam percobaan dengan sinar gamma, kita mendapatkan
satu elektron dan satu anti-elektron (positron). Kebalikannya berlaku pula:
ketika sebuah positron bertumbukan dengan elektron, mereka saling menghancurkan
dan menghasilkan sinar gamma. Dengan demikian, energi diubah menjadi materi,
dan materi menjadi enerji. Penemuan Einstein menyediakan basis bagi pemahaman
yang jauh lebih mendasar akan tata-kerja alam raya ini. Ia menyediakan satu
penjelasan tentang sumber enerji matahari, yang telah menjadi misteri sepanjang
segala abad. Lumbung enerji raksasa itu ternyata adalah - materi itu sendiri.
Enerji yang mengerikan, yang terkunci dalam materi telah ditunjukkan kepada
dunia di bulan Agustus 1945 dalam keganasan ledakan bom atom di Hiroshima dan
Nagasaki. Semua ini terkandung dalam rumus yang kelihatannya demikian
bersahaja; E = mc².
Teori Relativitas Umum
Teori
relativitas khusus cukup kuat ketika menangani sebuah objek yang bergerak pada
kecepatan dan arah yang tetap relatif terhadap pengamat. Walau demikian, dalam
prakteknya, gerak tidak pernah tetap. Selalu terdapat gaya yang menyebabkan
berbagai variasi dalam kecepatan dan arah dari benda bergerak. Karena
partikel-partikel sub-atomik bergerak pada kecepatan yang teramat tinggi dengan
jarak yang teramat pendek, mereka tidak memiliki waktu banyak untuk
berakselerasi, dan teori relativitas khusus dapat diterapkan. Walau demikian,
dalam pergerakan planet dan bintang-bintang, relativitas khusus terbukti tidak
mencukupi. Di sini kita berurusan dengan percepatan yang dahsyat, yang
disebabkan oleh medan gravitasi maha besar. Sekali lagi kita menjumpai kasus
kuantitas dan kualitas. Pada tingkat sub-atomik, gravitasi sangat kecil
dibanding gaya-gaya yang lain, dan dapat diabaikan. Pada dunia yang kita jumpai
sehari-hari, sebaliknya, semua gaya lain dapat kita abaikan - kecuali
gravitasi. Einstein
berusaha menerapkan relativitas pada gerak secara umum, bukan hanya pada gerak
yang tetap. Dengan demikian kita sampai pada teori relativitas umum, yang
mengurusi masalah gravitasi. Ia adalah satu tonggak penentu yang menandai
perpisahan dengan fisika klasik Newton, dengan jagadnya yang mekanik dan
absolut, tapi juga dengan geometri klasik Euclides yang sama absolutnya dengan
fisika Newton. Einstein menunjukkan bahwa geometri Euclides hanya dapat
diterapkan pada "ruang kosong", satu abstraksi yang ditarik secara
idealis. Pada kenyataanya, ruang tidaklah "kosong". Ruang tidak dapat
dipisahkan dari materi. Einstein menegaskan bahwa ruang itu sendiri dikondisikan
oleh kehadiran benda-benda material. Dalam teori umumnya, ide ini digambarkan
melalui pernyataan yang nampaknya kontradiktif bahwa, di dekat benda-benda
berat, "ruang dilengkungkan". Jagad raya
yang nyata, yaitu yang material, tidaklah seperti dunia yang digambarkan oleh
geometri Euclides, dengan lingkaran-lingkarannya yang sempurna, garis lurus
yang sempurna, dan seterusnya. Dunia nyata penuh dengan ketidakteraturan. Ia
tidaklah lurus tapi persis "terpuntir" ["warped"]. Di pihak lain, ruang bukanlah sesuatu yang hadir
terpisah dari materi. Lengkung ruang adalah salah satu cara saja untuk
menyatakan lengkungan materi yang "mengisi" ruang.Contohnya, telah dibuktikan bahwa berkas
cahaya berjalan melengkung di bawah pengaruh medan gravitasi dari benda-benda
langit. Teori
relativitas umum ini pada hakikatnya memiliki sifat-sifat geometris, tapi
geometrinya sama sekali berbeda dengan geometrinya Euclides. Dalam geometri
Euclides, misalnya, dua garis paralel tidak akan pernah bertemu, dan
sudut-sudut segitiga selalu berjumlah 180o. Ruang-waktu [space-time]-nya
Einstein (yang sebenarnya pertama kali dikembangkan oleh ahli matematik
keturunan Rusia-Jerman, Hermann Minkowski, salah satu dari guru Einstein, di
tahun 1907) merupakan satu sintesis dari ruang tiga dimensi (tinggi, lebar dan
panjang) dengan waktu. Geometri empat-dimensi ini berurusan dengan
bidang-bidang lengkung ("ruang-waktu yang terpuntir"). Di sini sudut
dari sebuah segitiga boleh jadi tidak berjumlah 180o, dan
garis-garis sejajar boleh jadi saling menyilang atau bersinggungan. Dalam
geometrinya Euclides, seperti yang ditunjukkan Engels, kita menemui serangkaian
abstraksi yang sama sekali tidak bersesuaian dengan dunia nyata: satu titik
yang tidak memiliki dimensi, yang menjadi sebuah garis lurus, yang, pada
gilirannya, menjadi satu bidang datar sempurna, dan sebagainya, dan seterusnya.
Di antara abstraksi-abstraksi ini kita mendapati abstraksi yang paling kosong
dibandingkan yang lain, yaitu tentang "ruang kosong". Ruang, apapun yang
dipercayai Kant tentang hal itu, tidak dapat hadir tanpa sesuatu yang akan
mengisinya, dan bahwa sesuatu itu persis adalah materi (dan enerji, yang
merupakan hal yang sama dengan materi). Geometri
ruang ditentukan oleh materi yang dikandungnya. Inilah makna sejati dari
"ruang terpuntir". Ia hanyalah satu cara untuk menyatakan ciri sejati
dari materi. Hal ini hanya dibiaskan oleh metafora yang keliru, yang digunakan
untuk mempopulerkan Einstein: "Pikirkanlah ruang sebagai selembar
karet," atau "Pikirkanlah ruang sebagai selembar kaca," dan
seterusnya. Pada kenyataanya, ide yang harus disimpan baik-baik dalam pikiran
sepanjang waktu adalah kesatuan yang tak
terpisahkan antara waktu, ruang, materi dan gerak. Seketika kita melupakan
kesatuan ini, kita akan tergelincir ke dalam mistifikasi idealistik. Jika kita
memandang ruang sebagai Dirinya-Sendiri, ruang kosong, seperti menurut
Euclides, jelas bahwa ia tidak akan dapat dilengkungkan. Ia "tidak
ada". Walau demikian, seperti yang dinyatakan Hegel, tidak sesuatupun di
jagad ini yang tidak mengandung ada dan tiada sekaligus. Ruang dan materi
bukanlah dua hal yang berlawanan secara berseberangan, gejala yang saling
meniadakan. Ruang mengandung materi, dan materi mengandung ruang. Keduanya
saling tidak terpisahkan. Kesatuan dialektik antara materi dan ruang adalah
persis seperti adanya jagad ini. Dengan cara yang sangat mendasar, teori
relativitas umum menggambarkan ide tentang kesatuan materi dan ruang ini.
Dengan cara yang sama, angka nol dalam matematik bukanlah "ketiadaan",
tapi menyatakan satu kuantitas yang riil, dan memainkan peran yang menentukan. Einstein
menyajikan gravitasi sebagai salah satu sifat ruang, bukan sebagai sebuah
"gaya" yang bekerja atas satu benda. Menurut pandangan ini, ruang itu
sendiri melengkung sebagai satu hasil dari kehadiran materi. Ini adalah cara
yang unik untuk menyatakan kesatuan ruang dan waktu, dan yang membuka peluang
besar untuk kesalahpahaman yang serius. Ruang itu sendiri, tentu saja, tidak
dapat melengkung jika dipahami sebagai "ruang kosong". Pointnya
adalah bahwa mustahil ada ruang tanpa materi. Keduanya tidak terpisahkan. Apa
yang kita pikirkan di sini adalah satu hubungan definitif antara ruang terhadap
materi. Para atomis Yunani dahulu kala menunjukkan bahwa atom hadir dalam
"kekosongan". Yang satu tidak dapat ada tanpa keberadaan yang lain.
Materi tanpa ruang adalah sama dengan ruang tanpa materi. Satu kekosongan yang
sama sekali kosong adalah ketiadaan, itu saja. Tapi demikian pula halnya dengan
materi yang tidak memiliki pembatas. Ruang dan materi, dengan demikian, adalah
dua hal bertentangan yang saling mengandaikan keberadaan yang lain, saling
menentukan, saling membatasi, dan tak dapat hadir tanpa kehadiran yang lain. Teori
relativitas umum berfungsi menjelaskan setidaknya satu gejala yang tidak dapat
dijelaskan oleh teori klasik Newton. Semakin planet Merkurius mendekati titik
terdekatnya dengan matahari, orbit putarannya menunjukkan satu ketidakteraturan
yang aneh, yang dahulu dikatakan disebabkan oleh gangguan yang disebabkan oleh
gravitasi planet lain. Walau demikian, bahkan ketika gangguan ini
diperhitungkan, hal itu tetap tidak dapat menjelaskan keadaan ini. Penyimpangan
orbit Merkurius di dekat matahari (pada titik "perihelion"-nya)
sangatlah kecil, tapi cukup untuk mengganggu perhitungan para astronom. Teori
relativitas Einstein meramalkan bahwa perihelion dari segala benda langit yang
berputar harus memiliki sebuah gerak di luar yang dicakup oleh hukum-hukum
Newton. Hal ini terbukti tepat bagi Merkurius, dan setelah itu juga untuk
Venus. Ia juga
meramalkan bahwa medan gravitasi akan melengkungkan berkas cahaya. Maka,
klaimnya, seberkas cahaya yang melintas dekat permukaan matahari akan
dilengkungkan dengan sudut 1,75 arc-detik. Di tahun 1919, satu pengamatan
astronomi atas sebuah gerhana matahari membuktikan bahwa hal ini benar terjadi.
Teori Einstein yang gemilang itu telah dibuktikan benar dalam praktek. Ia
sanggup menjelaskan pergeseran dalam posisi bintang yang dekat dengan matahari
melalui pelengkungan terhadap berkas sinar mereka, dan juga gerak tidak teratur
dari planet Merkurius, yang tidak dapat dihitung dengan menggunakan teori-teori
Newton. Newton
menciptakan teori yang mengatur pergerakan benda-benda, menurut teori ini
kekuatan tarikan gravitasi tergantung pada massanya. Ia juga menegaskan bahwa
segala gaya yang dikenakan pada satu benda akan menghasilkan percepatan yang
berbanding terbalik dengan massa benda tersebut. Perlawanan terhadap percepatan
ini disebut inersia. Semua massa diukur atau melalui efek gravitasionalnya atau
efek inersianya. Pengamatan langsung telah menunjukkan bahwa massa inersia dan
massa gravitasional adalah identik, dengan penyimpangan sebesar satu per satu
trilyun. Einstein memulai teorinya tentang relativitas umum dengan menganggap
bahwa massa inersia dan massa gravitasional adalah persis setara, karena
keduanya pada hakikatnya adalah hal yang sama. Bintang-bintang
yang nampaknya tidak bergerak itu sesungguhnya bergerak dengan kecepatan maha
dahsyat. Persamaan kosmis Einstein di tahun 1917 mengimplikasikan bahwa jagad
itu sendiri tidaklah tetap, tidak bergeming sepanjang segala abad, tapi dapat
mengembang. Galaksi-galaksi bergerak menjauh dari kita dengan kecepatan sekitar
700 mil per detik [± 1120 km per detik]. Bintang-bintang dan galaksi-galaksi
terus berubah, lahir dan mati. Seluruh alam raya adalah arena raksasa di mana
drama kelahiran dan kematian bintang-bintang dan galaksi-galaksi dimainkan di
seluruh sudutnya sepanjang segala waktu. Ini adalah kejadian yang benar-benar
revolusioner! Galaksi-galaksi yang meledak, supernova, benturan-benturan
dahsyat antar bintang, lubang hitam dengan kerapatan milyaran kali dari
matahari kita yang dengan rakus menelan bulat-bulat bintang-bintang lain.
Imajinasi para penyair tidak akan pernah cukup untuk menggambarkan segala
kedahsyatan ini.
Hubungan Antar Benda-benda
Banyak
konsep murni bersifat kualitatif dalam hakikatnya. Misalnya, jika kita diminta
mengatakan apakah sebuah jalan berada di sisi kiri atau kanan dari sebuah
rumah, mustahil untuk memberi jawaban. Jawabannya akan tergantung pada arah
mana yang ditempuh oleh orang yang bergerak relatif terhadap rumah tersebut. Di
sisi lain, kita dapat bicara tentang tepian kanan dari sebuah sungai, karena
aliran sungai menentukan arah dari sungai tersebut. Mirip dengan itu, kita
dapat mengatakan bahwa mobil berjalan di sebelah kiri (setidaknya di Inggris!)
karena pergerakan dari sebuah mobil memilih salah satu dari dua kemungkinan
arah sepanjang jalan itu. Dalam semua contoh ini, walau demikian, konsep tentang
"kiri" dan "kanan" terbukti sebagai relatif, karena mereka hanya mendapatkan maknanya sesuai dengan
arah yang menjadi patokan untuk menentukan makna mereka. Mirip pula
dengan itu, jika kita bertanya "Apakah saat ini siang atau malam?"
jawabannya akan tergantung di mana kita sedang berada. Di London saat ini
siang, tapi di Australia saat ini sedang malam hari. Siang dan malam adalah
konsep yang relatif, ditentukan oleh kedudukan kita pada bola dunia. Satu objek
akan nampak lebih besar atau lebih kecil tergantung atas jaraknya dari
kedudukan pengamat. "Atas" dan "bawah" juga memiliki makna
yang relatif, yang berubah ketika ditemukan bahwa bumi ini bulat, bukan datar.
Bahkan sampai hari ini, sangat sulit bagi "nalar sehat" untuk
menerima bahwa penduduk Australia dapat berjalan "dengan kepala di
bawah" - jika dilihat dari Inggris! Tapi tetap tidak ada kontradiksi di
sini jika kita paham bahwa konsep tentang tegak lurus tidaklah mutlak melainkan
relatif. Untuk keperluan praktis, kita dapat menganggap permukaan bumi sebagai
"datar" dan, dengan demikian, semua yang tegak lurus dapat dianggap
sejajar, ketika kita melihat misalnya, dua rumah di satu kota. Tapi ketika kita
harus memperhitungkan jarak yang jauh lebih besar, yang melibatkan seluruh
permukaan bumi, kita akan menemukan bahwa upaya untuk menggunakan konsepsi
tegak lurus yang mutlak akan membawa kita pada hal-hal yang absurd dan
kontradiktif. Jika kita
meluaskan konsep ini, posisi benda-benda langit pastilah relatif terhadap
posisi benda langit yang lain. Mustahil bagi kita untuk menetapkan kedudukan
satu objek tanpa rujukan terhadap objek lainnya. Konsep tentang
"pergantian tempat" dari satu benda langit tidak bermakna lebih dari
bahwa ia bertukar posisi relatif terhadap benda langit lain. Sejumlah hukum alam
yang penting memiliki sifat yang relatif, misalnya prinsip relativitas gerak
dan hukum inersia. Hukum yang disebut terakhir itu menyatakan bahwa sebuah
benda yang tidak dikenai satu gaya dari luar dirinya tidak hanya dapat hadir
dalam keadaan diam, melainkan juga dalam sebuah gerak yang seragam, membentuk
garis lurus. Hukum dasar fisika ini ditemukan oleh Galileo. Dalam
praktek, kita tahu bahwa benda-benda yang tidak dikenai satu gaya dari luar
dirinya cenderung akan berada dalam keadaan diam, setidaknya dalam kehidupan
sehari-hari. Di dunia nyata, kondisi-kondisi untuk berlakunya hukum inersia,
yaitu ketiadaan total atas gaya dari luar benda, tidak akan pernah ada.
Gaya-gaya seperti gesekan bekerja atas satu benda untuk membuatnya berhenti.
Walau demikian, dengan terus memperbaiki kondisi percobaan, dimungkinkanlah
untuk semakin dekat pada kondisi ideal yang dibayangkan oleh hukum inersia, dan
dengan demikian menunjukkan bahwa ia berlaku bahkan untuk gerak yang diamati
dalam kehidupan sehari-hari. Aspek relatif
(kuantitatif) dari waktu dinyatakan dengan jelas oleh teori Einstein, yang
membawanya ke tingkat yang jauh lebih mendasar daripada yang dapat dilakukan
oleh teori klasik Newton. Gravitasi
bukanlah "gaya", tapi sebuah hubungan
antara benda-benda nyata. Bagi seseorang yang sedang jatuh dari sebuah gedung
tinggi, akan nampak bahwa tanah sedang "melaju ke arahnya". Dari
sudut pandang relativitas, pengamatan ini tidaklah keliru. Hanya jika kita
menganut konsepsi tentang "gaya" yang mekanistik dan sepihaklah kita
akan melihat proses ini sebagai proses bekerjanya gravitasi bumi dalam menarik
tubuh orang itu ke bawah, bukannya melihat bahwa ini adalah satu proses di mana
dua benda berinteraksi satu terhadap yang lain. Untuk kondisi-kondisi
"normal" teori gravitasi Newon sesuai dengan teori gravitasi
Einstein. Tapi dalam kondisi ekstrim, keduanya sama sekali tidak bersesuaian.
Kenyataannya, teori Newton bertentangan dengan teori relativitas umum dengan
cara yang serupa dengan pertentangan antara logika formal dengan dialektika.
Dan, sampai hari ini, bukti-bukti menunjukkan bahwa baik relativitas maupun
dialektika adalah tepat. Seperti
yang dijelaskan oleh Hegel, tiap pengukuran sebenarnya adalah pernyataan
tentang rasio. Walau demikian, karena tiap pengukuran sebenarnya adalah
perbandingan, harus ada satu standard yang tidak dapat diperbandingkan dengan
apapun kecuali dirinya sendiri. Secara umum, kita hanya dapat memahami segala
sesuatu dengan membandingkan mereka dengan hal lain. Hal ini menyatakan
konsepsi dialektik tentang kesalingterhubungan universal. Analisa atas segala
hal dalam pergerakan, perkembangan dan hubungan mereka, persis inilah hakikat
dari metode dialektik. Ia persis adalah satu antitesis terhadap cara berpikir
mekanistik (metode "metafisik" dalam makna yang dipergunakan oleh
Marx dan Engels) yang memandang segala seuatu sebagai statis dan mutlak. Persis
inilah cacat dari pandangan klasik Newton atas jagad, yang, sekalipun telah
mencapai banyak hal, tidak pernah dapat lolos dari kesepihakan yang mencirikan
satu cara pandang yang mekanistik atas dunia. Sifat-sifat
dari satu benda bukanlah hasil dari hubungannya terhadap benda lain, tapi hanya
dapat mewujudkan dirinya dalam hubungannya dengan benda lain. Hegel merujuk
pada hubungan-hubungan ini secara umum sebagai "kategori refleks".
Konsep relativitas adalah satu konsep yang penting, dan telah dikembangkan
sepenuhnya oleh Hegel dalam jilid pertama dari adi karyanya, The Science of Logic. Kita
melihatnya, misalnya, pada kelembagaan sosial seperti sebuah kerajaan. "Baiklah,"
demikian pengamatan Trotsky, "anggaplah bahwa kuasa kerajaan bersemayam di
tubuh raja itu sendiri, dalam jubah dan mahkotanya, dalam daging dan tulangnya.
Pada kenyataannya, kuasa kerajaan adalah satu kesalingterhubungan antar seluruh
penduduk kerajaan. Sang Raja hanya dapat menjadi raja karena kepentingan dan
prasangka dari jutaan orang tercermin melalui dirinya. Ketika banjir
perkembangan menyapu kesalingterhubungan ini, maka sang Raja akan nampak
sebagai orang yang basah kuyup, yang bibirnya bengkak kedinginan. Dia yang
dahulu disebut Alphonso XIII dapat berbincang dengan kita tentang itu dari
pengalaman pribadinya. "Para
pemimpin yang memimpin karena kehendak rakyat berbeda dengan mereka yang
memimpin atas nama Tuhan dalam makna bahwa yang disebut pertama itu diwajibkan
membuka jalan bagi dirinya sendiri atau, setidaknya, untuk membantu terjadinya
berbagai kejadian sampai ia ditemukan. Meski demikian, kepemimpinan selalu
merupakan hubungan antar orang, setiap pribadi menyumbang untuk memenuhi
kebutuhan kolektif. Kontroversi tentang kepribadian Hitler menjadi semakin
tajam bila rahasia tentang kesuksesannya semakin dicari dari dalam diri orang
itu sendiri. Sementara itu, sulit bagi kita untuk menemukan figur politik lain
yang menjadi perwujudan dari pemusatan yang demikian dahsyat dari berbagai
kekuatan historis yang tidak teridentifikasi. Tidak setiap borjuis kecil yang
putus asa dapat menjadi Hitler, tapi satu partikel dari Hitler bersemayam dalam
tiap orang borjuis kecil yang putus asa."[ix] Dalam Capital, Marx menunjukkan betapa kerja
manusia yang kongkrit menjadi medium untuk menyatakan kerja manusia yang
abstrak. Kerja kongkrit itu adalah bentuk yang diambil oleh lawannya, kerja
manusia yang abstrak, untuk mewujudkan diri. Nilai bukanlah satu benda material
yang dapat diturunkan dari sifat-sifat fisik sebuah komoditi. Pada
kenyataannya, ia adalah abstraksi di dalam pikiran. Tapi itu bukan alasan untuk
menyebutnya satu ciptaan yang acak. Pada kenyataannya, ia adalah pernyataan dari
sebuah proses objektif, dan ditentukan oleh jumlah kerja sosial yang perlu,
yang dihabiskan dalam proses produksi. Mirip dengan itu, waktu adalah satu
abstraksi yang, sekalipun tidak dapat dilihat, didengar atau disentuh, dan
hanya dapat dinyatakan dalam bentuk-bentuk
pengukuran relatif, bagaimanapun juga
merujuk pada sebuah proses fisik yang objektif. Ruang dan
waktu adalah abstraksi yang memungkinkan kita untuk mengukur dan memahami dunia
material. Segala pengukuran dilakukan relatif terhadap ruang dan waktu.
Gravitasi, sifat-sifat kimia, bunyi, cahaya, semua ditelaah dari kedua sudut
pandang ini. Dengan demikian, kecepatan cahaya adalah 186.000 kaki per detik [±
300.000 km per detik], sementara suara ditentukan oleh jumlah getaran per
detik. Bunyi dari sebuah alat musik petik, misalnya, ditentukan oleh waktu di
mana sejumlah getaran terjadi dan unsur-unsur spasial (panjang dan tebal) dari
benda bergetar itu. Keserasian yang terasa bagi estetika dalam pikiran juga
bentuk lain dari rasio, pengukuran, dan, dengan demikian, waktu. Waktu tidak
dapat dinyatakan kecuali dalam cara
yang relatif. Mirip dengan itu, nilai besaran dari sebuah komoditi hanya dapat
dinyatakan relatif terhadap komoditi yang lain. Walau demikian, nilai adalah
intrinsik bagi komoditi, dan waktu adalah sifat objektif dari materi secara
umum. Ide bahwa waktu itu sendiri adalah subjektif, yaitu hanya merupakan
khayalan dari pikiran manusia, hanya mengingatkan kita pada prasangka bahwa
uang hanyalah sebuah simbol, yang
tidak memiliki makna yang penting. Upaya untuk "men-demonetisasi"
[menghilangkan nilainya sebagai alat tukar] emas, yang muncul dari premis yang
keliru ini, selalu membawa inflasi setiap kali dicoba dilakukan. Di Kekaisaran
Romawi, nilai uang ditetapkan melalui dekrit kekaisaran, dan ada larangan untuk
memperlakukan uang sebagai sebuah komoditi. Hasilnya adalah kejatuhan yang
terus terjadi atas nilai mata uang mereka. Satu gejala yang serupa telah
terjadi di tengah kapitalisme modern, terutama sejak Perang Dunia II. Dalam
perekonomian, dalam kosmologi, tercampuraduknya pengukuran dengan sifat hakiki dari benda itu sendiri selalu
membawa pada kerancuan-kerancuan di dalam praktek.
Pengukuran Atas Waktu
Walaupun
upaya untuk mendefinisikan apa itu waktu merupakan satu kesulitan, pengukuran
atasnya tidaklah demikian. Para ilmuwan sendiri tidaklah menjelaskan apa itu
waktu, tapi membatasi diri mereka dengan pengukuran
atas waktu. Dari pencampuradukan atas kedua konsep inilah kebingungan tanpa
akhir itu muncul. Maka, kata Feynman: "Mungkin
sebaiknya kita menghadapi kenyataan bahwa waktu adalah salah satu hal yang
tidak dapat kita definisikan (dalam makna kamus), dan kita dapat mengatakan
bahwa ia adalah apa yang selama ini kita ketahui ia seperti apa: ia adalah
berapa lama kita harus menunggu! Yang penting bukanlah bagaimana kita mendefinisikan waktu, tapi bagaimana kita
mengukurnya."[x] Pengukuran atas waktu pasti melibatkan satu kerangka
rujukan, dan tiap gejala yang berkelanjutan berubah sejalan dengan waktu -
misalnya, rotasi bumi, atau ayunan pendulum. Rotasi harian bumi pada sumbunya
menyediakan satu skala waktu. Peluruhan unsur-unsur radioaktif dapat digunakan
untuk mengukur waktu dalam jangka yang sangat panjang. Pengukuran atas waktu
melibatkan satu unsur subjektif. Orang-orang Mesir membagi siang dan malam
menjadi dua belas bagian. Orang-orang Sumeria memiliki sistem angka berbasis
60, dan dengan demikian membagi jam menjadi 60 menit dan menit menjadi 60
detik. Satu meter didefinisikan sebagai seper sepuluh juta jarak dari kutub
bumi ke katulistiwa (sekalipun definisi ini tidaklah sepenuhnya akurat).
Sentimeter adalah seper seratus meter, dan seterusnya. Pada awal abad ini,
penyelidikan atas dunia sub-atomik membawa orang pada penemuan dua unit
pengukuran alami: kecepatan cahaya, c,
dan tetapan [konstanta] Planck, h.
Kedua unit itubukanlah massa, panjang,
atau waktu secara langsung, melainkan kesatuan dari ketiganya. Ada satu
perjanjian internasional bahwa satu meter didefinisikan sebagai jarak antara
dua guratan pada sebuah batangan yang disimpan dalam satu laboratorium di
Perancis. Baru-baru ini, telah disadari bahwa definisi ini atau tidak cukup
akurat sehingga berguna, atau cukup permanen dan universal sehingga disukai
orang. Kini sedang dipertimbangkan untuk mengambil satu definisi baru, satu
panjang gelombang tertentu (yang berdasarkan persetujuan) dari garis spektral
terpilih. Di pihak lain, pengukuran atas waktu bervariasi tergantung pada skala
dan rentang-usia dari objek yang sedang diteliti. Jelaslah
bahwa konsep tentang waktu akan berbeda tergantung pada kerangka rujukannya.
Satu tahun di bumi tidaklah sama dengan satu tahun di Yupiter. Demikian pula
ide tentang waktu dan ruang bagi seorang manusia akan berbeda dengan bagi
seekor nyamuk yang rentang-usianya hanya beberapa hari, atau bagi sebuah
partikel sub-atomik yang rentang-usianya hanya seper semilyar detik (tentu
dengan menganggap bahwa partikel itu dapat memikirkan salah satu konsep
...).Apa yang kita rujuk di sini adalah
cara untuk memandang waktu dalam berbagai konteks yang berbeda. Jika kita
menerima satu kerangka rujukan tertentu, cara kita memandang waktu akan
berbeda. Bahkan dalam praktek hal ini dapat dilihat, sampai derajat tertentu.
misalnya, cara normal untuk mengukur waktu tidak dapat diterapkan pada
pengukuran terhadap rentang-usia partikel-partikel sub-atomik, dan standard
yang berbeda harus pula digunakan untuk mengukur "waktu geologis". Dari sudut pandang ini, waktu dapat dikatakan relatif.
Pengukuran pasti melibatkan keterhubungan. Pikiran manusia mengandung banyak
konsep yang pada hakikatnya relatif, misalnya besaran relatif, seperti
"besar" atau "kecil". Manusia kecil dibandingkan dengan
gajah, tapi besar jika dibandingkan dengan semut. Konsep kecil dan besar, dalam
diri mereka sendiri, tidaklah memiliki makna. Seper sejuta detik, dalam makna
sehari-hari, kelihatannya adalah waktu yang teramat singkat, tapi bagi
partikel-partikel sub-atomik itu adalah waktu yang teramat panjang. Di titik
ekstrim yang lain, sejuta tahun adalah waktu yang teramat singkat di tingkat
kosmologi. Semua ide
tentang ruang, waktu dan gerak tergantung pada pengamatan kita akan
hubungan-hubungan dan perubahan-perubahan di dunia material. Walau demikian,
pengukuran atas waktu berbeda betul ketika kita meneliti berbagai jenis materi.
Pengukuran ruang dan waktu niscaya akan relatif terhadap sejenis kerangka
rujukan tertentu - bumi, matahari atau titik statis lainnya - yang dapat
dijadikan rujukan bagi peristiwa-peristiwa lain di jagad. Kini jelaslah bahwa
materi mengalami segala jenis perubahan yang berbeda-beda: perubahan dalam
posisi, yang pada gilirannya melibatkan perubahan dalam kecepatan, perubahan
keadaan, yang melibatkan perubahan dalam tingkat enerji, kelahiran, pembusukan
dan kematian, pengorganisasian dan peruntuhan organisasi, dan banyak lagi
perubahan yang lain, yang semua dapat dinyatakan dan diukur dalam bentuk waktu. Pada
Einstein, waktu dan ruang tidak dianggap sebagai gejala yang saling terisolasi,
dan sesungguhnya mustahil untuk menganggap mereka sebagai "benda di dalam
diri mereka sendiri". Einstein mengajukan satu pandangan bahwa waktu
tergantung pada pergerakan dari sebuah sistem dan bahwa selang waktu berubah
dengan cara sedemikian rupa sehingga kecepatan cahaya pada sistem tersebut
tidaklah tergantung pada pergerakannya. Skala spasial juga dapat berubah
sewaktu-waktu. Teori klasik Newton tetap sahih untuk keperluan sehari-hari, dan
bahkan merupakan pendekatan yang baik bagi tata-kerja umum alam raya. Mekanika
Newton tetap berlaku pada banyak cabang ilmu pengetahuan, bukan hanya
astronomi, tapi juga dalam ilmu praktis seperti permesinan. Pada kecepatan
rendah, efek relativitas khusus dapat diabaikan. Misalnya, kesalahan pada
pengukuran atas sebuah pesawat yang terbang dengan kecepatan 250 mil per jam [±
400 km/jam] akan mencapai sepuluh per milyar dari satu persen. Walau demikian,
di luar batas tertentu, hukum ini gagal dan runtuh. Pada tingkat kecepatan yang
kita temui pada mesin akselerator partikel, misalnya, sangatlah perlu untuk
memperhitungkan ramalan Einsten bahwa massa tidaklah konstan tapi berubah
sebanding dengan kecepatannya. Dari sudut
pandang konsepsi sehari-hari yang normal tentang pengukuran waktu, rentang-usia
yang teramat singkat dari partikel-partikel sub-atomik tidak akan dapat dengan
tepat dinyatakan. Sebuah pi-meson, misalnya, memiliki rentang-usia hanya
sekitar 10-16 detik, sebelum ia meluruh. Seperti itulah masa dari
sebuah getaran inti atom, atau rentang usia dari satu partikel resonansi, yang
hanya 10-24 detik, kira-kira sama dengan waktu yang dibutuhkan
cahaya untuk melintasi sebuah inti atom hidrogen. Satu skala pengukuran lain
kita butuhkan di sini. Waktu yang sangat singkat, katakanlah 10-12
detik, diukur dengan menggunakan sebuah osiloskop sorot elektron. Waktu yang
bahkan lebih singkat lagi dapat diukur dengan bantuan teknik laser. Pada titik
terjauh dari skala itu, waktu yang sangat panjang dapat diukur dengan bantuan
"jam" radioaktif. Dalam makna
tertentu, tiap atom di jagad ini adalah sebuah jam, karena ia menyerap cahaya
(yaitu, berkas elektromagnetik) dan memancarkannya persis pada frekuensi
tertentu. Sejak 1967, para pejabat secara internasional mengakui standard waktu
yang didasarkan pada jam atomik (caesium). Satu detik didefinisikan sebagai
9.192.631.770 kali getaran radiasi gelombang mikro dari atom caesium-133 selama
satu penataan ulang atomik tertentu. Bahkan jam yang teramat akurat ini
tidaklah sepenuhnya sempurna. Beberapa pembacaan yang berbeda telah diambil
dari jam atomik yang terdapat di 80 negara, dan satu perjanjian pun dibuat, "memberatkan"
waktu sesuai dengan jam yang paling stabil. Dengan cara ini dimungkinkanlah
untuk sampai pada pengukuran waktu yang akurat dengan derajat kesalahan seper
sejuta detik dalam satu hari, atau bahkan kurang dari itu. Untuk
keperluan sehari-hari, pengukuran waktu "normal" yang didasarkan pada
putaran bumi dan pergerakan semu matahari dan bintang-bintang, sudah mencukupi.
Tapi bagi serangkaian operasi di bidang teknologi modern yang maju, seperti
alat-alat bantu navigasi pada kapal laut dan pesawat terbang, pengukuran
semacam itu tidaklah mencukupi, karena akan membawa tingkat kesalahan yang
serius. Pada tingkat seperti inilah efek relativitas mulai terasa. Percobaan
telah menunjukkan bahwa jam atomik berjalan lebih lambat di permukaan tanah
ketimbang di ketinggian, di mana efek gravitasional lebih lemah. Jam atomik,
yang diterbangkan dengan ketinggian 30.000 kaki (± 10.000 meter) bertambah
panjang tiga per milyar detik dalam satu jam. Hal ini sesuai dengan ramalan
Einstein dengan tingkat kesalahan kurang dari satu persen.
Masalah yang Belum Terselesaikan
Teori
relativitas khusus adalah salah satu pencapaian terbesar dalam ilmu
pengetahuan. Ia telah merevolusionerkan cara kita memandang jagad sampai
tingkat di mana ia telah diperbandingkan dengan penemuan bahwa bumi berbentuk
bulat. Langkah raksasa ini telah dimungkinkan oleh fakta bahwa relativitas
menegaskan satu cara pengukuran yang jauh lebih akurat daripada hukum-hukum
Newtonian, yang telah disingkirkannya. Walau demikian, masalah filsafati
tentang waktu belumlah dapat disingkirkan dengan teori relativitas Einstein.
Malah masalah itu bertambah akut, jauh melebihi yang sudah-sudah. Bahwa
terdapat sesuatu yang subjektif dan acak dalam pengukuran waktu, itu adalah hal yang jelas, seperti yang telah
kami kemukakan. Tapi hal ini tidaklah membawa kita pada kesimpulan bahwa waktu
adalah satu hal yang sepenuhnya subjektif. Seluruh hidup Einstein telah
diabdikannya untuk mencari hukum-hukum objektif jagad. Masalahnya adalah apakah
hukum-hukum alam, termasuk waktu, adalah sama bagi tiap orang, tidak tergantung
tempat mereka berada dan kecepatan gerak mereka. Tentang masalah ini, Einstein
bimbang. Pada satu waktu, ia nampak menyetujuinya, di waktu yang lain
menolaknya. Proses
objektif jagad tidaklah ditentukan oleh apakah mereka diamati atau tidak.
Mereka ada di dalam dan bagi diri mereka sendiri. Jagad raya, dan demikian pula
waktu, telah ada sebelum manusia ada untuk mengamatinya, dan akan terus ada
jauh setelah tidak ada lagi manusia yang berpikir tentang hal itu. Jagad
material adalah abadi, tidak berhingga dan terus berubah. Walau demikian,
supaya nalar manusia dapat memahami jagad yang tak berhingga ini, perlulah
untuk menerjemahkannya dalam istilah-istilah yang berhingga, menelaah dan
mengkuantifikasinya, sehingga hal itu dapat menjadi realitas bagi kita. Cara kita mengamati jagad
tidak dapat mengubahnya (kecuali kalau itu melibatkan satu proses fisik yang
turut-campur dalam apa yang sedang diamati). Tapi cara jagad ini menampakkan
dirinya bagi kita tentu dapat berubah. Dari sudut pandang kita, bumi
kelihatannya diam. Tapi bagi seorang astronot yang terbang melintasi planet
kita, bumi akan tampak melaju dengan kecepatan tinggi. Einstein, yang nampaknya
memiliki rasa humor yang sangat garing, kabarnya pernah bertanya pada seorang
petugas karcis, yang terkejut setengah mati mendengar pertanyaan ini: "Jam
berapa Oxford berhenti pada kereta ini?" Einstein
bertekad menulis ulang hukum-hukum fisika dengan cara tertentu sehingga ramalan
yang diturunkan darinya akan selalu tepat, tidak tergantung dari pergerakan
berbagai benda, atau "sudut pandang" yang diturunkan daripadanya.
Dari sudut pandang relativitas, gerak teratur pada sebuah garis lurus tidak
dapat dibedakan dari keadaan diamnya. Ketika dua benda saling melintas pada
kecepatan tetap, kita dapat mengatakan bahwa A melintasi B, sama mungkinnya
dengan mengatakan B-lah yang sedang melintasi A. Maka kita sampai pada satu
yang nampak sebagai kontradiksi, bahwa bumi sekaligus diam dan bergerak pada
saat yang bersamaan. Dalam contoh astronot tadi, "harus benar keduanya,
pernyataan bahwa bumi memiliki enerji gerak yang besar, dan pernyataan bahwa ia
tidak memiliki baik enerji maupun gerak; sudut pandang astronot itu sama
sahihnya dengan sudut pandang orang terpelajar yang ada di bumi."[xi] Sekalipun
nampaknya lurus-lurus saja, pengukuran atas waktu tetap saja menimbulkan
persoalan, karena tingkat perubahan waktu harus dibandingkan pada sesuatu yang
lain. Jika ada semacam waktu absolut, ia pun harus mengalir, maka ia harus pula
diukur menurut waktu yang lain, dan demikian seterusnya tanpa akhir. Sangat
penting untuk disadari bahwa persoalan ini hanya hadir dalam hubungannya dengan
pengukuran waktu. Persoalan filsafati
tentang hakikat waktu itu sendiri
tidaklah turut serta di dalamnya. Untuk keperluan praktis perhitungan dan
pengukuran, sangat pentinglah bagi kita untuk menetapkan satu kerangka rujukan
tertentu. Kita harus mengetahui posisi dari seorang pengamat relatif terhadap
gejala yang diamati. Teori relativitas menunjukkan bahwa pernyataan semacam
"di tempat yang satu dan sama" dan "di waktu yang satu dan
sama" tidak memiliki makna sama sekali. Teori
relativitas melibatkan kontradiksi. Ia menunjuk bahwa kesekaligusan [simultaneity] adalah relatif pada satu
sumbu rujukan tertentu. Jika satu sumbu rujukan bergerak relatif terhadap yang
lain, maka kejadian-kejadian yang berlangsung bersamaan relatif terhadap yang
satu tidaklah berlangsung bersamaan relatif terhadap yang lain, dan sebaliknya.
Fakta ini, yang tidak akan tertangkap oleh nalar sehat, telah didemontrasikan
secara fisik. Sayangnya, ia masih saja dapat jatuh dalam interpretasi idealis
atas waktu, misalnya, penilaian bahwa dimungkinkan ada perbedaan atas makna
kata "sekarang". Lebih jauh lagi, masa datang dapat digambarkan
sebagai benda-benda dan proses yang "lahir" dalam ujud empat dimensi
setelah sebelumnya menempuh keberadaan dalam "potongan-potongan
waktu". Kecuali
permasalahan ini diselesaikan, segala macam kesalahan dapat terjadi: contohnya,
ide bahwa masa depan sebenarnya telah ada sebelumnya, dan tiba-tiba mewujud
dalam "masa kini", layaknya sepotong batu yang tadinya tenggelam
dalam air tiba-tiba muncul ketika air surut. Nyatanya, baik masa lalu maupun
masa datang tergabung dalam masa kini. Masa datang adalah keberadaan-yang-masih-potensial.
Masa lalu adalah apa-yang-telah-terjadi. "Masa kini" adalah kesatuan
dari keduanya. Ia adalah keberadaan aktual
kalau dibandingkan dengan keberadaan potensial. Persis karena alasan inilah
kita biasanya merasakan penyesalan akan masa lalu dan ketakutan akan masa
depan, bukan sebaliknya. Perasaan penyesalan datang dari kesadaran, yang
dibenarkan oleh seluruh pengalaman manusia, bahwa masa lalu telah hilang
selamanya; sementara masa depan penuh dengan ketidakpastian, yang mengandung sejumlah
besar keadaan potensial. Benjamin
Franklin pernah mengatakan bahwa hanya dua hal yang pasti dalam kehidupan ini -
kematian dan pajak, dan orang-orang Jerman memiliki pepatah: "Man muss nur sterben" - "Orang
hanya harus mati", yang berarti bahwa segala hal yang lain berupa pilihan.
Tentu saja, hal ini tidaklah sepenuhnya benar. Banyak lagi hal yang niscaya,
bukan hanya kematian, atau bahkan pajak. Dari tak berhingga banyaknya keadaan
potensial, dalam prakteknya kita tahu bhawa hanya sedikit saja yang benar-benar
mungkin. Dari jumlah ini, lebih sedikit lagi yang boleh terjadi pada saat
tertentu. Dan dari yang terakhir ini, pada akhirnya, hanya satu yang akan
benar-benar terjadi. Cara yang tepat di mana proses ini berlangsung adalah
persis tugas dari berbagai ilmu pengetahuan untuk mengungkapnya. Tapi tugas ini
akan terbukti mustahil jika kita tidak menerima bahwa kejadian-kejadian dan
proses-proses berlangsung dalam waktu, dan bahwa waktu adalah gejala objektif
yang menyatakan fakta yang paling mendasar dari segala bentuk materi dan enerji
- perubahan. Dunia material berada dalam keadaan berubah terus-menerus, maka ia
"adalah dirinya sendiri dan sekaligus bukan dirinya sendiri". Inilah
proposisi fundamental dari dialektika. Filsuf semacam Alfred North Whitehead
dan institusionis Perancis Henry Begson percaya bahwa aliran waktu adalah satu
fakta metafisik yang hanya dapat ditangkap oleh intuisi yang non-ilmiah.
"Filsuf proses" semacam ini, sekalipun memiliki nada yang mistik,
setidaknya dengan tepat menyatakan bahwa masa depan terbuka dan tidak dapat
ditentukan sementara masa lalu tidak dapat diubah, tetap dan tentu. Inilah
"penggumpalan waktu". Di pihak lain kita melihat "filsuf-filsuf
banyak segi" yang menganggap bahwa peristiwa-peristiwa di masa mendatang
boleh terjadi tapi tidak dapat dihubungkan dengan cara yang teratur dengan
kejadian-kejadian di masa lalu. Jika kita mengikuti pandangan filsafati yang
tidak tepat seperti ini, kita akan sampai pada mistisisme yang telanjang,
seperti pandangan tentang "multiverse" - sejumlah tak berhingga dari
jagad raya "paralel" (jika istilah ini tepat, karena mereka
seharusnya tidak hadir dalam ruang "seperti yang kita kenal") yang
hadir dalam waktu yang bersamaan (jika istilah ini tepat, karena mereka
seharusnya tidak hadir dalam waktu "seperti yang kita kenal").
Demikianlah kebingungan yang muncul dari interpretasi idealis atas relativitas.
Interpretasi Idealistik
"There was a young lady named
Bright
Whose speed was faster than light;
She set out one day
In a relative way
And returned home the previous
night."
(A.Buller, Punch, 19th December 1923)
Seperti
halnya dengan mekanika kuantum, relativitas juga telah direbut oleh mereka yang
ingin memasukkan mistisisme ke dalam ilmu pengetahuan. "Relativitas"
diubah maknanya menjadi bahwa kita tidak dapat benar-benar memahami dunia.
Seperti yang dijelaskan oleh J. D. Bernal: "Benar
juga bahwa karya Einstein memiliki efek, di luar batasan bidang spesialis yang
sempit di mana ia dapat diterapkan, sebagai salah satu mistifikasi umum. Karya
itu dengan rakus ditelan oleh para intelektual yang mengalami keputusasaan
pasca Perang Dunia I untuk membantu mereka menolak realitas. Mereka hanya butuh
untuk menggunakan kata "relativitas" dan mengatakan 'Segala sesuatu
adalah relatif,' atau 'Tergantung apa yang Anda maksud.'"[xii] Ini adalah
satu kesalahpahaman yang sempurna terhadap ide-ide Einstein. Nyatanya, kata
"relativitas" itu sendiri adalah sebuah istilah yang salah kaprah.
Einstein sendiri lebih menyukai nama teori invariansi [invariance theory] yang memberi kita gambaran yang lebih tepat akan
apa yang dimaksudkannya - persis kebalikan dari ide vulgar tentang teori
relativitas. Tidak benar bahwa bagi Einstein "segala sesuatunya adalah
relatif". Kita ambil satu contoh sebagai pembuka, enerji-diam (yaitu,
kesatuan dari materi dan enerji) adalah salah satu hal mutlak dalam teori relativitas. Kecepatan cahaya yang menjadi
pembatas segala kecepatan di jagad ini adalah contoh yang lain. Einstein sangat
jauh dari interpretasi yang subjektif dan acak atas realitas, di mana satu
pendapat dianggap sama benarnya dengan pendapat lain, dan "semuanya
tergantung bagaimana Anda melihat hal itu," Einstein jutru "menemukan
apa yang 'mutlak' dan dapat diandalkan sekalipun
nampak ada kebingungan, ilusi dan kontradiksi yang dihasilkan oleh pergerakan
atau aksi gravitasi yang relatif."[xiii] Alam raya
ini hadir dalam keadaan yang terus berubah. Dalam makna itu, tidak ada
sesuatupun yang "mutlak" atau abadi. Satu-satunya hal yang mutlak adalah gerak dan perubahan, cara mengada
materi yang paling mendasar - sesuatu yang ditunjukkan Einstein secara
meyakinkan di tahun 1905. Waktu dan ruang, sebagai cara mengada dari materi
adalah gejala yang objektif. Mereka bukanlah sekedar abstraksi atau pandangan
acak yang diciptakan oleh manusia (atau dewa) bagi kepentingan mereka sendiri,
tapi merupakan sifat materi yang mendasar, yang menyatakan keuniversalan materi
itu sendiri. Ruang
memiliki tiga dimensi tapi waktu hanya memiliki satu. Sambil meminta maaf pada
para produser film, di mana dimungkinkan satu "perjalanan kembali ke masa
depan" ["Back to the Future"],
kita hanya mungkin melintasi waktu dalam satu arah, yaitu dari masa lalu ke
masa datang. Sama sekali kita tidak terancam akan kemungkinan adanya seorang
petualang waktu yang muncul di bumi ketika ia belum dilahirkan, atau akan
kemungkinan seseorang menikahi ibunya sendiri, semua itu hanya fantasi idiot
yang diciptakan oleh orang-orang Hollywood. Waktu tidak mungkin diputar balik. Yaitu, semua kekuatan material
berkembang dalam hanya satu arah - dari masa lalu menuju masa datang. Waktu
hanyalah satu cara untuk menyatakan pergerakan riil dan materi yang berada
dalam keadaan berubah. Materi, gerak, waktu dan ruang tidak dapat dipisahkan. Kekurangan
dari teori Newton adalah karena ia menganggap ruang dan waktu sebagai dua hal
yang sama sekali terpisah, yang satu berjalan sejajar dengan yang lain, tidak
tergantung dari materi dan gerak. Sampai abad ke-20 para ilmuwan menyamakan
ruang dengan sebuah kehampaan (satu "ketiadaan"), yang dilihat
sebagai sesuatu yang mutlak, yaitu, selalu sama di manapun, satu
"benda" yang tidak pernah berubah. Abstraksi-abstraksi kosong ini
telah dilecehkan oleh fisika modern, yang telah menunjukkan hubungan mendasar
antara waktu, ruang, materi dan gerak. Teori relativitas Einstein telah
menyatakan dengan tegas bahwa waktu dan ruang tidak hadir dalam dan dari diri
mereka sendiri, terpisah dari materi, tapi merupakan bagian dari satu
kesalingterhubungan universal antar semua gejala. Hal ini dinyatakan oleh konsep
ruang-waktu yang utuh dan tak terbagi, di mana waktu dan ruang dilihat sebagai
aspek-aspek relatifnya. Satu ide yang kontroversial di sini adalah ramalan
bahwa sebuah jam yang bergerak akan menunjukkan waktu yang lebih lambat
daripada jam yang diam. Walau demikian, sangatlah penting untuk dipahami bahwa
efek ini baru nampak pada kecepatan yang teramat tinggi, yang mendekati
kecepatan cahaya. Jika teori
relativitas umum Einstein tepat, maka kita akan memiliki kemungkinan teoritik
di masa datang akan sebuah perjalanan yang tak terkira jauhnya. Secara
teoritik, umat manusia akan dimungkinkan terus bertahan hidup ribuan tahun ke
masa mendatang. Seluruh masalahnya terletak pada apakah perubahan yang terjadi
pada tingkat jam atomik terjadi juga pada rentang usia itu sendiri. Di bawah
dampak gravitasi yang kuat, jam atomik bergerak lebih lambat daripada ketika di
ruang kosong. Pertanyaannya adalah apakah kesalingterhubungan yang kompleks
antar molekul yang menyusun kehidupan akan berperilaku yang sama. Isaac Asimov,
yang paham satu dua hal mengenai fiksi ilmiah, menulis: "Jika waktu
benar-benar dapat melambatkan pergerakan, kita boleh jadi dapat melakukan
perjalanan ke bintang-bintang yang jauh di masa hidup kita. Tapi tentu saja
kita harus mengucapkan selamat tinggal pada generasi kita dan, jika kita
kembali, kita akan kembali ke dunia di masa yang akan datang."[xiv] Argumen
untuk hal ini adalah tingkat kecepatan proses kehidupan yang ditentukan oleh
tingkat kecepatan aksi di tingkat atomik. Dengan demikian, di bawah gravitasi
yang kuat, jantung akan berdetak lebih lambat, otak berdenyut lebih lambat
pula. Nyatanya, seluruh enerji meredup di bawah tekanan gravitasi. Jika seluruh
proses berjalan lebih lambat, mereka juga berjalan lebih lama dalam waktu. Jika
sebuah pesawat angkasa sanggup berjalan dengan kecepatan mendekati kecepatan
cahaya, jagad akan terlihat melaju melintasinya, walaupun bagi mereka yang ada
di dalam pesawat waktu kelihatannya akan tetap berjalan "normal",
yaitu pada tingkat yang jauh lebih lambat. Kesan yang didapat adalah bahwa
waktu yang ada di luar pesawat dipercepat. Apakah hal ini tepat? Apakah ia nyatanya akan hidup di masa datang,
relatif terhadap penduduk bumi, atau tidak? Einstein kelihatannya memberikan
jawaban ya terhadap pertanyaan ini. Segala
jenis pandangan mistis muncul dari spekulasi semacam ini - contohnya tentang
melompat ke dalam lubang hitam dan keluar di jagad yang lain. Jika lubang hitam
benar-benar ada, dan hal itu belumlah dibuktikan secara definitif, apa yang
akan kita temui di pusatnya pastilah hanya sisa-sisa dari sebuah bintang
raksasa yang telah mati, bukan jagad yang lain. Siapapun yang masuk ke dalamnya
akan dirobek-robek dan diubah menjadi enerji murni. Jika itu yang dinamakan
pergi ke jagad lain, maka kami mengundang mereka yang mengajukan ide itu untuk
menjadi yang pertama mencobanya! Nyatanya, ini adalah murni sebuah spekulasi,
betapapun menyenangkannya. Seluruh ide tentang "perjalanan waktu"
niscaya akan mendaratkan kita pada segudang kontradiksi, bukan kontradiksi yang
dialektik tapi yang absurd. Einstein pasti mengalami shock pada interpretasi
mistik atas teorinya, yang melibatkan pandangan tentang perjalanan ulang-alik
melewati waktu, mengubah masa depan, dan segala omong kosong semacam itu. Tapi
ia sendiri harus bertanggungjawab atas situasi ini karena unsur idealis dalam
cara pandangnya, terutama pada persoalan tentang waktu. Mari kita
anggap bahwa sebuah jam atomik pada ketinggian yang besar berjalan lebih cepat
daripada ketika ia diletakkan di atas tanah, karena efek gravitasi. Mari kita
anggap juga bahwa, ketika jam ini dikembalikan ke bumi, ia ditemukan,
katakanlah, lebih tua 50 per milyar dari satu detik dari jam serupa yang tidak
pernah meninggalkan tanah. Apakah itu berarti bahwa orang yang turut bersama jam
itu di ketinggian juga akan lebih tua? Proses ketuaan tergantung pada tingkat
metabolisme. Hal ini dipengaruhi sebagian oleh gravitasi, tapi juga oleh
berbagai faktor lainnya. Ia adalah sebuah proses biologis yang kompleks, dan
tidak mudah untuk melihat bagaiman ia akan dipengaruhi secara mendasar baik
oleh kecepatan atau gravitasi, kecuali bahwa kecepatan dan gravitasi yang
ekstrim akan menghasilkan kerusakan material pada mahluk hidup. Jika memang
dimungkinkan untuk melambatkan tingkat metabolisme dalam cara yang telah
diramalkan, sehingga, misalnya, detak jantung akan melambat sampai satu detak
tiap dua puluh menit, proses menua pasti akan berjalan lebih lambat pula.
Nyatanya, memang dimungkinkan untuk melambatkan metabolisme, contohnya, melalui
pembekuan. Namun, apakah hal ini akan pula menjadi efek dari perjalanan dengan
kecepatan amat tinggi, tanpa membunuh organisme itu sendiri, persoalan itu
masih dapat diperdebatkan. Menurut teori yang sudah dikenal, sang
pengelana-angkasa relativistik itu, jika ia berhasil kembali ke bumi, akan
kembali setelah, katakanlah, 10.000 tahun, dan mengikuti analogi yang biasa,
akan dapat menikahi salah satu cicitnya. Tapi ia tidak akan pernah dapat
kembali ke waktu-"nya" sendiri. Percobaan
yang dilakukan dengan partikel subatomik (muon) menunjukkan bahwa
partikel-partikel yang melaju dengan kecepatan 99,94 persen dari kecepatan
cahaya memperpanjang rentang usia mereka sebanyak hampir tiga puluh kali lipat,
tepat seperti yang diramalkan oleh Einstein. Walau demikian, apakah kesimpulan
ini dapat diterapkan pada materi dalam skala yang lebih besar, khususnya pada
materi hidup, hal ini masih merupakan hal yang harus ditinjau lebih lanjut.
Banyak kesalahan serius telah dibuat dengan mencoba menerapkan hasil-hasil yang
dicapai di satu bidang ke bidang yang lain, yang berbeda sama sekali. Di masa
depan, perjalanan-angkasa pada kecepatan sangat tinggi - bahkan mungkin
mencapai sepersepuluh kecepatan cahaya - boleh jadi akan dimungkinkan. Pada
kecepatan semacam itu, satu perjalanan yang menempuh lima tahun cahaya akan
membutuhkan waktu tempuh lima puluh tahun (walau menurut Einstein, perjalanan
itu akan lebih cepat tiga bulan dari perhitungan biasa). Apakah kelak akan
benar-benar dimungkinkan untuk melakukan perjalanan pada kecepatan cahaya, yang
akan memungkinkan umat manusia mencapai bintang-bintang? Pada saat ini, prospek
untuk itu masih terasa jauh sekali. Tapi, seratus tahun yang lalu - hanya
sekejap mata saja dalam rentang sejarah - ide untuk berjalan-jalan ke bulan
baru merupakan satu impian yang dituangkan secara indah dalam sebuah novel oleh
Jules Verne.
Mach dan Positivisme
"The object, however, is the
real truth, is the essential, reality; it is,
quite indifferent to wheter it is known or
not; it remains
and stand even though it is not
known, while the knowledge
does not exist if the object is not there." (Hegel)[xv]
Keberadaan
masa silam, masa kini dan masa depan telah terukir dalam pada kesadaran
manusia. Kita hidup sekarang, tapi kita dapat mengingat kejadian-kejadian lampau,
dan, sampai tahap tertentu, meramalkan kejadian-kejadian yang akan datang. Ada
yang disebut "sebelum" dan yang disebut "setelah". Tapi
beberapa filsuf dan ilmuwan membantah hal ini. Mereka menganggap waktu sebagai
satu produk dari pikiran, satu khayalan. Dalam pandangan mereka, jika tidak ada
manusia yang mengamatinya, tidak akan ada waktu, tidak ada masa silam, masa
kini maupun masa depan. Inilah sudut pandang idealisme subjektif, satu cara pandang yang sepenuhnya irasional
dan anti-ilmiah yang walau demikian telah mencoba selama seratus tahun terakhir
untuk mendasarkan dirinya pada penemuan-penemuan fisika untuk memperoleh wibawa
bagi pandangan atas dunia yang sepenuhnya mistik ini. Sangatlah ironis bahwa
aliran filsafat yang telah memiliki dampak terbesar bagi ilmu pengetahuan di
abad ke-20, yaitu positivisme-logika, persis adalah salah satu cabang dari
idealisme subjektif. Positivisme
adalah pandangan sempit yang menganggap bahwa ilmu pengetahuan harus membatasi
dirinya pada "fakta-fakta yang dapat diamati". Para pendiri dari
aliran ini sangat enggan untuk mengatakan satu teori benar atau salah,
melainkan lebih menyukai untuk menyebutnya kurang atau lebih
"berguna". Sangatlah menarik untuk dicatat bahwa Ernst Mach, bapak
spritual sejati dari neo-positivisme, menolak teori atom dari bidang fisika dan
kimia. Ini adalah hasil alamiah dari empirisisme sempit dari cara pandang kaum
positivis. Karena atom tidak dapat dilihat, bagaimana mungkin ia ada? Atom
mereka anggap paling-paling sebagai satu fiksi yang menghibur, atau sebagai
satu hipotesis ad hoc yang tidak
dapat diterima. Salah satu rekan berpikir Mach, Wilhelm Ostwald telah
benar-benar mencoba untuk menurunkan hukum-hukum dasar kimia tanpa bantuan
hipotesis tentang atom! Boltzmann
dengan tajam mengritik Mach dan kaum Positivis, seperti halnya yang dilakukan
Max Planc, bapak fisika kuantum. Lenin menempatkan pandangan-pandangan Mach dan
Richard Avenarius, pendiri aliran Empirio-kritisisme, pada hujan badai kritik
dalam bukunya Materialism and Empirio-criticism
(1908). Walau demikian, pandangan-pandangan Mach memiliki dampak yang besar
dan, di antaranya, turut pula mengesankan Albert Einstein muda. Berangkat dari
pandangan bahwa semua ide harus diturunkan dari "apa yang ada", yaitu
dari informasi yang disediakan semata oleh indera kita, mereka meneruskannya
dengan penyangkalan terhadap dunia natural, yang tidak tergantung dari
indera-perasa manusia. Mach dan Avenarius merujuk pada objek fisik sebagai
"himpunan kompleks dari sensasi". Maka, misalnya, meja ini tidaklah
lebih dari dari sekumpulan kesan-perasaan seperti kekerasannya, warnanya,
massanya dan seterusnya. Tanpa hal-hal ini, menurut mereka, tidak akan ada yang
tersisa. Dengan demikian, ide tentang materi (dalam makna filsafati, yaitu,
dunia objektif yang ada bagi kita melalui indera-perasa kita) dinyatakan
sebagai tidak bermakna sama sekali. Seperti
yang telah kami tunjukkan, ide-ide ini membawa kita langsung pada solipsisme -
ide bahwa hanya "saya" yang ada. Jika saya menutup mata saya, dunia
ini berhenti ada. Mach menyerang ide Newton bahwa ruang dan waktu adalah mutlak
dan merupakan mahluk yang riil, tapi ia melakukannya dari sudut pandang
idealisme subjektif. Yang mengherankan, aliran filsafat modern yang paling
berpengaruh (dan yang memiliki pengaruh paling kuat di kalangan ilmuwan)
diturunkan dari idealisme subjektif Mach dan Avenarius. Obsesi
terhadap "sang pengamat" yang merupakan benang yang menjalin seluruh
fisika teoritik di abad ke-20 diturunkan dari filsafat idealisme subjektif
Ernst Mach. Dengan mengambil titik berangkatnya dari argumen empirisis bahwa
"semua pengetahuan kita diturunkan dari perasaan langsung dari
indera-perasa kita", Mach berargumen bahwa objek tidak dapat hadir secara
terpisah dari kesadaran kita. Jika kita membawa ini kepada kesimpulan logisnya,
ini akan berarti bahwa dunia ini tidak mungkin ada sebelum ada orang untuk
mengamatinya. Nyatanya, dunia ini tidak mungkin ada sebelum saya ada, karena
saya hanya dapat mengetahui apa yang dirasakan oleh indera saya, dan dengan demikian
saya tidak akan pernah yakin bahwa kesadaran lain juga benar-benar ada. Yang
penting, Einstein sendiri pada awalnya terkesan oleh argumen-argumen ini, yang
meninggalkan bekasnya pada tulisan-tulisan awalnya tentang relativitas. Hal
ini, tak diragukan lagi, telah menimbulkan pengaruh yang sangat buruk terhadap
ilmu pengetahuan modern. Sementara Einstein berhasil menyadari kesalahannya,
dan mencoba membetulkannya, mereka yang membuntut pada sang guru, telah gagal
menyaring beras dari gabah. Seperti yang telah sering terjadi, para murid yang
terlalu bersemangat malah menjadi dogmatis. Mereka lebih Paus daripada Paus itu
sendiri! Dalam otobiografinya, Karl Popper menunjukkan dengan jelas bahwa di
akhir hayatnya Einstein menyesali idealisme subjektif yang pernah dianutnya,
atau "operasionalisme", yang menuntut keberadaan seorang pengamat
untuk menentukan apakah satu proses terjadi di alam atau tidak: "Fakta
yang sangat menarik adalah bahwa Einstein sendiri selama bertahun-tahun adalah
seorang positivis dan operasionalis yang dogmatis. Ia kemudian menyangkal
interpretasi ini: ia mengatakan pada saya di tahun 1950 bahwa ia tidak pernah
menyesali satu kesalahanpun dalam hidupnya seperti ia menyesali kesalahan ini.
Kesalahan itu mengambil bentuk yang benar-benar serius dalam buku populernya, Relativity: The
Special and General Theory. Di sana ia mengatakan, 'Saya akan meminta para pembaca untuk tidak
maju lebih jauh sampai ia benar-benar yakin akan hal ini.' Hal itu adalah,
singkatnya, bahwa 'kesekaligusan' harus didefinisikan - dan didefinisikan dengan cara
yang operasional - karena jika tidak demikian 'Saya
membiarkan diri saya diperdaya ... ketika saya membayangkan bahwa saya sanggup
melekatkan satu makna pada pernyataan tentang kesekaligusan.' Atau, dengan kata
lain, satu istilah harus didefinisikan secara operasional atau ia akan menjadi tidak bermakna. (Di sini, dalam cangkang yang
keras, terkandung positivisme yang kemudian dikembangkan oleh Lingkaran Vienna
di bawah pengaruh Tractatus-nya Wittgenstein, dan dalam bentuk yang sangat dogmatis)." Hal ini
penting, karena ia menunjukkan bahwa Einstein pada akhirnya menolak
interpretasi subjektif atas teori relativitasnya. Semua omong kosong tentang
"sang pengamat" adalah satu faktor penentu yang bukan merupakan bagian
hakiki dari teori tersebut, melainkan satu satu cerminan dari kesalahan filsafati, seperti yang
kemudian diakui oleh Einstein sendiri. Hal itu,
sayangnya, tidak menghalangi para pengikut Einstein untuk mengambil-alih
kesalahan itu, dan mengembangkannya sampai titik di mana ia nampak sebagai
salah satu batu penjuru utama dari teori relativitas. Di sinilah kita menemukan
asal-muasal dari idealisme subjektif Heisenberg: "Tapi,
banyak fisikawan yang gemilang," lanjut Popper, "sangat terkesan oleh
operasionalisme Einstein, yang mereka anggap (seperti Einstein sendiri juga
menganggap demikian untuk waktu yang lama) sebagai satu bagian tak terpisahkan
dari teori relativitas. Dan terjadilah bahwa operasionalisme menjadi ilham bagi
paper Heisenberg di tahun 1925, dan usulannya yang telah diterima luas bahwa
konsep tentang jalur sebuah elektron, atau tentang posisi-cum-momentum klasiknya, adalah tidak bermakna
sama sekali."[xvi] Fakta bahwa
waktu adalah sebuah gejala objektif, yang mencerminkan proses riil di alam pertama
kali ditunjukkan oleh hukum-hukum termodinamika, yang ditemukan di abad ke-19
dan yang masih terus memainkan peran sentral dalam fisika modern. Hukum-hukum
ini, khususnya yang dikembangkan oleh Boltzmann menegaskan ide bahwa waktu
bukan hanya hadir secara objektif, tapi bahwa ia hanya mengalir ke satu
jurusan, dari masa silam ke masa depan. Waktu
tidak dapat diputar balik, waktu juga tidak tergantung dari
"pengamat" apapun.
Boltzmann dan Waktu
Masalah
mendasar yang harus dijawab adalah: Apakah waktu sebuah ciri objektif dari
jagad fisik? Atau ia adalah sesuatu yang murni subjektif, satu khayalan dari
pikiran, atau satu cara yang enak untuk menjelaskan berbagai hal yang tidak
memiliki hubungan riil dengan waktu itu sendiri? Posisi yang disebut terakhir ini
telah diambil, pada satu atau lain tingkat, oleh berbagai aliran pemikiran,
yang semuanya berkaitan erat dengan filsafat idealisme subjektif. Menjelang
akhir abad ke-19, masalah ini telah dijawab dengan tegas oleh pelopor ilmu
tentang termodinamika, Ludwig Boltzmann. Einstein,
di bawah pengaruh Ernst Mach, memperlakukan waktu sebagai satu hal yang
subjektif, yang tergantung pada sang pengamat, setidaknya pada awalnya sebelum
ia menyadari bahaya dari akibat yang ditimbulkan oleh pendekatannya. Di tahun
1905, papernya tetang teori relativitas khusus memperkenalkan konsep tentang
"waktu lokal" yang berhubungan dengan tiap pengamat yang berbeda.
Konsep tentang waktu di sini mengandung satu ide yang diambil alih dari fisika
klasik, yaitu bahwa waktu dapat diputar
balik. Ini benar-benar pandangan yang luar biasa, dan yang akan segera
hancur bila dihadapkan dengan pengalaman manusia. Para sutradara film biasanya
menyandarkan diri pada satu tipuan fotografis, di mana kamera diputar terbalik,
yang mengakibatkan segala hal yang aneh terjadi: susu mengalir dari gelas
kembali ke botol, bus dan mobil berjalan mundur, telur kembali ke cangkangnya,
dan seterusnya. Reaksi kita terhadap semua ini adalah tertawa, persis seperti
yang menjadi tujuannya. Kita tertawa karena kita tahu bahwa apa yang kita lihat
itu bukan saja mustahil, tapi aneh sekali. Kita tahu bahwa proses yang sedang
kita lihat itu tidak dapat diputar balik [irreversible]. Boltzmann
memahami hal ini, dan konsep tentang waktu yang tidak dapat diputar balik terletak
dalam teorinya yang terkenal tentang panah waktu. Hukum-hukum termodinamika
merupakan satu terobosan besar dalam ilmu pengetahuan, tapi terobosan yang
kontroversial. Hukum-hukum ini tidak dapat didamaikan dengan hukum-hukum fisika
yang telah ada menjelang akhir abad ke-19. Hukum kedua termodinamika tidak
dapat diturunkan dari hukum-hukum mekanika atau kuantum, dan pada kenyataannya,
membuat perpisahan yang menentukan dengan teori-teori fisika yang sebelumnya.
Ia menyatakan bahwa entropi [tingkat kekacauan dalam sebuah sistem] bertambah
dalam satu jurusan, ke masa depan, bukan masa lalu. Ia menunjukkan satu
perubahan keadaan seiring dengan waktu, yang tidak mungkin diputar balik.
Konsep tentang pelepasan panas (disipasi) berbenturan dengan ide yang waktu itu
diterima luas bahwa tugas fisika adalah untuk mereduksi kompleksitas alam ini
menjadi beberapa hukum gerak yang sederhana. Ide tentang
entropi, yang biasanya dipahami sebagai suatu kecenderungan segala hal untuk
menuju tingkat disorganisasi dan degenerasi sejalan dengan berlalunya waktu,
mengandung seluruh apa yang telah dipercaya orang sepanjang segala masa: bahwa
waktu hadir secara objektif dan bahwa ia adalah sebuah proses yang searah.
Kedua hukum termodinamika menunjukkan proses-proses yang tidak dapat diputar
balik. Definisinya didasarkan pada sifat lain yang dikenal sebagai ketersediaan
enerji. Entropi dari sebuah sistem yang terisolasi dapat bertambah atau tetap,
tapi tak dapat berkurang. Salah satu hasil dari kondisi ini adalah kemustahilan
dari apa yang dikenal sebagai "perpetuum
mobile" - mesin yang menggerakkan dirinya sendiri selama-lamanya. Einstein
menganggap ide tentang waktu yang tak dapat diputar balik sebagai satu khayalan
yang tidak memiliki tempat di dalam fisika. Mengutip Max Planck, hukum kedua
termodinamika menyatakan ide bahwa di alam terdapat satu kuantitas yang
berubah, di mana hal ini selalu berlaku dalam segala proses alam itu. Hal ini
tidak tergantung pada sang pengamat, tapi merupakan sebuah proses yang
objektif. Tapi pandangan Planck hanyalah pandangan kaum minoritas pada masa
itu. Mayoritas ilmuwan, termasuk Einstein, memasukkan hal itu sebagai faktor
yang subjektif. Posisi Einstein tentang masalah ini menunjukkan kelemahan
sentral dari sudut pandangnya yang membuat proses objektif menjadi tergantung
pada ada atau tidak adanya satu "pengamat". Tak diragukan lagi bahwa
inilah titik terlemah dari seluruh cara pandangnya, dan, persis karena alasan
itu, justru menjadi bagian yang paling populer di kalangan penerusnya, yang
kelihatannya tidak sadar akan fakta bahwa Einstein sendiri mengubah cara
pandang itu menjelang akhir hayatnya. Dalam
fisika dan matematika, waktu dinyatakan sebagai hal yang dapat diputar balik. Satu "Varian bolak-balik" menyatakan
bahwa hukum-hukum fisika yang sama berlaku baik dalam situasi yang satu maupun
dalam situasi yang lain. Kejadian yang kedua tidak dapat dibedakan dari yang
pertama dan aliran waktu tidak memiliki arah tertentu dalam kasus interaksinya
yang mendasar. Contohnya, sebuah film tentang dua bola bilyar yang bertumburan
dapat diputar ke depan atau ke belakang, tanpa memberi gambaran apapun mengenai
urutan kejadian yang sebenarnya. Hal ini dianggap juga berlaku pada interaksi
pada tingkat sub-atomik, tapi bukti yang menunjukkan kebalikannya telah
ditemukan di tahun 1964 dalam interaksi weak
force pada inti atom. Untuk waktu yang lama, dipercaya bahwa hukum-hukum
alam yang mendasar bersifat "simetris dalam muatan". Contohnya, satu
antiproton dan positron memiliki perilaku yang sama persis dengan proton dan
elektron. Percobaan telah menunjukkan kini bahwa hukum-hukum alam dapat disebut
simetris jika tiga hal dasar dapat digabungkan - waktu, muatan dan paritas - time, charge, partity. Hal ini dikenal
sebagai "cermin CPT". Dalam
dinamika, arah dari satu perlintasan [trajectory]
tertentu tidaklah penting. Contohnya, satu bola yang memantul pada tanah akan
kembali pada posisi awalnya. Tiap sistem, dengan demikian, dapat "berputar
kembali dalam waktu", jika semua titik di dalamnya dijalani secara
terbalik. Semua keadaan yang telah ditempuhnya akan begitu saja ditempuhnya
kembali dalam arah yang berlawanan. Dalam dinamika klasik, perubahan seperti
pembalikan waktu (tà - t) dan pembalikan kecepatan (v à -
v) diperlakukan sebagai kesetaraan matematik. Perhitungan semacam ini berlaku
bagi sistem sederhana yang tertutup, di mana tidak ada interaksi. Sesungguhnya,
tiap sistem tunduk pada berbagai macam interaksi. Salah satu problem yang
paling penting dalam fisika adalah sistem "tiga-benda", contohnya
pergerakan bulan yang dipengaruhi oleh bumi dan matahari. Dalam dinamika
klasik, satu sistem berubah menurut satu perlintasan yang tertentu dan tetap,
yang titik awalnya tidak pernah dilupakan. Kondisi awal menentukan
perlintasannya sepanjang segala waktu. Semua perlintasan dalam fisika klasik
adalah sederhana dan deterministik. Tapi ada berbagai perlintasan yang tidak
demikian mudah ditetapkan semacam itu, contohnya, sebuah pendulum kaku, di mana
satu gangguan sekecil apapun akan cukup untuk membuatnya berotasi atau berosilasi. Makna
penting dari karya Boltzmann adalah bahwa ia menangani fisika proses bukan fisika benda. Pencapaian terbesarnya adalah dengan menunjukkan bahwa
ciri-ciri atom (massa, muatan, struktur) menentukan ciri materi yang kasat mata
(viskositas, konduktivitas panas, difusi, dan lain-lain). Ide-idenya dengan
ganas diserang orang selama masa hidupnya, tapi telah dibenarkan oleh
penemuan-penemuan fisika atomik beberapa saat sebelum abad ke-19 berakhir, dan
kesadaran bahwa pergerakan acak dari partikel mikroskopik yang terkandung dalam
fluida ("gerak Brown") hanya dapat dijelaskan dengan mekanika
statistik yang ditemukan oleh Boltzmann. Kurva Gauss
yang berbentuk lonceng menggambarkan gerak acak dari molekul-molekul gas. Satu
pertambahan suhu akan membawa pertambahan dalam kecepatan rata-rata dari
molekul dan enerji yang diasosiasikan dengan geraknya. Sementara Clusius dan
Maxwell mendekati masalah ini dari sudut pandang perlintasan yang ditempuh oleh
tiap molekul, Boltzmann mendekatinya
dari populasi molekul itu. Persamaan
kinetiknya memainkan peranan penting dalam fisika gas. Hal itu adalah satu
kemajuan besar dalam fisika proses. Boltzmann adalah satu pelopor besar, yang
diperlakukan sebagai orang gila oleh para pemuka fisika di jamannya. Ia akhinya
dipaksa untuk melakukan bunuh diri di tahun 1906, setelah sebelumnya dipaksa
untuk mundur dari upayanya untuk menegaskan sifat tidak dapat dibaliknya waktu
sebagai sebuah ciri objektif alam. Sementara
dalam teori mekanika klasik, kejadian dalam film yang digambarkan di atas
sangat dimungkinkan, dalam praktek,
hal ini mustahil. Dalam teori dinamika, contohnya, kita mendapati satu dunia
ideal di mana segala hal semacam gesekan dan benturan tidak ada sama sekali.
Dalam dunia ideal ini, segala invariansi yang terlibat dalam satu gerak
tertentu sudah ditetapkan sejak awal. Tidak sesuatupun yang dapat mengubah arah
perlintasannya. Hal ini berarti, kita akan sampai pada satu pandangan atas alam
raya yang statis, di mana segala hal direduksi menjadi persamaan-persamaan yang
lancar dan linear. Sekalipun ia mencapai kemajuan yang revolusioner melalui
teori relativitas, Einstein, di dalam hatinya, tetap tinggal sebagai penganut
ide tentang jagad yang statis dan serasi ini - seperti halnya Newton. Persamaan
gerak Newton, atau juga mekanika kuantum, tidak memiliki sifat
tidak-dapat-dibalik yang inheren di dalam dirinya. Dimungkinkan bagi kita untuk
menjalankan satu film ke depan atau ke belakang. Tapi hal ini tidak berlaku di
alam secara umum. Hukum kedua termodinamika meramalkan satu kecenderungan yang
tak dapat dibalik ke arah keadaan ketidakberarturan. Hukum inimenyatakan bahwa tingkat keacakan akan selalu
bertambah sejalan dengan waktu. Sampai beberapa saat terakhir, orang masih berpendapat
bahwa hukum-hukum alam bersifat simetris-waktu. Tapi Waktu bersifat asimetris
dan berjalan searah, dari masa silam ke masa depan. Kita melihat fosil, jejak
kaki, foto dan rekaman dari masa silam, tapi tidak pernah dari masa depan.
Mudah bagi kita untuk mengaduk telur untuk membuat telur dadar atau memasukkan
susu dan gula ke dalam secangkir kopi, tapi tidak mudah bagi kita untuk
membalik proses itu. Air panas di dalam bak mandi memindahkan panasnya ke udara
sekitar tapi tidak sebaliknya. Hukum kedua
termodinamika adalah "panah waktu". Kaum subjektivis menyangkal hal
itu, mereka mengatakan bahwa proses yang tak dapat dibalik seperti afinitas
kimia, penghantaran panas, viskositas, dsb., akan tergantung pada "sang
pengamat". Pada kenyataannya, semua ini adalah proses objektif yang terjadi di alam, dan hal ini jelas bagi setiap orang
dalam hubungannya dengan kehidupan dan kematian. Satu pendulum (setidaknya
dalam keadaan ideal) dapat berayun kembali ke posisinya semula. Tapi semua
orang tahu bahwa kehidupan seseorang bergerak hanya ke satu arah, dari ayunan
bayi ke liang kubur. Itu adalah proses yang
tak dapat dibalik. Ilya Prigogine, salah satu teoritisi terkemuka dalam
teori chaos mengingat bahwa ia
"terkejut akan fakta bahwa ilmu pengetahuan hanya sedikit saja menangani
persoalan waktu, khususnya karena pendidikan yang ditempuhnya sejak awal
memusatkan diri terutama pada sejarah dan arkeologi." Dalam hubungan
dengan konflik antara mekanika klasik (dinamika) dengan termodinamika,
Prigogine dan Stenger menulis: "Sampai
tahap tertentu, terdapat analogi antara konflik ini dengan apa yang melahirkan
Materialisme yang Dialektik. Kami telah menggambarkan ... satu alam raya yang
dapat disebut sebagai 'historis' - yaitu yang mampu melahirkan perkembangan dan
inovasi. Ide akan satu sejarah alam raya sebagai satu bagian integral dari
materialisme telah ditegaskan oleh Marx dan, secara lebih rinci, oleh Engels.
Perkembangan mutakhir dalam fisika, penemuan atas peran konstruktif yang
dimainkan oleh ireversibilitas, telah menimbulkan satu masalah dalam ilmu-ilmu
alam, satu masalah yang telah lama diangkat oleh para materialis. Bagi mereka,
pemahaman terhadap alam bermakna bahwa ia mampu menghasilkan manusia dan
masyarakatnya. "Lebih
jauh lagi, pada masa Engels menulis Dialectics of Nature-nya, ilmu-ilmu fisika kelihatannya telah mulai
menolak pandangan mekanistik dan mulai mendekat pada ide tentang perkembangan
historis alam raya. Engels menyebut tiga penemuan mendasar: enerji dan
hukum-hukum yang mengatur transformasi kualitatifnya, sel sebagai penyusun dasar
kehidupan, dan penemuan Darwin atas evolusi spesies. Engels sampai pada
kesimpulan bahwa pandangan atas dunia yang statis sudah mati." Terhadap
interpretasi yang subjektif atas waktu, sang penulis menyimpulkan: "Waktu
mengalir searah, dari masa silam ke masa depan. Kita tidak dapat merekayasa
waktu, kita tidak dapat menempuh perjalanan ke masa silam."[xvii]
Relativitas dan Lubang Hitam
Dalam
pandangan Einstein, tidak seperti Newton, gravitasi mempengaruhi waktu karena
ia mempengaruhi cahaya. Jika kita dapat membayangkan satu partikel cahaya yang
mengapung di tepi sebuah lubang hitam, ia akan mengapung di sana tanpa batas,
tidak maju tapi juga tidak mundur, tidak mendapat tambahan enerji atau
kehilangan enerji. Dalam keadaan seperti itu, dimungkinkan untuk mengatakan
"waktu berhenti". Inilah argumen dari kaum relativis penganjur lubang
hitam dan segala ciri yang dikandungnya. Pada ujung semua ini adalah bahwa
segala gerak akan berhenti, maka tidak akan ada perubahan baik atas keadaan
maupun kedudukan, dan dengan demikian tidak akan ada waktu, makna apapun yang
dilekatkan padanya. Situasi seperti ini katanya terjadi tepat di tepi sebuah
lubang hitam. Hal ini, walau demikian, sangat bersifat spekulatif dan merupakan
interpretasi mistis atas satu gejala, yang keberadaannya sendiri belumlah
terbukti. Segala
materi hadir dalam keadaan bergerak dan berubah terus-menerus, dan dengan
demikian, segala yang dikatakan di sini adalah jika materi dan gerak
dilenyapkan, waktu juga akan lenyap; pernyataan yang sebenarnya adalah tautologi
sempurna. Ini seperti mengatakan - jika tidak ada materi, maka tidak akan ada
materi; atau jika tidak ada waktu maka tidak akan ada waktu. Kedua pernyataan
itu bermakna sama. Anehnya, kita telah mencari dengan sia-sia dalam teori
relativitas satu definisi tentang apa itu waktu dan ruang. Einstein sendiri
kelihatannya kesulitan menerangkan hal ini. Walau demikian, ia telah hampir
sampai ke sana ketika ia menjelaskan perbedaan antara geometrinya dengan
geometri klasik Euclides. Ia mengatakan bahwa kita dapat membayangkan sebuah
alam raya di mana ruang tidak terpuntir sama sekali, tapi ruang itu tidak akan
berisi materi. Pernyataan ini jelas mengarah ke arah yang benar. Setelah semua
keributan mengenai lubang hitam, Anda mungkin masih akan terkejut bahwa
persoalan ini sama sekali tidak pernah disebutkan oleh Einstein. Ia bersandar
pada pendekatan yang ketat, yang terutama didasarkan pada matematika yang
rumit, dan membuat peramalan yang dapat dibuktikan melalui pengamatan dan
percobaan. Fisika lubang hitam, yang tidak memiliki satupun data empirik yang
jelas, memiliki sifat yang sangat spekulatif. Sekalipun
ia mencapai kesuksesan, teori relativitas umum masih mungkin dibuktikan keliru.
Tidak seperti relativitas khusus, percobaan yang telah dilakukan berdasarkan
teori ini masih sedikit sekali. Tidak ada bukti yang meyakinkan tentang teori
ini, sekalipun percobaan-percobaan yang telah dilakukan sejauh ini masih belum
menemukan konflik antara teori dengan fakta yang teramati. Ini juga belum sama
sekali mencoret kemungkinan bahwa penegasan relativitas khusus, bahwa tidak ada
satupun yang dapat berjalan melebihi kecepatan cahaya, di masa depan dibuktikan
keliru. Teori
alternatif terhadap relativitas telah diajukan, contohnya, oleh Robert Dicke.
Teori Dicke meramalkan satu penyimpangan atas orbit bulan beberapa kaki ke arah
matahari. Dengan menggunakan teknologi laser yang maju, observatorium McDonald
di Texas tidak dapat menemukan penyimpangan ini. Walau demikian, tidak ada
alasan untuk menganggap bahwa persoalannya telah selesai sampai di sini. Sejauh
ini, teori Einstein telah dibuktikan oleh berbagai percobaan. Tapi penjelajahan
yang terus dilakukan atas kondisi-kondisi ekstrim cepat atau lambat akan
menemukan satu himpunan kejadian-lingkup yang tidak dapat dihitung melalui
persamaan Einstein, keadaan yang akan menyiapkan medan bagi sebuah penemuan
baru yang akan menandai epos baru. Teori relativitas tidak mungkin merupakan
akhir cerita, sama seperti teori mekanika Newton, teori elektromagnet Maxwell
dan teori-teori lain sebelumnya. Selama dua
ratus tahun teori Newton telah dianggap mutlak sahih. Kebenarannya tidak boleh
disangkal. Setelah wafatnya Newton, Laplace dan beberapa orang lain membawa
teorinya ke tingkat ekstrim sehingga justru menjadi absurd. Perpecahan radikal
dengan Kemutlakan mekanika lama adalah satu prasyarat untuk kemajuan fisika di
abad ke-20. Para fisikawan modern menepuk dada bahwa mereka telah mengubur
monster Kemutlakan untuk selama-lamanya. Tiba-tiba pikiran dibebaskan untuk
menjelajah ke dunia yang sampai saat itu belum terpikirkan. Masa-masa itu
adalah masa-masa yang memabukkan! Sayangnya, kebahagiaan semacam itu tidak
mungkin bertahan selamanya. Mengutip Robert Burne: