Pengenalan dan pemahaman akan ilmu dan teknologi nano sangat terkait dengan definisi nano, bahan berstruktur nano, ilmu nano dan teknologi nano. Nano adalah satuan panjang sebesar sepertriliun meter (1 nm=10-9m). Ukuran tersebut 1000x lebih kecil dari diameter rambut manusia (80 μm). Diameter sel darah merah dan virus hanya sebesar masing-masing 7 μm dan 150 nm. Bahan berstruktur nano merupakan bahan yang memiliki paling tidak salah satu dimensinya (panjang, lebar, atau tinggi) berukuran 1-100 nm. Bahan nano merupakan jembatan antara atom/molekul dan bahan berukuran mikrometer (transistor pada chip computer). Gen atau DNA merupakan bahan nano alami dengan lebar pita gen sebesar 2 nm. Fullerene dan carbon nanotube termasuk bahan nano sintetis karena ukuran diameternya berukuran nano. Partikel-partikel pasir silika dan baja dapat dibuat juga menjadi bahan nano silika dan nano baja. Studi segala fenomena fisika, kimia, dan biologi pada dimensi 1-100 nm disebut ilmu nano (nanoscience). Sedangkan teknologi nano mencakup dua hal. Pertama, seluruh produk-produk dengan ukuran geometri terkontrol (ketelitian satuan pengukuran) yang tersusun oleh paling tidak satu komponen produk dengan satu atau lebih dimensi komponen produk dibawah 100nm yang menghasilkan efek fisika,kimia, atau biologi berbeda dengan komponen produk konvensional berukuran di atas 100 nm tanpa kehilangan daya guna produk nano tersebut. Kedua, peralatan-peralatan untuk tujuan pengujian atau manipulasi yang menyediakan kemampuan untuk fabrikasi dan pergerakan terkontrol atau ketelitian pengukuran dibawah 100nm. Contoh peralatan tersebut yaitu STM dan AFM. Salah satu produk nano yang diperkirakan segera hadir adalah mobil yang dirakit dengan cat mengandung serbuk nano, kerangka mobil terbuat dari komposit carbon nanotube, atau polimer nanokomposit sebagai bahan pengganti lembaran baja.
nano teknologi dalam bidang biologi molekuler
Meningkatnya kinerja dapat meningkatkan deteksi awal kanker, penyakit Alzheimer, dan gangguan lainnya dengan memungkinkan dokter mendeteksi konsentrasi penanda yang jauh lebih kecil daripada yang sebelumnya bisa dideteksi.
Terobosan ini melibatkan uji biologi biasa
yang disebut imonoasay, yang meniru tindakan sistem kekebalan
mendeteksi keberadaan penanda biologis – kimiawi yang berasosiasi dengan
penyakit. Ketika penanda biologis ini ada dalam sampel, seperti yang
diambil dari manusia, uji imunoasay menghasilkan pendaran cahaya yang
dapat diukur di lab. Semakin terang, semakin banyak penanda biologis
yang ada. Walau begitu, jika jumlah penanda biologis terlalu sedikit,
cahaya pendar terlalu kabur untuk dideteksi, memberikan batas bagi
deteksi. Tujuan utama dari penelitian imunoasay adalah meningkatkan
batas deteksi ini.
Para peneliti
Princeton mengatasi batasan ini memakai teknologi nano untuk memperkuat
pendaran kabur dari sebuah sampel. Dengan menyusun kaca dan struktur
emas sedemikian kecil mereka hanya dapat dilihat dengan mikroskop
elektron yang kuat, para ilmuan dapat meningkatkan sinyal pendar
dibandingkan imunoasay konvensional, membawa pada peningkatan 3 juta
kali lipat dalam batas deteksi. Dengan kata lain, imunoasay yang
diperkuat ini membutuhkan 3 juta kali penanda biologis lebih sedikit
untuk ada dibandingkan imunoasay konvensional. Dalam istilah teknis,
para peneliti mengukur peningkatan deteksi dari 0,9 nanomolar menjadi
300 attomolar.
Para peneliti menerbitkan hasil mereka dalam dua artikel jurnal. Satu
diterbitkan tanggal 10 Mei dalam Nanotechnology, menjelaskan fisika dan
teknik bahan peningkat pendar
Kunci pada terobosan ini berada dalam
bahan nano buatan baru yang disebut D2PA, yang telah dikembangkan dalam
lab Chou selama beberapa tahun. D2PA adalah sebuah nanostruktur emas
lapisan tipis yang mengelilingi tiang-tiang kaca berdiameter hanya 60
nano. Satu nano adalah satu persemiliar meter; yang berarti sekitar 1000
tiang menyamping hanya akan selebar rambut manusia. Tiang ini berjarak
200 nano satu sama lain dan ditudungi oleh cakram emas di tiap tiang.
Sisi tiap tiang ditaburi titik-titik emas yang lebih kecil sekitar 10-15
nano diameternya. Dalam penelitian sebelumnya, Chou menunjukkan kalau
struktur unik ini mendorong pengumpulan dan transmisi cahaya dalam cara
yang aneh – khususnya, satu miliar kali lipat dalam efek yang disebut
penghamburan Raman. Penelitian sekarang menunjukkan sebuah peningkatan
sinyal yang besar dengan pemendaran.
Dalam
imunoasay biasa, sebuah sampel seperti darah, liur, atau air seni
diambil dari pasien dan ditambahkan ke sebuah tabung kaca kecil
mengandung antibodi yang dirancang untuk menangkap atau mengikat penanda
biologis dalam sampel. Perangkat antibodi lain yang dilabel dengan
molekul pendar kemudian ditambahkan pada campuran. Jika penanda biologis
tidak ada dalam gelas, antibodi pendeteksi pendar tidak akan menempel
pada apapun dan tersiram. Teknologi baru yang dikembangkan di Princeton
memungkinkan pendaran terlihat ketika hanya ada beberapa antibodi yang
menemukan penandanya.
Selain manfaat
diagnostik, imunoasay umum dipakai untuk menemukan obat dan penelitian
biologis lainnya. Lebih umum, pendaran berperan penting dalam bidang kimia
dan teknik, dari display pemancar cahaya hingga pemanenan energi surya,
dan bahan D2PA dapat digunakan dalam bidang tersebut juga .
nano teknologi dalam bidang energi
Kini, para Peneliti dari University of Georgia telah berhasil menemukan cara untuk mengubah karbon dioksida yang terperangkap dalam atmosfer menjadi produk industri yang berguna. Temuan mereka segera dapat mengarah pada penciptaan biofuel yang dibuat langsung dari karbon dioksida di udara, yang selama ini bertanggung jawab atas meningkatnya suhu global.
“Pada dasarnya, apa yang kami lakukan adalah membuat mikroorganisme yang menyerap karbon dioksida seperti apa yang dilakukan tanaman, sehingga menghasilkan sesuatu yang berguna,” jelas Michael Adams, anggota Institut Riset Bioenergi, profesor bioteknologi Georgia Power serta profesor biokimia dan biologi molekuler Distinguished Research di Franklin College of Arts and Sciences.
Selama proses fotosintesis, tanaman menggunakan sinar matahari untuk mengubah udara dan karbon dioksida menjadi gula. Seperti halnya manusia yang membakar kalori dari makanan, tanaman menggunakan gula ini sebagai sumber energinya
Gula ini dapat difermentasi menjadi bahan bakar seperti etanol. Namun, sangat sulit untuk secara efisien mengekstrak gula yang terkurung dalam dinding sel tanaman yang kompleks.
“Apa yang menjadi inti dari temuan ini adalah, kita dapat menggantikan tanaman yang selama ini berlaku sebagai perantara,” ungkap Adams, “Kita bisa mengambil karbon dioksida secara langsung dari atmosfer dan mengubahnya menjadi produk-produk yang berguna seperti bahan bakar dan bahan kimia, tanpa harus melalui proses yang tidak efisien, yaitu pertumbuhan tanaman dan pengekstrakan dari biomassa.”
Proses ini dimungkinkan oleh mikroorganisme unik yang disebut Pyrococcus furiosus, yang justru bertumbuh subur dengan mencari makanan dalam karbohidrat di perairan laut super-panas dekat ventilasi panas bumi. Dengan memanipulasi materi genetik organisme ini, Adams beserta rekan-rekannya menciptakan jenis P. furiosus yang mampu mencari makan pada temperatur yang lebih rendah dalam karbon dioksida.
Tim peneliti kemudian menggunakan gas hidrogen untuk menciptakan reaksi kimia pada mikroorganisme, suatu reaksi yang menggabungkan karbon dioksida ke dalam 3-hydroxypropionic acid, jenis bahan kimia industri yang umumnya digunakan untuk membuat akrilik dan berbagai produk lainnya.
Dengan berbagai manipulasi genetik lain dari strain baru P. furiosus, para peneliti mampu membuat suatu versi yang menghasilkan sejumlah produk industri berguna lainnya, termasuk bahan bakar, dari karbon dioksida.
Saat dibakar, bahan bakar yang tercipta melalui proses P. furiosus ini melepaskan karbon dioksida dalam jumlah yang sama dengan karbon dioksida yang digunakan untuk menciptakannya, secara efektif menjadikannya karbon netral, dan menjadi bahan bakar alternatif yang jauh lebih bersih sebagai pengganti bensin, batubara dan minyak.
“Ini merupakan langkah penting pertama yang memberi janji besar sebagai metode produksi bahan bakar yang efisien dan hemat biaya,” kata Adams, “Di masa mendatang kami akan memperbaiki prosesnya dan mulai menguji pada skala yang lebih besar.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar